Liga Asuransi – Industri asuransi di Indonesia terus menjadi perhatian penting, baik dari sisi pengembangan regulasi maupun upaya peningkatan tata kelola yang lebih baik. Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai peristiwa dan kebijakan signifikan telah mewarnai sektor ini, mulai dari rencana OJK untuk memperkenalkan aturan baru di bidang asuransi kesehatan hingga langkah tegas mencabut izin usaha perusahaan asuransi yang bermasalah. Artikel ini merangkum sejumlah berita terkini dan paling relevan yang dapat memberikan gambaran mendalam mengenai dinamika industri asuransi di Indonesia, termasuk klarifikasi BPJS Kesehatan terkait penggunaan asuransi swasta oleh pegawai dan dorongan optimalisasi teknologi e-KYC untuk meningkatkan keamanan nasabah. Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.
OJK Siapkan Aturan Baru untuk Perbaikan Tata Kelola Asuransi Kesehatan di 2025
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan langkah besar untuk memperkuat tata kelola industri asuransi kesehatan di Indonesia. Dalam upaya ini, OJK berencana menerbitkan peraturan baru terkait produk asuransi kesehatan pada triwulan pertama atau kedua tahun 2025. Rencana ini diumumkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (KE PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, di Jakarta.
“OJK akan meminta tanggapan atas rancangan peraturannya dari masyarakat dan pelaku industri untuk memastikan aturan ini relevan dan komprehensif,” ujar Ogi.
Fokus Utama Peraturan Baru
Peraturan ini akan mencakup beberapa poin penting, antara lain:
- Kriteria Perusahaan: Menentukan perusahaan mana saja yang dapat memasarkan produk asuransi kesehatan.
- Jenis dan Ketentuan Produk: Menyusun pedoman jenis produk asuransi kesehatan dan persyaratannya.
- Manajemen Risiko: Mendorong penerapan manajemen risiko yang lebih baik pada perusahaan asuransi kesehatan.
- Fitur Koordinasi Manfaat: Memastikan koordinasi manfaat (coordination of benefit) dengan BPJS Kesehatan.
- Dewan Medis: Pembentukan medical advisory board sebagai bagian dari tata kelola perusahaan.
- Kerja Sama dengan Pihak Lain: Pengaturan perjanjian kerja sama untuk mendukung operasional perusahaan asuransi.
Tren Positif dan Dorongan untuk Perbaikan
Berdasarkan data OJK per November 2024, rasio klaim asuransi kesehatan pada asuransi jiwa maupun asuransi umum menunjukkan penurunan. Hal ini menjadi indikasi adanya perbaikan pada lini usaha ini. Meski demikian, OJK tetap menekankan pentingnya menjaga kualitas pelayanan kepada konsumen.
“OJK berharap tren positif ini berlanjut di 2025 sehingga masyarakat dapat terus menikmati manfaat dari asuransi kesehatan,” tambah Ogi.
OJK juga mencatat bahwa asuransi kesehatan dan asuransi penyakit kritis telah menjadi produk unggulan (flagship) di sektor asuransi jiwa. Produk-produk ini memberikan perlindungan finansial yang sangat dibutuhkan masyarakat, terutama terhadap risiko kematian dan penyakit kritis.
Penguatan Tata Kelola dan Pencegahan Risiko
Untuk menjaga ketahanan sektor asuransi jiwa, OJK terus memantau dan mendorong perusahaan agar menjalankan praktik bisnis yang baik. Salah satu fokus utama adalah penguatan proses underwriting guna menghindari risiko fraud maupun non-disclosure. OJK juga menekankan penerapan prinsip “utmost good faith” dalam seleksi risiko, sehingga menciptakan keadilan bagi nasabah.
“Penguatan underwriting menjadi salah satu poin penting dalam draft Surat Edaran (SE) OJK mengenai asuransi kesehatan. Ini akan membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia,” tegas Ogi.
Harapan untuk Masa Depan
Dengan peraturan baru yang sedang dirumuskan, OJK berharap tata kelola industri asuransi kesehatan di Indonesia dapat lebih baik dan transparan. Langkah ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi, tetapi juga memastikan perlindungan yang optimal bagi para nasabah.
Peran aktif masyarakat dan pelaku industri dalam memberikan tanggapan atas rancangan peraturan ini sangat penting untuk mewujudkan ekosistem asuransi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Source: https://www.antaranews.com/berita/4602902/ojk-segera-terbitkan-aturan-produk-asuransi-kesehatan
AAJI Dorong Optimasi e-KYC untuk Kemudahan dan Keamanan Nasabah Asuransi Jiwa
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengimbau industri asuransi jiwa untuk mulai mengoptimalkan penggunaan e-KYC (electronic Know Your Customer) dalam berbagai transaksi nasabah. Contohnya, proses pembayaran klaim kini dapat dilakukan secara online, yang tentunya membutuhkan e-KYC sebagai langkah verifikasi data.
