Liga Asuransi – Industri asuransi di Indonesia tengah memasuki fase penuh dinamika dengan berbagai kebijakan, tantangan, sekaligus peluang besar yang hadir di depan mata. Dari peringatan OJK terkait tingginya rasio klaim, lonjakan aset industri, wacana relaksasi aturan permodalan, hingga suntikan dana segar Rp200 triliun yang diprediksi bakal memicu panen besar bagi sektor asuransi—semuanya menjadi sorotan penting yang tak bisa diabaikan. Berbagai perkembangan ini menunjukkan bahwa industri asuransi bukan hanya menghadapi risiko, tetapi juga sedang berada di titik krusial untuk tumbuh lebih kuat, adaptif, dan berdaya saing tinggi.
Rasio Klaim Tinggi, OJK Warning Industri Asuransi Kredit!
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti masih tingginya rasio klaim di lini usaha asuransi kredit. Kondisi ini dinilai menjadi tantangan serius bagi industri, terutama akibat meningkatnya risiko kredit serta tekanan faktor ekonomi makro yang mempengaruhi kemampuan bayar debitur.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan perlunya perusahaan asuransi memperkuat manajemen risiko. Ia juga menekankan pentingnya seleksi risiko melalui penerapan pricing dan underwriting yang lebih hati-hati.
Lebih lanjut, OJK mendorong industri asuransi kredit agar melakukan langkah strategis, seperti memperbaiki tata kelola, menghadirkan produk yang sehat serta berkelanjutan, hingga meningkatkan transparansi. Menurut Ogi, langkah ini krusial agar asuransi kredit dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai pelindung sistem keuangan.
Dari sisi kinerja industri, total pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi hingga Juli 2025 tercatat mencapai Rp91,13 triliun, atau tumbuh 2,67% secara tahunan (year on year/YoY).
Sementara itu, permodalan industri asuransi jiwa tetap solid. Risk Based Capital (RBC) per Juli 2025 berada di level 312,08%, jauh melampaui ambang batas minimum 120% yang ditetapkan regulator.
Source: https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-soroti-tingginya-rasio-klaim-di-asuransi-kredit
Aset Asuransi Umum Tembus Rp257 Triliun! AAUI Beberkan Rahasia Kenaikannya
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengungkap faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan aset industri asuransi umum hingga pertengahan 2025.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total aset industri asuransi umum mencapai Rp 257,23 triliun per Juni 2025. Angka ini naik 8,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menjelaskan bahwa kenaikan tersebut dipicu oleh kombinasi pertumbuhan nilai investasi dan surplus underwriting yang tetap terjaga. “Selain itu, kontribusi non-investasi seperti premi tertagih juga turut mendukung. Walau ada variasi pertumbuhan antarperusahaan, secara agregat aset industri menunjukkan tren meningkat,” ujarnya, Rabu (17/9/2025).
Lebih lanjut, Budi menuturkan bahwa hingga akhir 2025, pertumbuhan aset masih akan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti kondisi ekonomi makro, daya beli masyarakat, dan dinamika pasar keuangan.
Sementara itu, dari sisi internal, strategi investasi, diversifikasi portofolio, serta manajemen risiko underwriting juga akan menjadi penentu utama. Surplus underwriting pada sejumlah lini usaha diyakini mampu memperkuat kinerja, karena premi yang diperoleh lebih besar dibanding klaim yang dibayarkan. Hal ini menghasilkan keuntungan teknis yang otomatis memperkokoh posisi keuangan perusahaan asuransi umum.
2026, OJK Bakal Longgarkan Aturan Modal Asuransi? Begini Prediksi Pengamat!
Pengamat asuransi, Wahju Rohmanti, memprediksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan kelonggaran terkait pemenuhan ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi pada 2026.
Menurut Wahju, hingga saat ini industri asuransi masih menghadapi tantangan, terutama dari sisi penjualan produk yang belum kembali pulih sepenuhnya. Dalam kondisi tersebut, relaksasi aturan dinilai sebagai langkah realistis agar perusahaan tetap bisa menjalankan operasionalnya dengan baik.
“Memasuki kuartal ketiga, tekanan penjualan di industri asuransi masih cukup nyata,” ujar Wahju, Selasa (16/9/2025).
Ia menambahkan, bila OJK tidak memberi ruang relaksasi, maka perusahaan asuransi perlu menyiapkan skenario alternatif untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum tanpa mengganggu kelangsungan bisnis maupun perlindungan terhadap konsumen.
Relaksasi ekuitas minimum sendiri menjadi isu penting, mengingat aturan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat ketahanan dan stabilitas industri asuransi di tengah ketidakpastian ekonomi global maupun dinamika pasar keuangan.
