Liga Asuransi – Dalam upaya mewujudkan transisi energi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, biomassa kini muncul sebagai salah satu sumber energi hijau yang paling menjanjikan di Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, mulai dari limbah pertanian, perkebunan, hingga kehutanan, Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Potensi besar ini tidak hanya mendukung target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, tetapi juga membuka peluang investasi yang luas bagi sektor swasta, BUMN, maupun investor asing yang melihat biomassa sebagai sektor strategis dengan pertumbuhan jangka panjang. Seiring meningkatnya kebutuhan energi dan tuntutan global akan energi bersih, biomassa perlahan berubah dari “sumber daya tidur” menjadi komoditas panas yang diperebutkan banyak pihak.
Namun, di balik peluang besar tersebut, pengembangan proyek biomassa juga membawa tantangan tersendiri, mulai dari ketersediaan pasokan bahan baku, logistik, regulasi, hingga perlunya dukungan finansial dan proteksi risiko yang matang. Di sinilah peran asuransi proyek energi terbarukan menjadi sangat penting untuk memberikan kepastian dan kepercayaan kepada seluruh stakeholder.
Potensi & Tren Terkini Biomassa di Indonesia
Pemanfaatan biomassa di Indonesia kini makin mendapat sorotan serius, terutama sebagai bagian dari strategi transisi energi bersih dan pengurangan emisi karbon. Berikut beberapa fakta dan tren penting yang bisa menjadi landasan artikel:
-
Target 3 juta ton biomassa 2025
PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) menetapkan target penggunaan biomassa hingga 3 juta ton tahun ini, sebagai bagian dari usaha mendukung bauran energi bersih dan mengurangi emisi. (plnepi.co.id)
Dari 2021 ke 2024, volume pemanfaatan biomassa meningkat dari sekitar 312 ribu ton ke 1,8 juta ton. (Liputan6)
-
Potensi limbah pertanian & kelapa sawit
Indonesia memiliki potensi biomassa dari limbah pertanian, perkebunan, dan sisa industri yang sangat besar. Misalnya, produksi biomassa dari perkebunan kelapa sawit dunia diperkirakan mencapai 424 juta ton per tahun, yang mencakup tandan kosong, pelepah, batang, dan cangkang. (haisawit.co.id)
Industri biomassa Indonesia juga mulai menembus pasar ekspor: produk biomassa seperti palm kernel shell (PKS) dan wood pellet meraih transaksi senilai sekitar Rp 1,04 triliun di Jepang. (Kontan)
-
Implementasi Co-Firing & Kebijakan Energi
Biomassa sudah digunakan sebagai bahan bakar campuran (co-firing) di PLTU untuk menurunkan proporsi batubara. Pada 2024, PLN mengimplementasikan co-firing biomassa di 47 PLTU, dengan total konsumsi biomassa sekitar 1,62 juta ton dan pengurangan emisi sekitar 1,87 juta ton CO₂. (Forest Watch Indonesia)
Dengan skema tersebut, kontribusi energi terbarukan non-variabel dari biomassa meningkat menjadi 1,86% terhadap bauran energi PLTU. (Forest Watch Indonesia)
-
Inisiatif Korporasi & Investor
Beberapa perusahaan juga bergerak nyata: misalnya, PTBA (Perusahaan Batu Bara) melakukan uji coba co-firing wood pellet di PLTU Tanjung Enim sebagai bagian dari langkah menuju energi bersih. (ptba.co.id)
Perum Perhutani juga merencanakan pembangunan tiga pabrik biomassa di area hutan tanaman energi dengan investasi sekitar Rp 133,6 miliar, ditargetkan beroperasi akhir 2025. (joss.co.id)
-
Risiko Deforestasi & Legalitas
Meskipun potensi besar, pemanfaatan biomassa juga menghadapi kritik terhadap dampak deforestasi dan keberlanjutan bahan baku. Misalnya, impor pelet kayu dari Indonesia meningkat tajam, dan ada kekhawatiran bahwa produksi tersebut mendorong konversi lahan hutan alami menjadi lahan produksi biomassa. Forest Watch Indonesia
Dampak Ekonomi & Peluang Investasi Biomassa Indonesia
Pemanfaatan biomassa bukan hanya menjadi solusi untuk transisi energi bersih, tetapi juga mulai terbukti memberikan multiplier effect ekonomi yang signifikan, baik di level nasional maupun daerah. Dari penyediaan lapangan kerja, peluang ekspor, hingga keterlibatan pelaku usaha lokal—biomassa semakin menjadi sektor strategis yang layak diperhitungkan.
1. Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal
Biomassa seringkali bersumber dari limbah pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman energi yang tersebar luas di berbagai daerah Indonesia. Hal ini membuka peluang besar bagi petani dan koperasi lokal untuk ikut dalam rantai pasok, mulai dari pengumpulan bahan baku hingga produksi wood pellet atau palm kernel shell (PKS).