Sebagai perbandingan, saat masyarakat bertransaksi di bank, seperti membuka rekening atau melakukan transaksi lainnya, biasanya mereka akan diminta menjawab pertanyaan seperti nama gadis ibu kandung. Pertanyaan ini adalah salah satu bentuk verifikasi dalam proses KYC tradisional. Di dunia perbankan dan teknologi finansial, verifikasi melalui KYC menjadi proses vital untuk memastikan data nasabah valid dan benar-benar dilakukan oleh pemilik akun, bukan oleh pihak lain atau pelaku kejahatan.
Apa Itu KYC dan e-KYC?
Secara umum, KYC dan e-KYC memiliki tujuan yang sama, yaitu memverifikasi data nasabah. Namun, perbedaannya terletak pada cara proses dilakukan:
- KYC Tradisional: Verifikasi dilakukan secara manual dengan menyerahkan dokumen fisik seperti KTP, SIM, atau paspor. Nasabah atau calon nasabah harus hadir secara langsung.
- e-KYC: Verifikasi dilakukan secara digital, seperti mengunggah kartu identitas atau dokumen lain ke portal tertentu. Proses ini dilengkapi dengan pemindaian wajah atau sidik jari, sehingga nasabah dapat menyelesaikan verifikasi dari mana saja dan kapan saja.
Manfaat e-KYC bagi Nasabah
Penerapan e-KYC pada perusahaan asuransi jiwa memberikan sejumlah manfaat penting bagi nasabah, antara lain:
- Keamanan Data Pribadi: e-KYC melindungi data pribadi nasabah dari pencurian atau penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), kasus kebocoran data meningkat dari 7,96 persen pada 2023 menjadi 20,97 persen pada 2024. Kondisi ini menyoroti pentingnya perlindungan data dalam ekosistem digital.
- Kemudahan Akses Layanan Keuangan: Dengan e-KYC, nasabah dapat mengakses layanan keuangan lebih mudah dan fleksibel, tanpa harus datang langsung ke kantor perusahaan asuransi. Proses ini mempercepat waktu transaksi dan memberikan pengalaman yang lebih nyaman.
- Pengelolaan Data yang Lebih Aman dan Tepat: e-KYC memastikan data nasabah diproses secara tepat dan hanya untuk keperluan yang sesuai, sehingga meminimalisir risiko penyalahgunaan. Langkah ini meningkatkan kepercayaan antara nasabah dan perusahaan asuransi.
Implementasi e-KYC oleh Perusahaan Asuransi
Prudential Indonesia menjadi salah satu perusahaan asuransi jiwa yang telah mengoptimalkan e-KYC dalam layanannya. Dengan langkah ini, Prudential mendorong terciptanya ekosistem digital yang lebih aman dan terpercaya, sejalan dengan transformasi digital yang terus berkembang di berbagai industri, termasuk asuransi.
Menurut AAJI, optimasi e-KYC tidak hanya menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi nasabah, tetapi juga mendukung industri asuransi jiwa dalam membangun sistem yang lebih efisien dan transparan. Dengan demikian, transformasi digital melalui e-KYC akan menjadi fondasi penting bagi masa depan asuransi di Indonesia.
Kesimpulan
Dalam era digital yang terus berkembang, penerapan e-KYC menjadi kebutuhan yang mendesak untuk memastikan keamanan, kenyamanan, dan efisiensi layanan keuangan. Industri asuransi jiwa, melalui arahan dari AAJI, kini bergerak menuju optimasi e-KYC guna melindungi nasabah dan membangun kepercayaan yang lebih kokoh di tengah tantangan keamanan data.
OJK Cabut Izin Usaha PT Berdikari Insurance, Perusahaan Wajib Lakukan Likuidasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance, sebuah perusahaan asuransi umum, melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-11/D.05/2025 tertanggal 17 Januari 2025. Keputusan ini diumumkan di laman resmi OJK dan menjadi langkah tegas regulator dalam mengawasi industri perasuransian.
Larangan dan Kewajiban Pasca Pencabutan Izin
Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Asep Iskandar, menjelaskan bahwa setelah pencabutan izin ini, PT Berdikari Insurance tidak lagi diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha di bidang asuransi umum. Selain itu, perusahaan juga:
- Dilarang Mengalihkan atau Mengurangi Aset: Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Berdikari Insurance dilarang melakukan tindakan yang dapat mengurangi atau menurunkan nilai aset perusahaan.
