Industri Asuransi

Equitas Dan Modal Setor: Paradigma Baru Dalam Permodalan Asuransi Indonesia

Artikel ini ditulis oleh  Irvan Rahardjo dan Wahju Rohmanti dalam Harian Bisnis Indonesia edisi e paper tanggal 29 /7/2023 dengan judul “Permodalan Asuransi : Modal Setor vs Ekuitas”

Liga Asuransi – Industri asuransi Indonesia kini berada di ambang perubahan besar, seiring rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan aturan klasifikasi perusahaan asuransi berdasarkan modal minimum, mirip dengan Ketentuan Batas Modal Inti (KBMI) pada sektor perbankan. 

Artikel ini menyajikan pandangan mendalam terkait rencana tersebut, menjelaskan dampaknya terhadap perusahaan asuransi, pemegang polis, dan masyarakat pada umumnya. 

Dengan memperhatikan perubahan signifikan dalam persyaratan modal, penulis membahas implikasi terhadap struktur industri, tantangan bagi pelaku kecil, serta langkah-langkah yang diambil OJK untuk memastikan keadilan usaha dan keamanan pemegang polis. Selamat menelusuri wacana permodalan dalam industri asuransi Indonesia!

Pengertian Modal Disetor 

Di dalam industri asuransi Indonesia, konsep modal disetor menjadi suatu aspek vital yang berkaitan erat dengan kestabilan dan keamanan perusahaan asuransi. Modal disetor merujuk pada jumlah modal yang harus disediakan dan ditempatkan oleh perusahaan asuransi untuk memenuhi standar permodalan yang telah ditetapkan oleh otoritas pengawas keuangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pentingnya modal disetor terletak pada fungsinya sebagai bentuk perlindungan finansial bagi perusahaan asuransi dan pemegang polis. OJK menetapkan persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan asuransi, dan jumlah ini dapat bervariasi tergantung pada jenis asuransi yang dijalankan dan tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan tersebut.

Modal disetor dapat berasal dari berbagai sumber, seperti saham yang diterbitkan, cadangan laba yang ditahan, dan instrumen keuangan lainnya. Perusahaan asuransi harus dapat menunjukkan bahwa modal yang mereka miliki dapat diandalkan dan cukup untuk menanggung risiko yang mungkin muncul selama operasional mereka.

Adanya persyaratan perubahan modal juga menjadi hal yang penting. Jika perusahaan asuransi mengalami perubahan signifikan dalam skala operasionalnya atau menghadapi risiko tambahan, OJK dapat menyesuaikan persyaratan modal untuk memastikan bahwa perusahaan tetap mampu mengelola risiko dengan baik.

Dalam konteks ini, modal yang memadai bukan hanya menjadi kebutuhan regulatori, tetapi juga merupakan jaminan bagi pemegang polis. Modal yang cukup memungkinkan perusahaan asuransi untuk dapat membayar klaim dengan tepat waktu, menjaga kelangsungan operasional, dan memberikan kepercayaan kepada pemegang polis terkait keamanan dan keandalan perusahaan asuransi.

Sebagai bagian dari mekanisme pengawasan, OJK secara rutin melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap perusahaan asuransi untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan permodalan yang berlaku. Keseluruhan proses ini merupakan langkah-langkah yang diambil untuk menjaga stabilitas industri asuransi dan memberikan perlindungan kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemegang polis.

Pengertian Equitas 

Di dalam panggung industri asuransi Indonesia, konsep ekuitas meresap dalam struktur keuangan perusahaan asuransi, membentuk dasar yang kuat untuk hubungan yang seimbang dan adil antara pemangku kepentingan. Ekuitas, dalam konteks ini, mencakup keadilan dan keberlanjutan dalam perlakuan terhadap semua pihak yang terlibat, mulai dari pemegang saham hingga pemegang polis.

Ekuitas dalam industri asuransi mencerminkan prinsip bahwa keuntungan dan beban harus didistribusikan secara adil sesuai dengan kontribusi dan risiko yang diambil oleh masing-masing pihak. Pemegang saham, sebagai penyedia modal utama, memiliki hak mendapatkan keuntungan dari operasional perusahaan, namun, perlakuan yang adil juga harus diberikan kepada pemegang polis yang mempercayakan asuransi untuk melindungi kepentingan mereka.

