Dinamika industri asuransi Indonesia terus bergerak cepat, dipengaruhi oleh tekanan regulasi, teknologi, risiko baru, dan perubahan perilaku konsumen. Dalam satu minggu terakhir saja, berbagai perkembangan strategis bermunculan—mulai dari peringatan pemerintah soal risiko kebocoran data akibat penggunaan AI, penurunan tarif global yang memicu persaingan semakin ketat, hingga inovasi produk dan transformasi digital di berbagai lini. Untuk para pelaku industri, broker, hingga pemilik risiko, memahami lanskap berita ini bukan hanya soal mengikuti informasi, tetapi menjadi dasar pengambilan keputusan strategis dalam manajemen risiko dan proteksi bisnis ke depan. Rangkuman berikut merangkum tujuh berita kunci yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi pasar asuransi saat ini.
Aturan Co-Payment Dinilai Tak Berdampak Signifikan bagi Nasabah Asuransi Korporasi
Pemerintah tengah menyiapkan aturan pembagian risiko atau co-payment dalam asuransi kesehatan, dengan besaran yang diperkirakan turun dari 10% menjadi 5%. Namun, kebijakan ini dinilai tidak akan berdampak besar pada nasabah asuransi korporasi. Presiden Direktur PT Asuransi Astra Buana, Maximilian Agatisianus, menjelaskan bahwa nasabah korporasi umumnya tergabung dalam skema asuransi kumpulan, di mana premi dibayarkan oleh perusahaan, bukan karyawan. Karena itu, beban co-payment kemungkinan juga akan ditanggung oleh perusahaan, sehingga dampaknya terhadap individu nyaris tidak terasa.
Menurut Max, kebijakan risk sharing justru lebih relevan bagi nasabah ritel karena dapat mendorong mereka lebih bijak dalam penggunaan manfaat asuransi. Ia juga optimistis terhadap prospek asuransi kesehatan korporasi, khususnya produk Garda Medika dan Garda Healthcare yang kini menyumbang sekitar 20% dari portofolio Asuransi Astra.
Sementara itu, data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan peningkatan positif industri pada paruh pertama 2025, dengan pendapatan naik 3,6% menjadi Rp109 triliun dan jumlah tertanggung meningkat 8,8%. Namun, klaim kesehatan perorangan justru melonjak 25,5%, menandakan peningkatan kebutuhan proteksi individu di tengah penyesuaian kebijakan co-payment ini.
BRI Life Luncurkan BRILifeInspira, Perlindungan Jiwa hingga Usia 99 Tahun
Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, BRI Life, meluncurkan produk asuransi jiwa terbaru bernama BRILifeInspira, yang memberikan perlindungan hingga tertanggung mencapai usia 99 tahun. Direktur Pemasaran BRI Life, Sutadi, menjelaskan bahwa produk ini dirancang untuk menjawab kebutuhan proteksi masyarakat kelas menengah dengan premi kompetitif dan manfaat komprehensif.
BRILifeInspira menawarkan empat manfaat utama. Pertama, manfaat meninggal dunia alami sebesar 100% Uang Pertanggungan (UP). Kedua, jika meninggal akibat kecelakaan, nasabah akan menerima tambahan 100% UP, sehingga total menjadi 200% UP. Ketiga, jika tertanggung hidup hingga masa asuransi berakhir, akan diberikan 100% UP ditambah nilai tunai. Produk ini juga menyediakan opsi pembayaran premi fleksibel sekali bayar, 5 tahun, atau 10 tahun dengan UP minimal Rp200 juta.
Usia masuk tertanggung ditetapkan mulai 1 hingga 65 tahun, dengan batas manfaat tambahan kecelakaan maksimal Rp1 miliar. Sutadi menambahkan, BRI Life menyiapkan platform digital terintegrasi untuk mendukung agen dalam memasarkan BRILifeInspira secara efisien. Ia optimistis produk ini akan memperkuat pertumbuhan bisnis sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan jiwa jangka panjang.