Mulai 2026! OJK Wajibkan Asuransi Kesehatan Tanggung Klaim Penuh, Co-Payment Turun Jadi 5%
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menyiapkan aturan baru terkait pembagian risiko dalam asuransi kesehatan. Dalam rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang tengah dibahas, batas maksimal tanggungan peserta dalam skema risk sharing diturunkan dari 10 persen menjadi 5 persen.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis (…). Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini merupakan penyempurnaan dari SEOJK 7/2025 yang sebelumnya masih menetapkan batas co-payment sebesar 10 persen. Nantinya, aturan tersebut akan digantikan oleh POJK yang lebih komprehensif.
Lewat regulasi baru ini, setiap perusahaan asuransi kesehatan wajib menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko. Artinya, konsumen berhak memilih produk dengan klaim 100 persen ditanggung perusahaan, meski dengan premi lebih tinggi. Namun, perusahaan tetap diizinkan menawarkan produk dengan skema risk sharing (co-payment) bagi nasabah yang menginginkan premi lebih terjangkau.
Selain menurunkan porsi tanggungan peserta, OJK juga mengganti istilah co-payment menjadi risk sharing. Pergantian istilah ini datang dari masukan perwakilan konsumen yang menilai kata co-payment terlalu menitikberatkan pada biaya.
OJK menekankan pentingnya transparansi. Perusahaan asuransi wajib menyampaikan dengan jelas besaran premi dari setiap produk, sehingga calon nasabah bisa membandingkan antara produk full coverage dengan produk risk sharing sebelum membuat keputusan.
Sebagai perlindungan tambahan, OJK juga menetapkan pengecualian. Untuk klaim akibat keadaan darurat, kecelakaan, maupun penyakit kritis, seluruh biaya akan tetap ditanggung penuh oleh perusahaan asuransi, tanpa ada pembagian risiko.
Aturan baru ini juga akan memuat mekanisme lain, seperti penyesuaian premi yang hanya boleh dilakukan setahun sekali (repricing), kewajiban memberikan ringkasan polis yang mudah dipahami, serta penetapan masa tunggu untuk produk individu maupun kumpulan.
Targetnya, regulasi final mengenai penguatan ekosistem asuransi kesehatan ini disahkan pada akhir 2025 dan mulai berlaku efektif awal 2026. “Kalau ini diundangkan di akhir 2025, harapannya sekitar April 2026 sudah resmi diterapkan,” tutur Ogi.
Source: https://www.antaranews.com/berita/5119045/ojk-menurunkan-batas-co-payment-asuransi-jadi-5-persen
Digitalisasi Asuransi Masih Seret, OJK Ungkap Penyebab & Tantangan Besarnya!
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyoroti masih rendahnya kontribusi premi dari kanal digital di industri asuransi, meski penggunaan teknologi di masyarakat terus meningkat.
“Salah satu tantangan utama sektor asuransi saat ini adalah bagaimana memanfaatkan teknologi dan kanal digital secara optimal,” ujar Ogi dalam pernyataan tertulis, Kamis (18/9/2025).
Data mencatat, hingga Juli 2025, premi yang dihimpun melalui kanal digital baru menyentuh angka 2,61%. Hal ini menunjukkan penetrasi digital di industri asuransi masih jauh dari maksimal.
Ogi menegaskan, OJK mendorong perusahaan asuransi untuk mempercepat transformasi digital agar layanan bisa lebih mudah dijangkau masyarakat. Digitalisasi tidak hanya penting untuk pemasaran, tetapi juga harus diterapkan dalam tata kelola, manajemen risiko, hingga pelayanan klaim yang lebih cepat, transparan, dan akuntabel.
Selain soal digitalisasi, OJK juga menekankan pentingnya pemerataan akses asuransi ke luar Pulau Jawa. Pasalnya, penetrasi asuransi masih terkonsentrasi di perkotaan, sementara banyak wilayah lain belum tersentuh secara optimal. Bersama Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), OJK akan memperkuat literasi masyarakat tentang produk asuransi sekaligus menghadirkan produk yang sesuai kebutuhan lokal.
Di sisi lain, Ogi juga mengingatkan tantangan berat yang dihadapi lini usaha asuransi kredit. Rasio klaim yang tinggi masih menjadi masalah, dipicu oleh meningkatnya risiko kredit dan tekanan ekonomi makro. Karena itu, perusahaan asuransi diminta memperkuat manajemen risiko dengan menerapkan pricing dan underwriting yang lebih hati-hati.
“OJK mendorong industri untuk memperbaiki tata kelola, mengembangkan produk asuransi kredit yang lebih sehat, serta meningkatkan transparansi agar benar-benar bisa berfungsi sebagai pelindung sistem keuangan,” tegas Ogi.
Dana Rp200 Triliun Digelontorkan! Industri Asuransi Diprediksi Panen Besar
Pemerintah resmi menyalurkan dana segar sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat likuiditas perbankan sekaligus mempercepat penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif.
Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) sekaligus Ketua Umum Apparindo, Yulius Bhayangkara, menilai keputusan tersebut bisa menjadi angin segar bagi industri asuransi. Menurutnya, dengan dana jumbo masuk ke perbankan, otomatis bank harus segera menyalurkan kredit ke berbagai sektor, termasuk yang berkaitan langsung dengan industri asuransi.