Pentingnya ekuitas terlihat dalam beberapa aspek, termasuk pembentukan tarif premi yang adil, penilaian risiko yang seimbang, dan pembayaran klaim yang tepat waktu dan adil. Dalam menetapkan premi, perusahaan asuransi diharapkan untuk mempertimbangkan dengan cermat risiko yang dihadapi oleh setiap pemegang polis tanpa diskriminasi yang tidak adil. Sementara itu, dalam menilai risiko, keadilan berarti mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang relevan tanpa prasangka.

Selain itu, pembayaran klaim juga merupakan elemen kunci dari ekuitas dalam industri asuransi. Pemegang polis yang mengalami kerugian atau kejadian yang diasuransikan memiliki hak untuk menerima klaim sesuai dengan ketentuan polis. Proses klaim harus transparan, efisien, dan memastikan bahwa pemegang polis diperlakukan dengan adil, sesuai dengan ketentuan polis dan hukum yang berlaku.

Otoritas pengawas, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), turut berperan dalam memastikan adopsi prinsip-prinsip ekuitas di seluruh industri asuransi Indonesia. Dengan demikian, ekuitas menjadi dasar yang kuat untuk membangun hubungan saling percaya antara perusahaan asuransi, pemegang saham, dan pemegang polis, menjaga integritas industri asuransi sebagai penjaga keamanan finansial bagi masyarakat.

Dilema antara Modal Disetor dengan Equitas 

Ibarat kolam pemancingan, bukan penyekatan antarkolam asuransi, tetapi yang dibutuhkan justru penyekatan atau sterilisasi kolam asuransi dengan kolam bank dan manajer investasi.

Telah banyak silang pendapat menanggapi rencana OJK untuk mengeluarkan aturan klasifikasi perusahaan asuransi berdasarkan modal minimum sebagaimana KBMI perbankan. Berdasarkan klasifikasi tersebut perusahaan asuransi akan dibagi menjadi dua kelas yaitu modal kelas 1 dan modal kelas 2. Asuransi modal kelas 1 dapat menjual produk yang kategorinya kompleks, sedangkan modal kelas 2 hanya diperkenankan menjual simple product.

Sebelum pengklasifikasian modal, terdapat wacana OJK akan menaikan ketentuan modal minimum pada 2026. Modal minimum perusahaan asuransi konvensional ditingkatkan dari Rp150 miliar menjadi Rp500 pada 2026 hingga Rp1 triliun pada 2028. Reasuransi konvensional dari Rp200 miliar menjadi Rp1 triliun hingga Rp2 triliun pada 2028. Untuk asuransi syariah dari Rp50 miliar menjadi Rp250 miliar hingga Rp500 miliar pada 2028, sedangkan reasuransi syariah dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar dan Rp1 trilun pada 2028.

OJK mengklaim telah mendiskusikan ini dengan pelaku industri asuransi dan menjaga keadilan usaha bagi asuransi kecil melalui pembatasan produk. Pemain besar optimistis menanggapi wacana ini, tetapi tentu berbeda dengan pelaku asuransi kecil.

Menurut OJK, tujuan regulasi permodalan ini untuk memperkuat ketahanan industri asuransi dalam persaingan global, melindungi pemegang polis dan masyarakat, menjadikan operasional perusahaan asuransi lebih efektif dan efisien serta mempersiapkan penyangga modal menghadapi kerugian atau conservation buffer sehingga tidak akan merugikan pemegang polis.

Masih menjadi pertanyaan mana yang menjadi pilihan OJK menaikkan modal setor atau pengklasifikasian modal atau keduanya akan ditempuh dengan terlebih dahulu menempuh klastering modal.

Tak bisa dimungkiri munculnya wacana regulasi permodalan dipicu dari beberapa kasus gagal bayar (mayoritas produk PAYDI) yang menurut OJK disebabkan perusahaan asuransi tidak punya modal membayar klaim.

Karena gagal bayar juga terjadi pada perusahaan asuransi bermodal besar, bermodal tak terbatas/grup besar (Kresna), asuransi BUMN seperti Jiwasraya, bahkan pada perusahaan asuransi tanpa modal (usaha bersama) yaitu Bumiputera. Perusahaan-perusahaan tersebut sebelumnya bahkan tercatat memiliki RBC di atas ketentuan minimum, artinya memiliki solvabilitas atau modal yang cukup untuk mengatasi risiko.