- Penghentian Seluruh Kegiatan Operasional: Baik kantor pusat maupun kantor cabang harus menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya.
Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Perusahaan
PT Berdikari Insurance diwajibkan untuk memenuhi sejumlah kewajiban sebagai bagian dari proses likuidasi, antara lain:
- Penyusunan Neraca Penutupan: Perusahaan harus menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK dalam waktu paling lambat 15 hari sejak tanggal pencabutan izin.
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): RUPS harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum PT Berdikari Insurance dan membentuk tim likuidasi.
- Kerja Sama dalam Proses Likuidasi: Setelah tim likuidasi terbentuk, seluruh pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai perusahaan diwajibkan memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan. Mereka juga dilarang menghambat proses likuidasi.
Sanksi Sebelumnya: Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU)
Sebelum pencabutan izin usaha ini, PT Berdikari Insurance telah menerima sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) dari OJK. Sanksi tersebut diberikan karena perusahaan dinilai melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian.
“Pengenaan sanksi PKU tersebut merupakan rangkaian proses pengawasan yang dilakukan OJK,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, pada 13 September 2024.
Komitmen OJK untuk Tata Kelola Industri Asuransi
Langkah tegas OJK dalam mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance menunjukkan komitmen regulator untuk memastikan tata kelola yang baik di industri asuransi. Proses likuidasi yang diwajibkan juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas industri keuangan.
Dengan keputusan ini, OJK berharap perusahaan-perusahaan asuransi lainnya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, serta memperkuat manajemen risiko dan transparansi dalam operasionalnya.
Source : https://www.tempo.co/ekonomi/ojk-cabut-izin-usaha-asuransi-umum-pt-berdikari-insurance-1197684
OJK Siapkan Aturan Baru untuk Produk Asuransi Kesehatan, BPJS Kesehatan Perlu Dukungan Asuransi Swasta
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance, sebuah perusahaan asuransi umum, melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-11/D.05/2025 tertanggal 17 Januari 2025. Keputusan ini diumumkan di laman resmi OJK dan menjadi langkah tegas regulator dalam mengawasi industri perasuransian.
Larangan dan Kewajiban Pasca Pencabutan Izin
Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Asep Iskandar, menjelaskan bahwa setelah pencabutan izin ini, PT Berdikari Insurance tidak lagi diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha di bidang asuransi umum. Selain itu, perusahaan juga:
- Dilarang Mengalihkan atau Mengurangi Aset: Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Berdikari Insurance dilarang melakukan tindakan yang dapat mengurangi atau menurunkan nilai aset perusahaan.
- Penghentian Seluruh Kegiatan Operasional: Baik kantor pusat maupun kantor cabang harus menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya.
Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Perusahaan
PT Berdikari Insurance diwajibkan untuk memenuhi sejumlah kewajiban sebagai bagian dari proses likuidasi, antara lain:
- Penyusunan Neraca Penutupan: Perusahaan harus menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK dalam waktu paling lambat 15 hari sejak tanggal pencabutan izin.
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): RUPS harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum PT Berdikari Insurance dan membentuk tim likuidasi.
- Kerja Sama dalam Proses Likuidasi: Setelah tim likuidasi terbentuk, seluruh pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai perusahaan diwajibkan memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan. Mereka juga dilarang menghambat proses likuidasi.
Sanksi Sebelumnya: Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU)
Sebelum pencabutan izin usaha ini, PT Berdikari Insurance telah menerima sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) dari OJK. Sanksi tersebut diberikan karena perusahaan dinilai melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian.
“Pengenaan sanksi PKU tersebut merupakan rangkaian proses pengawasan yang dilakukan OJK,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, pada 13 September 2024.
Komitmen OJK untuk Tata Kelola Industri Asuransi
Langkah tegas OJK dalam mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance menunjukkan komitmen regulator untuk memastikan tata kelola yang baik di industri asuransi. Proses likuidasi yang diwajibkan juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas industri keuangan.
Dengan keputusan ini, OJK berharap perusahaan-perusahaan asuransi lainnya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, serta memperkuat manajemen risiko dan transparansi dalam operasionalnya.
OJK Tegaskan Perusahaan Asuransi Wajib Patuhi Persyaratan POJK 20/2023 untuk Produk Asuransi Kredit dan Suretyship
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance, sebuah perusahaan asuransi umum, melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-11/D.05/2025 tertanggal 17 Januari 2025. Keputusan ini diumumkan di laman resmi OJK dan menjadi langkah tegas regulator dalam mengawasi industri perasuransian.