“Kalau dana sebesar itu masuk ke bank, mereka tentu harus segera menyalurkannya,” ujar Yulius, Kamis (18/9/2025).
Ia memperkirakan sebagian besar kredit akan diarahkan ke sektor konsumtif, seperti pembiayaan kendaraan bermotor melalui leasing, peer-to-peer lending, maupun saluran pembiayaan lainnya. Kondisi ini membuka peluang besar bagi industri asuransi, karena setiap kredit dan aset yang dibiayai akan membutuhkan perlindungan.
Lebih jauh, Yulius menyebut peluang ini tidak hanya terbatas pada asuransi kredit, tapi juga mencakup asuransi jiwa kredit, asuransi aset, hingga asuransi properti, terutama bila pembangunan padat karya ikut terdorong. Menurutnya, jika perputaran kredit berjalan, maka sektor asuransi akan menikmati dampak ganda.
Ia juga menekankan pentingnya eksekusi yang tepat sasaran. Kebijakan ini bisa menjadi quick win bagi industri keuangan apabila dana benar-benar masuk ke sektor riil. “Kalau hanya diputar di SBN, dampaknya ke masyarakat dan ekonomi riil tidak akan terasa. Harapannya, dana ini benar-benar mengalir ke sektor produktif sehingga memberi efek berganda, termasuk bagi industri asuransi,” jelasnya.
Yulius optimistis penyaluran dana bisa lebih cepat melalui kanal pembiayaan yang sudah ada seperti fintech dan leasing, tanpa harus menunggu infrastruktur baru. Dengan begitu, pergerakan ekonomi bisa lebih cepat terjadi dan industri asuransi pun akan ikut merasakan lonjakan manfaat dari meningkatnya perlindungan aset maupun pembiayaan kredit.
Rugi Besar Akibat Banjir Bali, Ini Pentingnya Perluasan Asuransi Bencana Alam
Banjir besar yang melanda Bali baru-baru ini menimbulkan kerugian signifikan pada aset masyarakat, mulai dari properti hingga kendaraan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menegaskan bahwa musibah seperti ini menjadi pengingat pentingnya perluasan perlindungan asuransi terhadap risiko bencana alam, khususnya banjir.
Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menjelaskan bahwa banjir bukanlah risiko yang otomatis tercakup dalam polis standar. “Agar nasabah bisa mendapatkan perlindungan penuh, dibutuhkan klausul perluasan (extended coverage),” ujarnya kepada Kontan, Rabu (17/9/2025).
Budi juga menekankan bahwa perubahan iklim yang memicu cuaca ekstrem kini menjadikan proteksi banjir bukan lagi sekadar opsi tambahan, melainkan kebutuhan krusial untuk menjaga keberlangsungan aset dan ketahanan finansial masyarakat.
Terkait nilai kerugian akibat banjir Bali, Budi menyebut pihaknya masih menunggu laporan resmi dari perusahaan asuransi anggota AAUI. Data klaim, baik untuk properti maupun kendaraan, masih dalam tahap rekapitulasi. Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, klaim terbanyak biasanya berasal dari sektor kendaraan bermotor dan properti yang terdampak langsung.
Beberapa perusahaan asuransi umum bahkan sudah mulai menerima pengajuan klaim. PT Asuransi Simas Insurtech, misalnya, mencatat tiga laporan klaim kendaraan akibat banjir dengan estimasi kerugian maksimal mencapai Rp700 juta. Hal serupa juga terjadi pada PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI) yang menerima enam klaim kendaraan hingga 15 September 2025, di mana lima di antaranya sudah memiliki perluasan perlindungan banjir.
Wakil Presiden Direktur ACPI, Nico Prawiro, menegaskan pentingnya memperluas perlindungan banjir. Menurutnya, klausul tambahan ini bisa menjadi penyelamat finansial pemegang polis ketika menghadapi bencana yang datang tanpa peringatan.
Rangkaian berita terbaru ini menegaskan betapa vitalnya peran industri asuransi dalam menopang stabilitas keuangan sekaligus memberikan perlindungan nyata bagi masyarakat dan dunia usaha. Meski sejumlah tantangan seperti digitalisasi, manajemen risiko, hingga bencana alam masih membayangi, peluang yang terbuka di depan sangatlah besar. Dengan strategi yang tepat, dukungan regulasi, serta kesadaran masyarakat yang terus meningkat, industri asuransi Indonesia berpotensi bukan hanya bertahan, melainkan melaju menjadi salah satu pilar penting pembangunan ekonomi nasional.
—
JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN AMANKAN FINANCIAL DAN BISNIS PERTAMBANGAN ANDA DENGAN ASURANSI YANG TEPAT.
HOTLINE L&G 24 JAM: 0811-8507-773 (PANGGILAN – WHATSAPP – SMS)
Website: lngrisk.co.id
Email: halo@lngrisk.co.id
—