Menurut data Kementerian ESDM, implementasi co-firing biomassa di PLTU hingga 2024 telah membuka lebih dari 10.000 lapangan kerja baru di sektor pengumpulan dan pengolahan biomassa, khususnya di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Menurut data Kementerian ESDM, implementasi co-firing biomassa di PLTU hingga 2024 telah membuka lebih dari 10.000 lapangan kerja baru di sektor pengumpulan dan pengolahan biomassa, khususnya di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
2. Ekspor Bernilai Tinggi ke Pasar Internasional
Pasar internasional—terutama Jepang, Korea Selatan, dan Eropa—mulai melirik biomassa Indonesia sebagai sumber energi alternatif batubara. Jepang, misalnya, menjadi pembeli terbesar PKS dari Indonesia, dengan nilai transaksi ekspor mencapai Rp 1,04 triliun pada 2024. Ini menjadi peluang emas bagi produsen lokal untuk memperluas skala produksi, standar kualitas, dan legalitas ekspor.
Selain itu, negara-negara Eropa mulai mencari alternatif pasokan setelah konflik energi global, sehingga Indonesia berpotensi menjadi hub biomassa Asia bila dapat memastikan keberlanjutan dan stabilitas pasokan.
Selain itu, negara-negara Eropa mulai mencari alternatif pasokan setelah konflik energi global, sehingga Indonesia berpotensi menjadi hub biomassa Asia bila dapat memastikan keberlanjutan dan stabilitas pasokan.
3. Daya Tarik Investasi Besar untuk Proyek Pembangkit
PLN telah memetakan lebih dari 50 lokasi PLTU yang potensial untuk program co-firing biomassa secara berkelanjutan. Hal ini mendorong lahirnya skema bisnis baru: mulai dari Power Purchase Agreement (PPA) untuk PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) hingga kemitraan jangka panjang antara PLN dan produsen biomassa.
Perum Perhutani, misalnya, tengah membangun tiga pabrik biomassa dengan kapasitas produksi total sekitar 130.000 ton/tahun, yang ditargetkan beroperasi pada 2025. Nilai investasinya mencapai Rp 133,6 miliar, dan proyek ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lokal serta mendukung pasokan bahan baku co-firing PLTU Jawa-Bali.
4. Dukungan Kebijakan & Insentif
Pemerintah Indonesia melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan porsi energi terbarukan mencapai 23% pada tahun 2025, di mana biomassa diharapkan menjadi salah satu kontributor signifikan. Dukungan diberikan melalui:
-
Skema feed-in tariff untuk PLTBm skala kecil hingga menengah,
-
Kemudahan perizinan dan penyediaan lahan Hutan Tanaman Energi,
-
Insentif fiskal untuk investasi peralatan produksi biomassa dan pembangkit.
Selain itu, regulasi penurunan emisi dan mekanisme perdagangan karbon mulai membuka peluang tambahan berupa pendapatan dari carbon credit, yang bisa meningkatkan kelayakan finansial proyek biomassa.
5. Peluang untuk Sektor Asuransi & Pembiayaan
Investasi biomassa, seperti pembangunan pabrik wood pellet atau PLTBm, membutuhkan proteksi yang komprehensif terhadap risiko kebakaran, gangguan operasional, hingga risiko tanggung jawab pihak ketiga.
L&G Insurance Broker, sebagai spesialis penjaminan proyek energi terbarukan, siap mendampingi pengembang dan investor dalam penyusunan program Property All Risks, Erection All Risks, serta Liability Insurance yang sesuai standar internasional. Dengan dukungan proteksi ini, proyek biomassa dapat lebih mudah memperoleh pembiayaan dari bank dan lembaga keuangan.
Tantangan & Strategi Keberlanjutan Biomassa Indonesia
Meski potensi biomassa Indonesia sangat besar, realisasi pengembangan sektor ini tidak lepas dari berbagai tantangan, baik dari sisi teknis, ekonomi, maupun regulasi. Jika tidak dikelola dengan strategi yang matang, peluang besar ini bisa tertahan di level wacana tanpa memberikan dampak optimal terhadap transisi energi nasional.
1. Keterbatasan Pasokan Bahan Baku Konsisten
Salah satu tantangan utama biomassa adalah keberlanjutan pasokan bahan baku dalam jumlah besar dan kualitas seragam. Banyak proyek co-firing PLTU yang sempat terkendala karena pasokan PKS atau wood pellet tidak stabil, baik dari sisi volume maupun kadar air dan kalori.
Indonesia memiliki bahan baku melimpah dari limbah pertanian (sekam padi, tongkol jagung), perkebunan (cangkang sawit, tandan kosong), dan hutan tanaman energi. Namun, rantai pasok ini masih tersebar, belum terintegrasi dengan sistem logistik yang efisien. Di banyak wilayah, pengumpulan bahan baku masih mengandalkan sistem tradisional, sehingga biaya transportasi dan penyimpanan menjadi tinggi.
