OJK Membebaskan Pialang Asuransi Global Insurance Broker dari Sanksi PKU
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini membuat keputusan yang signifikan dengan mencabut sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) yang sebelumnya dikenakan pada PT Global Insurance Broker. Pengumuman ini tiba pada tanggal 16 Oktober 2023 setelah surat resmi Nomor S-12/PD.1/2023 yang dikeluarkan pada 29 September 2023. PT Global Insurance Broker, yang berlokasi di Jalan Senopati Nomor 21, Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekarang diizinkan untuk melanjutkan layanan keperantaraan asuransi mereka.
Keputusan pencabutan sanksi PKU ini disampaikan oleh Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila. Pencabutan tersebut berdasarkan pemenuhan dua ketentuan penting. Pertama, sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Peraturan OJK (POJK) Nomor 68/POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pialang Asuransi, perusahaan harus mendapatkan persetujuan dari OJK sebelum melakukan perubahan kepemilikan. Kedua, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan, calon pihak utama harus mendapatkan persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai pihak utama.
Pencabutan sanksi PKU ini memungkinkan PT Global Insurance Broker untuk kembali memberikan layanan keperantaraan asuransi. Sebelumnya, OJK memberlakukan sanksi pembatasan kegiatan usaha pada Global Insurance Broker melalui surat Nomor S-28/NB.1/2021 yang diberlakukan pada 22 November 2022 dan berlangsung selama tiga bulan. Pada saat itu, OJK mengklaim bahwa sanksi PKU tersebut diterapkan karena PT Global Insurance Broker melanggar ketentuan Pasal 46 ayat (1) POJK Nomor 68/POJK.05/2016 dan Pasal 2 ayat (1) POJK Nomor 27/POJK.03/2016. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Deputi Komisioner Pengawas IKNB I OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan alasan di balik sanksi PKU tersebut.”
Generali Indonesia Mengkaji Kembali Strategi Investasinya Pasca Kenaikan BI Rate hingga 6%
PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (Generali Indonesia) telah merespons langkah Bank Indonesia (BI) yang meningkatkan suku bunga acuan, BI rate, ke tingkat 6%. Keputusan tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Oktober 2023, yang menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 25 basis poin (bps) untuk memperkuat stabilitas rupiah dan merespons ketidakpastian global yang tinggi serta potensi dampaknya terhadap inflasi barang impor. Generali Indonesia melihat kenaikan BI rate sebagai langkah yang bertujuan menjaga stabilitas rupiah dan stabilitas makroekonomi.
Head of Investment Generali Indonesia, Ignatius Philip, menekankan pentingnya stabilitas makroekonomi sebagai faktor pendukung pertumbuhan industri, termasuk industri asuransi. Dia mencatat bahwa investasi selalu berada dalam perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial ekonomi dan lainnya. Dalam menghadapi perubahan ini, Generali Indonesia berkomitmen untuk menyesuaikan strategi investasinya dan alokasi portofolio investasi agar dapat meningkatkan kinerja investasi secara berkelanjutan.
Ignatius menjelaskan bahwa Generali Indonesia mematuhi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam alokasi dan pengelolaan portofolio investasinya. Mereka juga memiliki proses pengawasan yang ketat, termasuk melalui komite investasi, baik di tingkat regional maupun secara grup. Pengelolaan alokasi investasi dilakukan dengan berbagai strategi yang mempertimbangkan aspek jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Generali Indonesia juga mencakup berbagai instrumen dalam portofolio investasinya, dengan kepemilikan saham-saham blue chip, saham-saham dengan kapitalisasi besar (big cap), dan saham-saham dengan kapitalisasi kecil (small cap). Ignatius mengingatkan bahwa nilai saham bisa fluktuatif akibat berbagai faktor seperti sentimen pasar dan perubahan suku bunga. Generali Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga kinerja investasinya di tengah dinamika pasar yang berubah.