Manajemen Risiko

Sehingga masalahnya bukan karena modal, tetapi karena perusahaan asuransi tidak memiliki likuiditas yang cukup serta mengalami negative cashflow. Masalah likuiditas disebabkan lemahnya manajemen risiko dan mismanagement pada pengelolaan aset. Menilik pada komponen modal atau ekuitas perusahaan asuransi terdiri dari modal inti, modal pelengkap dan modal kuasi. Modal inti terdiri dari modal setor dan dana cadangan yang dibentuk dari laba.

Normalnya modal setor digunakan untuk meningkatkan kapasitas bisnis. Modal setor yang menganggur memang dapat dijadikan penyangga kerugian namun tidak akan dapat meningkatkan ekuitas dan meng-cover risiko.

Asuransi bukan lembaga depository seperti bank, tidak mempunyai kewajiban mengembalikan dana nasabah. Asuransi adalah fee base income company sehingga tidak membutuhkan modal besar.

Asuransi juga bukan bisnis padat modal, namun bisnis kepercayaan. Tanpa diharuskan untuk meningkatkan modal, dengan penerapan PSAK 74 secara alamiah pemegang saham perusahaan asuransi akan menambah modal untuk membangun infrastruktur otomasi dan kompetensi SDM.

Oleh karenanya sebelum menetapkan regulasi permodalan tersebut, diharapkan OJK dapat menyelesaikan terlebih dahulu outstanding pembayaran klaim , pembenahan manajemen dan penerapan PSAK 74.

Dalam mengeksplorasi dinamika permodalan di industri asuransi Indonesia, kita menyaksikan perubahan besar yang diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rencana penerapan aturan klasifikasi berdasarkan modal minimum menjadi tonggak penting yang menciptakan gelombang diskusi di antara pelaku industri, pemegang polis, dan regulator. Klasifikasi perusahaan asuransi ke dalam dua kelas menandakan langkah berani untuk meningkatkan stabilitas sektor ini.

 

Tingginya persyaratan modal minimum menciptakan landasan kokoh, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap keberlanjutan bisnis, terutama bagi perusahaan berskala kecil. Meskipun langkah ini diharapkan untuk memperkuat ketahanan industri dalam persaingan global, ada kekhawatiran terkait kemampuan perusahaan asuransi, terutama yang lebih kecil, untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Sementara pemain besar optimistis menyambut wacana ini, pelaku asuransi kecil cenderung memiliki pandangan yang berbeda. Keberhasilan implementasi aturan klasifikasi dan peningkatan modal minimum perlu diimbangi dengan perhatian terhadap likuiditas dan manajemen risiko yang kuat.

Pentingnya pembahasan ini adalah untuk menjaga keadilan usaha, melindungi pemegang polis, dan memperkuat posisi industri asuransi Indonesia di tingkat global. Sebagai industri kepercayaan, asuransi harus terus beradaptasi dan berkembang, sambil tetap mempertahankan esensi kepercayaan dan tanggung jawab terhadap masyarakat yang menjadi fokusnya. Inilah langkah awal yang menarik menuju perubahan positif dan peningkatan keberlanjutan dalam industri asuransi Indonesia.

Artikel ini akan terbit dalam bentuk buku Bangkitnya Asuransi Kami Sambutan Prof Muhammad Edhi Purnawan  Anggota Badan Supervisi OJK.Februari  2024 296 halaman  + xiv  ISBN Penerbit  IPB Press 

Dapat dipesan melalui ligaasuransi.com

Harga Rp 155.000 + ONGKIR

0811-8507-773 (CALL – WHATSAPP – SMS)

Bangkitnya Asuransi Kami by Irvan Rahardjo

To Top
L&G Risk Registered by Otoritas Jasa Keuangan KEP-667/KM.10/2012
Butuh perlindungan segera?
Chat kami di WhatsApp untuk solusi asuransi yang cepat dan mudah!
Butuh perlindungan segera?
Chat kami di WhatsApp untuk solusi asuransi yang cepat dan mudah!
OJK Registered KEP-667/KM.10/2012
BANGKITNYA ASURANSI KAMI
Raih wawasan eksklusif asuransi Indonesia! Pesan 'Bangkitnya Asuransi Kami' sekarang!
Harga : Rp155,000.-
(excld. shipping cost)
BANGKITNYA ASURANSI KAMI
Raih wawasan eksklusif asuransi Indonesia! Pesan 'Bangkitnya Asuransi Kami' sekarang!
Harga: Rp155,000
(excld. shipping cost)