Indonesia memiliki bahan baku melimpah dari limbah pertanian (sekam padi, tongkol jagung), perkebunan (cangkang sawit, tandan kosong), dan hutan tanaman energi. Namun, rantai pasok ini masih tersebar, belum terintegrasi dengan sistem logistik yang efisien. Di banyak wilayah, pengumpulan bahan baku masih mengandalkan sistem tradisional, sehingga biaya transportasi dan penyimpanan menjadi tinggi.
2. Teknologi dan Infrastruktur Masih Terbatas
Investasi biomassa, seperti pembangunan pabrik wood pellet atau PLTBm, membutuhkan proteksi yang komprehensif terhadap risiko kebakaran, gangguan operasional, hingga risiko tanggung jawab pihak ketiga.
L&G Insurance Broker, sebagai spesialis penjaminan proyek energi terbarukan, siap mendampingi pengembang dan investor dalam penyusunan program Property All Risks, Erection All Risks, serta Liability Insurance yang sesuai standar internasional. Dengan dukungan proteksi ini, proyek biomassa dapat lebih mudah memperoleh pembiayaan dari bank dan lembaga keuangan.
3. Kepastian Regulasi & Skema Tarif
Investor biomassa masih menghadapi ketidakpastian tarif listrik dan durasi kontrak jual beli (PPA) yang cukup panjang prosesnya. Meski PLN telah berkomitmen terhadap program co-firing, banyak pengembang mengeluhkan proses administrasi yang rumit serta insentif yang belum cukup menarik untuk mengimbangi risiko investasi.
Selain itu, mekanisme perdagangan karbon dan sertifikasi keberlanjutan (sustainability certification) untuk biomassa ekspor masih terus berkembang, sehingga pelaku usaha harus adaptif terhadap perubahan standar global.
4. Persaingan dengan Komoditas Ekspor Lain
PKS dan wood pellet kini menjadi komoditas ekspor yang sangat diminati. Akibatnya, beberapa pemasok lebih memilih menjual ke pasar luar negeri dengan harga tinggi, dibanding memenuhi kebutuhan lokal untuk co-firing PLTU. Jika tidak ada kebijakan yang menyeimbangkan ekspor dan kebutuhan domestik, maka program biomassa dalam negeri bisa kalah bersaing secara harga dan pasokan.
Strategi Keberlanjutan untuk Menjawab Tantangan
Untuk memastikan biomassa benar-benar menjadi “harta karun energi hijau”, beberapa strategi berikut menjadi kunci keberhasilan ke depan:
-
Integrasi rantai pasok antara petani, koperasi, industri pengolahan, dan pembangkit untuk menjamin kontinuitas bahan baku.
-
Pembangunan infrastruktur logistik & teknologi biomassa di daerah penghasil utama untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan kualitas output.
-
Kebijakan tarif dan kontrak jangka panjang yang lebih menarik dan jelas, sehingga memberikan kepastian bagi investor dan perbankan.
-
Pengembangan pasar domestik & ekspor seimbang, dengan insentif untuk memastikan ketersediaan pasokan biomassa bagi program energi nasional.
-
Perlindungan asuransi dan jaminan proyek sejak tahap perencanaan, agar proyek biomassa bisa memperoleh pendanaan dengan lebih mudah dan terlindungi dari risiko operasional.
L&G Insurance Broker siap menjadi mitra strategis dalam setiap tahap pengembangan proyek biomassa—mulai dari studi kelayakan, kontrak EPC, hingga fase operasional—dengan solusi proteksi komprehensif yang disesuaikan untuk sektor energi terbarukan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Potensi biomassa di Indonesia bukan lagi sekadar peluang, melainkan “harta karun” energi hijau yang tengah diburu investor global. Dengan ketersediaan sumber daya melimpah dari limbah pertanian, kehutanan, dan perkebunan, biomassa dapat menjadi jawaban nyata atas kebutuhan energi bersih dan berkelanjutan. Namun, seiring meningkatnya investasi dan ekspansi proyek biomassa, risiko-risiko operasional, teknis, dan finansial pun ikut membesar — mulai dari potensi kerusakan peralatan, gangguan suplai bahan baku, hingga tanggung jawab hukum akibat pencemaran.
Di sinilah peran asuransi proyek energi terbarukan menjadi sangat krusial. Perlindungan yang tepat tidak hanya menjaga kelangsungan bisnis, tetapi juga meningkatkan kepercayaan investor dan lembaga pembiayaan terhadap kelayakan proyek biomassa di Indonesia. Para pelaku usaha perlu memastikan bahwa setiap tahapan — dari konstruksi, pengiriman peralatan, hingga operasi — telah dilindungi dengan skema asuransi yang komprehensif.
Jika Anda adalah EPC, developer, atau investor energi hijau, saatnya mengambil langkah konkret untuk mengamankan proyek biomassa Anda. L&G Insurance Broker siap membantu Anda merancang solusi asuransi yang sesuai dengan karakteristik proyek dan kebutuhan bisnis Anda.
📞 Hubungi L&G Insurance Broker di 0811-8507-773 untuk konsultasi gratis dan proteksi menyeluruh terhadap proyek energi hijau Anda.