Pendapatan Premi Asuransi Melonjak hingga Rp228,51 Triliun di Kuartal III/2023 Menurut OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis data mengenai akumulasi pendapatan premi asuransi selama periode Januari hingga September 2023, mencapai angka besar sebesar Rp228,51 triliun. Meskipun jumlah tersebut menunjukkan penurunan sebesar 1,57% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu September 2022, ketika pendapatan premi asuransi mencapai Rp232,16 triliun dengan pertumbuhan sekitar 2,93% secara tahunan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa meskipun pendapatan premi asuransi jiwa masih mengalami kontraksi sebesar 7,93% secara tahunan dengan total Rp132 triliun pada September 2023, ada perbaikan yang terlihat terutama dalam lini usaha PAYDI (unit-linked).
Di sisi lain, OJK mencatat bahwa akumulasi premi asuransi umum dan reasuransi tetap menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 8,71% secara tahunan, meningkat dari Rp88,74 triliun pada September 2022 menjadi Rp96,47 triliun.
OJK juga memberikan informasi mengenai permodalan asuransi yang diukur melalui indikator risk-based capital (RBC), yang tetap dalam kondisi baik. Asuransi umum dan reasuransi, serta asuransi jiwa, mencatatkan RBC di atas threshold 120%. Rincian data menunjukkan bahwa RBC untuk asuransi umum dan reasuransi mencapai 308,97%, sementara RBC untuk asuransi jiwa mencapai 451,23% pada September 2023.
Selain itu, OJK juga memberikan informasi mengenai asuransi sosial di Indonesia. Total aset BPJS Kesehatan mencapai Rp117,29 triliun pada September 2023, tumbuh sekitar 8,84% secara tahunan dari Rp112,89 triliun. Selama periode yang sama, total aset BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp709,87 triliun, mengalami pertumbuhan sekitar 12,98% secara tahunan dari sebelumnya hanya Rp645,06 triliun.
Data ini memberikan gambaran tentang dinamika industri asuransi di Indonesia, menggambarkan tantangan dan peluang yang dihadapi serta potensi pertumbuhan yang masih terjaga dengan baik.
Keputusan Terbaru OJK: Bank Menanggung 25% Risiko dalam Asuransi Kredit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membeberkan sejumlah poin penting dalam Rencana Peraturan OJK (RPOJK) terkait asuransi kredit yang tengah dipersiapkan. OJK bertujuan untuk menggantikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2008 yang mengatur Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.
Salah satu poin utama dalam POJK asuransi kredit adalah pembagian risiko (risk sharing) antara bank dan perusahaan asuransi. Dalam peraturan tersebut, bank akan bertanggung jawab terhadap 25% risiko, dengan 75% sisanya dialihkan kepada perusahaan asuransi.
OJK juga memperbarui ketentuan terkait subrogasi, membatasi biaya akuisisi menjadi maksimal 10% (sebelumnya 20%), dan mengatur bahwa jangka waktu pertanggungan maksimal hanya 5 tahun, bahkan jika kredit yang diasuransikan memiliki jangka waktu lebih lama.
Selain itu, POJK asuransi kredit mengklarifikasi bahwa asuransi umum tidak dapat memberikan pertanggungan terhadap asuransi jiwa, membatasi klaim yang dapat diajukan oleh bank, dan memberikan perusahaan asuransi akses ke data terkait kredit dan debitur yang diasuransikan.
Ini adalah bagian dari serangkaian POJK yang akan dikeluarkan oleh OJK sebagai aturan turunan dari Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK). Keputusan OJK ini telah memunculkan perdebatan tentang porsi pembagian risiko antara bank dan perusahaan asuransi, serta dampaknya terhadap premi asuransi kredit.
Dengan serangkaian peraturan baru yang akan dikeluarkan oleh OJK, industri asuransi dan perbankan di Indonesia akan menghadapi perubahan signifikan dalam regulasi yang mengatur asuransi kredit.