Tarif Asuransi Global dan Indonesia Turun di Kuartal III/2025, Kompetisi Antar Perusahaan Makin Ketat
Laporan Marsh Global Insurance Market Index mencatat tarif asuransi global turun 4% pada kuartal III/2025, menandai penurunan kelima berturut-turut. Tren ini dipicu oleh kapasitas pasar yang melimpah dan persaingan ketat antar perusahaan asuransi, sehingga klien kini menikmati syarat polis yang lebih fleksibel dan cakupan lebih luas.
Penurunan tarif juga didorong oleh harga reasuransi yang lebih menguntungkan, terutama pada lini properti, siber, serta keuangan dan profesional, yang seluruhnya mencatat penurunan di setiap kawasan. Satu-satunya lini yang masih meningkat adalah asuransi kecelakaan, dengan kenaikan global 3%, terutama karena frekuensi klaim tinggi di Amerika Serikat.
Di kawasan Asia, tarif asuransi turun 5%, lebih besar dari rata-rata global. Lini keuangan dan profesional memimpin penurunan sebesar 8%, disusul properti dan siber masing-masing 5%.
Sementara itu, Indonesia mencatat penurunan komposit sebesar 3%, melanjutkan tren penurunan selama tiga kuartal terakhir. Penurunan terdalam terjadi pada lini finansial dan profesional (-6%), diikuti oleh properti dan siber (-2% hingga -3%). Kondisi ini menunjukkan kompetisi antar perusahaan asuransi semakin agresif di tengah meningkatnya kapasitas pasar.
Industri Asuransi Tumbuh Tipis, Peran Loss Adjuster Kian Vital Jaga Kepercayaan Publik
Industri asuransi komersial Indonesia mencatat pendapatan premi sebesar Rp246,34 triliun sepanjang Januari–September 2025, tumbuh tipis 0,38% year on year (yoy). Kinerja ini menegaskan pentingnya peran loss adjuster (penilai kerugian asuransi) dalam menjaga objektivitas dan transparansi proses klaim di tengah dinamika industri yang semakin kompleks.
Sebagai salah satu pemain utama di bidang ini, PT Atlas Adjusting Indonesia menegaskan komitmennya untuk tidak hanya berfokus pada pertumbuhan bisnis, tetapi juga membangun ekosistem asuransi yang profesional, kolaboratif, dan berorientasi masa depan. Dalam menghadapi era digital, Atlas mengembangkan sistem pelaporan dan manajemen data berbasis teknologi guna meningkatkan efisiensi dan akurasi hasil analisis klaim.
Direktur PT Atlas Adjusting Indonesia, Hadi Widyanto, menekankan bahwa peran loss adjuster tidak sekadar memastikan klaim berjalan objektif, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap industri asuransi nasional. Ia menilai, masa depan industri asuransi akan semakin kokoh jika seluruh pihak, mulai dari perusahaan asuransi, regulator, hingga loss adjuster bersinergi menjaga integritas dan kepercayaan dalam setiap proses klaim.
Komdigi Peringatkan Risiko Kebocoran Data di Industri Asuransi Akibat Penggunaan AI
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyoroti meningkatnya risiko penyalahgunaan data pribadi di industri asuransi seiring maraknya pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, menyebut otomatisasi layanan seperti klaim dan customer service berbasis AI memang meningkatkan efisiensi, namun juga membuka potensi kerentanan keamanan siber yang serius.
Menurut Nezar, teknologi AI membutuhkan data pribadi dalam jumlah besar untuk melatih modelnya. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kebocoran data dan penyalahgunaan informasi sensitif nasabah. Industri keuangan, termasuk asuransi, bahkan menjadi target utama serangan siber, yang tidak hanya merugikan pengguna tetapi juga mencoreng reputasi perusahaan.
Ia menegaskan bahwa perlindungan data pribadi sudah diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Presiden untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum.
Nezar pun mengimbau agar pelaku industri asuransi lebih memahami hak dan kewajiban terkait pengelolaan data pribadi, serta menerapkan keamanan siber yang optimal demi menjaga kepercayaan publik di era digitalisasi layanan keuangan.