Larangan dan Kewajiban Pasca Pencabutan Izin
Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Asep Iskandar, menjelaskan bahwa setelah pencabutan izin ini, PT Berdikari Insurance tidak lagi diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha di bidang asuransi umum. Selain itu, perusahaan juga:
- Dilarang Mengalihkan atau Mengurangi Aset: Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Berdikari Insurance dilarang melakukan tindakan yang dapat mengurangi atau menurunkan nilai aset perusahaan.
- Penghentian Seluruh Kegiatan Operasional: Baik kantor pusat maupun kantor cabang harus menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya.
Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Perusahaan
PT Berdikari Insurance diwajibkan untuk memenuhi sejumlah kewajiban sebagai bagian dari proses likuidasi, antara lain:
- Penyusunan Neraca Penutupan: Perusahaan harus menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK dalam waktu paling lambat 15 hari sejak tanggal pencabutan izin.
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): RUPS harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum PT Berdikari Insurance dan membentuk tim likuidasi.
- Kerja Sama dalam Proses Likuidasi: Setelah tim likuidasi terbentuk, seluruh pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai perusahaan diwajibkan memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan. Mereka juga dilarang menghambat proses likuidasi.
Sanksi Sebelumnya: Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU)
Sebelum pencabutan izin usaha ini, PT Berdikari Insurance telah menerima sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) dari OJK. Sanksi tersebut diberikan karena perusahaan dinilai melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian.
“Pengenaan sanksi PKU tersebut merupakan rangkaian proses pengawasan yang dilakukan OJK,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, pada 13 September 2024.
Komitmen OJK untuk Tata Kelola Industri Asuransi
Langkah tegas OJK dalam mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance menunjukkan komitmen regulator untuk memastikan tata kelola yang baik di industri asuransi. Proses likuidasi yang diwajibkan juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas industri keuangan.
Dengan keputusan ini, OJK berharap perusahaan-perusahaan asuransi lainnya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, serta memperkuat manajemen risiko dan transparansi dalam operasionalnya.
21 Penyakit yang Tidak Ditanggung oleh BPJS Kesehatan di Tahun 2025
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance, sebuah perusahaan asuransi umum, melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-11/D.05/2025 tertanggal 17 Januari 2025. Keputusan ini diumumkan di laman resmi OJK dan menjadi langkah tegas regulator dalam mengawasi industri perasuransian.
Larangan dan Kewajiban Pasca Pencabutan Izin
Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Asep Iskandar, menjelaskan bahwa setelah pencabutan izin ini, PT Berdikari Insurance tidak lagi diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha di bidang asuransi umum. Selain itu, perusahaan juga:
- Dilarang Mengalihkan atau Mengurangi Aset: Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Berdikari Insurance dilarang melakukan tindakan yang dapat mengurangi atau menurunkan nilai aset perusahaan.
- Penghentian Seluruh Kegiatan Operasional: Baik kantor pusat maupun kantor cabang harus menghentikan seluruh aktivitas operasionalnya.
Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Perusahaan
PT Berdikari Insurance diwajibkan untuk memenuhi sejumlah kewajiban sebagai bagian dari proses likuidasi, antara lain:
- Penyusunan Neraca Penutupan: Perusahaan harus menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK dalam waktu paling lambat 15 hari sejak tanggal pencabutan izin.
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): RUPS harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum PT Berdikari Insurance dan membentuk tim likuidasi.
- Kerja Sama dalam Proses Likuidasi: Setelah tim likuidasi terbentuk, seluruh pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai perusahaan diwajibkan memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan. Mereka juga dilarang menghambat proses likuidasi.
Sanksi Sebelumnya: Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU)
Sebelum pencabutan izin usaha ini, PT Berdikari Insurance telah menerima sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) dari OJK. Sanksi tersebut diberikan karena perusahaan dinilai melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian.
“Pengenaan sanksi PKU tersebut merupakan rangkaian proses pengawasan yang dilakukan OJK,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, pada 13 September 2024.
Komitmen OJK untuk Tata Kelola Industri Asuransi
Langkah tegas OJK dalam mencabut izin usaha PT Berdikari Insurance menunjukkan komitmen regulator untuk memastikan tata kelola yang baik di industri asuransi. Proses likuidasi yang diwajibkan juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas industri keuangan.
Dengan keputusan ini, OJK berharap perusahaan-perusahaan asuransi lainnya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, serta memperkuat manajemen risiko dan transparansi dalam operasionalnya.