Penyebab di Balik Keputusan Direktur Bank Mandiri Melepas Saham AXA Insurance
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah melepas seluruh saham mereka, sebanyak 20 persen, di PT AXA Insurance Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai PT Mandiri AXA General Insurance (MAGI). Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri, Sigit Prastowo, menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut.
Sigit Prastowo menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat fokus bisnis dan mengoptimalkan permodalan. Meskipun keputusan ini telah diambil, Sigit menyatakan bahwa divestasi di AXA Insurance Indonesia tidak akan berdampak signifikan terhadap laba Bank Mandiri, mengingat kontribusi MAGI terhadap perusahaan tidak signifikan.
Meski melepas saham AXA Insurance Indonesia, Bank Mandiri tetap akan menjalankan kerjasama dengan AXA melalui AXA Mandiri Financial Services (AMFS) di bidang asuransi jiwa. Bank Mandiri akan terus mengembangkan potensi bisnis di sektor ini.
Sementara itu, Bank Mandiri secara keseluruhan mencatatkan kinerja yang baik, dengan laba bersih tumbuh sebesar 31,5% secara tahunan, mencapai Rp7,9 triliun pada kuartal III/2023. Bank Mandiri berencana untuk memaksimalkan sinergi dan kolaborasi dalam Mandiri Grup guna menyediakan layanan ekosistem jasa keuangan yang komprehensif kepada lebih dari 30 juta pelanggan.
Pelepasan saham AXA Insurance Indonesia telah dilakukan melalui transfer 138.000 saham atau 20 persen kepemilikan kepada Anil Panjwani dan Manoj Ramkrashin Tolani pada Oktober 2023. Setelah transaksi ini, Bank Mandiri tidak lagi memiliki saham di AXA Insurance Indonesia.
Transaksi ini tidak memenuhi kriteria sebagai transaksi material, transaksi afiliasi, atau transaksi benturan kepentingan berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keputusan untuk melepas saham AXA Insurance Indonesia merupakan bagian dari strategi untuk memperkuat konsolidasi perusahaan anak dalam Bank Mandiri Group dan mencapai hasil investasi yang optimal.
Selain itu, transaksi ini tidak akan memengaruhi kerjasama bancassurance antara Bank Mandiri dan AXA Insurance Indonesia melalui PT AXA Mandiri Financial Services.
Upaya Strategis Igloo untuk Mendorong Penetrasi Asuransi Mikro
Perusahaan teknologi asuransi (insurtech) Igloo telah mengambil pendekatan kolaboratif dengan Bukalapak dan Dana untuk memasarkan produk asuransi mikro ke masyarakat Indonesia. Menurut Country Manager Igloo Indonesia, Henry Mixson, produk ini mencakup asuransi untuk ponsel, dan Igloo telah menjalin kerjasama dengan Bukalapak dan Dana untuk mengintegrasikan produk asuransi dengan produk yang mereka jual. Misalnya, saat seseorang membeli ponsel, mereka juga dapat membeli asuransi untuk gadget mereka. Dalam kerjasama dengan Dana, Igloo juga menawarkan asuransi proteksi makanan, yang memungkinkan pengguna membeli asuransi saat melakukan pembelian makanan melalui DANA, sehingga mereka mendapatkan perlindungan jika mengalami keracunan makanan.
Henry mengungkapkan bahwa dengan mudahnya membeli produk asuransi mikro melalui platform e-commerce dan aplikasi, masyarakat dapat menjadi lebih akrab dengan konsep asuransi. Igloo berharap bahwa setelah masyarakat mengenal asuransi dengan produk-produk kecil, mereka akan lebih percaya diri dan cenderung membeli produk asuransi yang lebih besar, seperti asuransi kendaraan.
Henry juga mencatat bahwa penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Dia mengungkapkan bahwa tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai 2,27%, sementara negara seperti Singapura memiliki tingkat penetrasi sebesar 9,5%. Henry menyoroti bahwa angka ini juga mencakup asuransi sosial seperti BPJS Kesehatan dan asuransi Jasa Raharja, sehingga tingkat penetrasi asuransi umum masih lebih rendah.