Source: https://www.tempo.co/digital/komdigi-ingatkan-kerentanan-industri-asuransi-gara-gara-ai-2089054
Aset Asuransi Indonesia Tembus Rp1.182 Triliun! OJK Ungkap Kinerja Positif di Tengah Tantangan Ekonomi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri asuransi Indonesia masih tumbuh positif di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hingga September 2025, total aset industri asuransi nasional mencapai Rp1.182,21 triliun, naik 3,39% secara tahunan (YoY).
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan, pertumbuhan ini ditopang oleh dua sektor utama: asuransi non-komersial dan asuransi komersial.
Aset asuransi non-komersial, yang mencakup BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta program jaminan ASN, TNI, dan Polri, mencapai Rp222,67 triliun, naik 1,21% YoY. Pendapatan preminya pun tumbuh 6,09% YoY menjadi Rp143,67 triliun.
Sementara itu, asuransi komersial mencatat total aset Rp958,54 triliun, naik 3,91% YoY, dengan pendapatan premi sebesar Rp246,34 triliun, atau tumbuh 0,38% YoY.
Kinerja positif ini menunjukkan sektor asuransi Indonesia masih tangguh, mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya proteksi keuangan dan kesehatan di tengah dinamika ekonomi global.
Forrester Prediksi 2026: Asuransi Siber dan Mikroasuransi Jadi Penopang Pertumbuhan Industri
Laporan Forrester’s Predictions 2026: Insurance memproyeksikan bahwa industri asuransi global akan mengalami transformasi besar pada 2026. Fokus utama perusahaan asuransi akan bergeser ke tiga area strategis: peningkatan pengalaman pelanggan (CX), ekspansi perlindungan siber, dan pengembangan mikroasuransi untuk menjangkau pasar baru.
Forrester memperkirakan asuransi siber tumbuh 15% pada 2026, dipicu meningkatnya risiko akibat penggunaan kecerdasan buatan (AI). Perusahaan asuransi didorong untuk tidak hanya membayar klaim, tetapi juga berperan aktif dalam mitigasi risiko siber dengan model penjaminan baru yang lebih adaptif terhadap ancaman AI.
Di sisi lain, mikroasuransi diperkirakan tumbuh 5%, seiring meningkatnya permintaan dari pekerja lepas dan pekerja gig di pasar global yang nilainya diproyeksikan menembus US$600 miliar pada 2025.
Sementara itu, tiga perusahaan besar asuransi properti dan umum di Amerika Utara disebut akan menggandakan investasi CX guna memulihkan kepercayaan pelanggan setelah tingkat kepuasan menurun pada 2025.
Principal Analyst Forrester, Rohit Makhijani, menegaskan bahwa AI akan menjadi peluang sekaligus ancaman, dan hanya perusahaan yang beradaptasi dengan inovasi, efisiensi, dan personalisasi layanan yang akan mampu bertahan dan unggul di 2026.
Melihat keseluruhan perkembangan di atas, jelas bahwa industri asuransi sedang memasuki fase penyesuaian besar—baik dari sisi regulasi, kompetisi, risiko teknologi, maupun tuntutan transparansi klaim. Bagi pelaku usaha dan pemilik risiko, setiap perubahan ini membawa implikasi strategis yang perlu diantisipasi sejak dini: mulai dari memperkuat governance dan keamanan data, memanfaatkan momentum penurunan tarif, memastikan desain proteksi sesuai risiko aktual, hingga memilih mitra asuransi dan broker yang mampu memberikan pendekatan konsultatif, bukan sekadar administratif. Ke depan, hanya organisasi yang responsif terhadap perubahan dan proaktif dalam manajemen risiko yang akan mampu mempertahankan ketahanan bisnis dan meningkatkan daya saing di tengah ketidakpastian pasar.
—
JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN AMANKAN FINANCIAL DAN BISNIS ANDA DENGAN ASURANSI YANG TEPAT.
HOTLINE L&G 24 JAM: 0811-8507-773 (PANGGILAN – WHATSAPP – SMS)
Website: lngrisk.co.id
Email: halo@lngrisk.co.id
—