Langkah AAUI Responsif Terhadap Putusan MK: Penyeragaman Polis Asuransi untuk Meminimalkan Sengketa Klaim
Sejumlah pakar asuransi memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah cepat yang diambil oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Putusan MK yang baru-baru ini disahkan ini mengubah cara perusahaan asuransi menangani klaim, dimana klaim asuransi tidak lagi bisa dibatalkan sepihak meskipun ada pelanggaran terkait prinsip itikad baik dalam perjanjian.
Dengan adanya keputusan tersebut, proses pembatalan klaim harus melibatkan kesepakatan kedua belah pihak atau melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikan sengketa. Langkah ini bertujuan untuk memberikan keadilan yang lebih besar bagi konsumen dan memperkuat transparansi dalam industri asuransi.
Penyesuaian Polis Asuransi Umum oleh AAUI
Sebagai tindak lanjut dari putusan MK, AAUI menyatakan bahwa dalam waktu satu bulan ke depan, asosiasi akan melaksanakan sosialisasi terkait penyesuaian dan penyeragaman standar polis asuransi umum bagi anggotanya. Wahyudin Rahman, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), mengungkapkan dukungannya terhadap inisiatif AAUI tersebut. Wahyudin menilai bahwa jenis polis asuransi yang sangat beragam mengharuskan langkah cepat dan tepat untuk meminimalkan potensi sengketa klaim di pengadilan.
“Penyeragaman polis ini penting untuk memastikan seluruh anggota AAUI dapat menyesuaikan diri dengan putusan MK mengenai Pasal 251 KUHD. Ini adalah langkah bersama yang disepakati untuk meningkatkan kualitas tata kelola industri asuransi,” kata Wahyudin.
Pembaruan Terkait Syarat dan Ketentuan Polis
Salah satu perubahan signifikan dalam penyesuaian ini adalah penghapusan syarat dan ketentuan polis yang mengaitkan kewajiban penyampaian informasi, keterangan, atau fakta material dari pemegang polis atau tertanggung, yang sebelumnya berlandaskan Pasal 251 KUHD.
Selain itu, ada juga perubahan penting dalam Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA) yang kini diganti menjadi Surat Permohonan Asuransi Umum (SPAU). SPAU ini akan menjadi bagian integral dari polis asuransi yang baru, sehingga jika terjadi sengketa, SPAU dapat memberikan kekuatan hukum yang lebih kuat dalam proses persidangan.
Pengamat Asuransi Mendukung Langkah AAUI
Abitani Taim, Pengamat Asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), juga menilai bahwa keputusan AAUI untuk mempertegas kewajiban penyampaian fakta material atau Duty of Disclosure sudah sangat tepat. “SPAU harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari polis. Jika ada kecurangan atau kesalahan dalam mengisi SPAU, maka perusahaan asuransi berhak menolak klaim tanpa perlu membatalkan polis secara keseluruhan,” ujar Abitani.
Koordinasi dengan OJK untuk Langkah Lanjutan
Saat ini, AAUI juga sedang intens berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan bahwa draf penyesuaian polis standar asuransi yang diusulkan dapat menjadi acuan bagi seluruh produk asuransi di Indonesia. Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menambahkan bahwa OJK telah menjadwalkan pertemuan dengan asosiasi industri dalam waktu dekat untuk membahas langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan.
“Kami akan bertemu dengan asosiasi industri pada Jumat ini untuk membahas langkah-langkah yang perlu diambil. Setelah pertemuan, kami akan memberikan update lebih lanjut,” kata Iwan.
Penyesuaian yang Mengarah pada Perbaikan Industri Asuransi
Langkah AAUI untuk melakukan penyesuaian polis ini tidak hanya merespons putusan MK, tetapi juga menjadi peluang untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan dalam industri asuransi. Dengan penyeragaman polis, diharapkan sengketa klaim dapat diminimalkan dan perusahaan asuransi dapat bekerja dengan lebih jelas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Langkah ini juga memberikan pesan penting kepada konsumen bahwa mereka memiliki perlindungan hukum yang lebih kuat ketika berhadapan dengan perusahaan asuransi, serta memastikan bahwa setiap klaim yang diajukan dapat diproses dengan cara yang adil dan transparan.
Artikel ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker. Untuk semua kebutuhan asuransi Anda, Hubungi Pialang Asuransi L&G Insurance Broker Sekarang!
—
JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN AMANKAN FINANCIAL DAN BISNIS ANDA DENGAN ASURANSI YANG TEPAT.
HOTLINE L&G 24 JAM: 0811-8507-773 (PANGGILAN – WHATSAPP – SMS)
website: lngrisk.co.id
Email: customer.support@lngrisk.co.id
—