Selain mendukung penetrasi asuransi, Igloo memiliki target untuk meningkatkan Premi Tertulis Bruto (GWP) yang mereka bukukan hingga tiga kali lipat. Igloo juga berambisi untuk mencapai jutaan polis per bulan dan meningkatkan jumlah mitra bisnis hingga 50.000.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sedang mendorong program asuransi wajib di Indonesia, yang akan mewajibkan asuransi untuk kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti konser dan pertandingan olahraga, serta asuransi kendaraan tanggung jawab hukum pihak ketiga (Third Party Liability). OJK telah menetapkan target untuk meningkatkan tingkat penetrasi asuransi di Indonesia hingga 3,2% dengan densitas asuransi mencapai Rp2,4 juta per penduduk dalam Roadmap Perasuransian 2023-2027.
OJK Mengumumkan Dua Perusahaan Asuransi Syariah Berhenti Beroperasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa dua perusahaan asuransi berencana menghentikan operasi bisnis syariah mereka karena kewajiban pemisahan unit bisnis. Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, menyatakan bahwa keputusan untuk tidak melanjutkan bisnis syariah diambil karena volume bisnis dalam unit syariah perusahaan tersebut dianggap masih kecil.
“Kedua perusahaan tersebut bermaksud menghentikan operasi asuransi syariah karena skala bisnis dalam unit syariah keduanya dianggap minimal,” ujar Ogi dalam jawaban tertulis selama konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang diadakan baru-baru ini pada tanggal 30 Oktober 2023.
Sayangnya, OJK tidak mengungkapkan nama perusahaan asuransi (UUS) yang telah menyatakan niat mereka untuk keluar dari industri asuransi syariah. Selanjutnya, Ogi menyebutkan bahwa hingga saat ini, belum ada perusahaan yang mengajukan perubahan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS) kepada OJK.
Perlu diketahui bahwa, terkait dengan mekanisme pemisahan, perubahan RKPUS harus diimplementasikan paling lambat pada tanggal 31 Desember 2023. “Sehingga kita belum mengetahui jumlah perusahaan yang akan melanjutkan atau menghentikan bisnis asuransi syariah, beserta jangka waktu pelaksanaannya,” tambahnya.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menjelaskan bahwa saat ini regulator meminta perusahaan asuransi dengan UUS untuk mengajukan RKPUS. Mereka diwajibkan untuk mengajukan rencana pemisahan paling lambat pada akhir Desember 2023. Iwan menjelaskan bahwa salah satu komponen RKPUS harus mencakup timeline atau rentang waktu pemisahan UUS. Atau, alternatifnya, rencana perusahaan untuk menjual unit bisnis syariah.
“Contohnya, jika mereka ingin menjual atau jika mereka tidak bersedia melakukan upaya pemisahan, ada yang telah menyatakan ketidaksetujuan. Baru-baru ini, dua perusahaan mengumumkan keputusan mereka untuk tidak melanjutkan pemisahan,” kata Iwan dalam pertemuan di Jakarta.
Iwan mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan asuransi telah mengindikasikan keputusan mereka untuk menghentikan bisnis syariah. “Sudah ada perusahaan yang telah menetapkan dalam RKPUS mereka bahwa mereka tidak ingin melanjutkan bisnis syariah di masa depan. Jadi, kami akan memantau hingga tahun 2023 atau 2024 untuk melihat apakah masih ada yang berlaku. Jika masih ada, kami harus menentukan tempat mereka harus dipindahkan,” demikian Iwan.
Artikel ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker.
—
MENCARI PRODUK ASURANSI? JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN HUBUNGI KAMI SEKARANG
24 JAM L&G HOTLINE: 0811-8507-773 (CALL – WHATSAPP – SMS)
website: lngrisk.co.id
Email: customer.support@lngrisk.co.id
—