Industri Asuransi

Keselamatan Finansial: Menggali Realitas Tambahan Modal Di Perusahaan Asuransi

Dalam era dinamis industri asuransi, tantangan dan perubahan terus berlangsung, mendorong perusahaan asuransi untuk selalu beradaptasi demi menjaga ketahanan finansial. Tulisan ini mengulas signifikansi dari rencana penambahan modal dalam perusahaan asuransi di Indonesia, sejalan dengan langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Artikel ini sudah pernah ditulis di Kompas.id dengan judul “Tambahan Modal Perusahaan Asuransi Bukan Jaminantanggal 27/12/2023 pukul 17:48 (https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/06/11/tambahan-modal-asuransi-tidak-jamin-nasabah-bebas-risiko-gagal-bayar)

Liga Asuransi – Dalam era dinamis industri asuransi, tantangan dan perubahan terus berlangsung, mendorong perusahaan asuransi untuk selalu beradaptasi demi menjaga ketahanan finansial. Tulisan ini mengulas signifikansi dari rencana penambahan modal dalam perusahaan asuransi di Indonesia, sejalan dengan langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Meskipun tambahan modal diharapkan meningkatkan ketahanan keuangan, tetapi apakah hal ini benar-benar menjadi jaminan terhadap risiko gagal bayar kewajiban perusahaan? Melalui wawancara dengan pengamat asuransi dan pemangku kepentingan, kita menjelajahi kompleksitas faktor yang mempengaruhi stabilitas industri asuransi, termasuk peran pengawasan regulator, integritas manajemen, dan tata kelola yang baik. Mari kita sambut perubahan ini sebagai langkah menuju industri asuransi yang lebih kuat dan berdaya saing.

 Modal bagi perusahaan asuransi di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan operasional bisnisnya. Modal tersebut mencakup sumber daya keuangan yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis serta menjalankan berbagai kegiatan operasional dan manajerial.

Modal bagi perusahaan asuransi terdiri dari dua jenis utama, yaitu modal dasar (authorized capital) dan modal disetor (paid-up capital). Modal dasar adalah jumlah maksimum modal yang dapat dimiliki oleh perusahaan asuransi sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sementara itu, modal disetor adalah jumlah modal yang benar-benar telah disetor oleh pemegang saham.

Modal ini diperlukan oleh perusahaan asuransi untuk melindungi kepentingan para pemegang polis. Dalam konteks ini, modal berfungsi sebagai jaminan keuangan yang dapat digunakan perusahaan untuk membayar klaim asuransi, biaya administrasi, dan memenuhi kewajiban lainnya. Modal yang mencukupi memberikan kepercayaan kepada pemegang polis bahwa perusahaan memiliki kemampuan finansial untuk menanggapi klaim dan mempertahankan keberlanjutan operasionalnya.

Selain itu, modal juga menjadi faktor penentu dalam penilaian kredibilitas dan keberlanjutan perusahaan asuransi oleh regulator dan pemangku kepentingan lainnya. Pada umumnya, lembaga pengawas keuangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, memiliki persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi untuk dapat beroperasi secara sah.

Modal bagi perusahaan asuransi juga memainkan peran penting dalam menentukan kapasitas risiko perusahaan. Dengan modal yang memadai, perusahaan dapat menanggung risiko yang lebih besar dan diversifikasi portofolionya untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.

Secara keseluruhan, modal bagi perusahaan asuransi di Indonesia bukan hanya sebagai persyaratan hukum, tetapi juga sebagai fondasi keuangan yang mendukung kelangsungan operasional, memberikan kepercayaan kepada pemegang polis, dan menjadi tolok ukur bagi kredibilitas perusahaan di mata regulator dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, manajemen modal menjadi bagian integral dari strategi dan kebijakan perusahaan asuransi untuk mencapai tujuan bisnisnya.

Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, menyatakan bahwa rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong penambahan modal dapat meningkatkan ketahanan keuangan perusahaan asuransi. Namun, Irvan menekankan bahwa langkah tersebut tidak secara otomatis menghilangkan risiko gagal bayar terhadap kewajiban perusahaan kepada nasabah.

Irvan menjelaskan, “Asumsinya, dengan peningkatan modal disetor tidak ada gagal bayar. Padahal, tidak otomatis akan seperti itu.” Hal ini dikemukakan Irvan ketika dihubungi di Jakarta pada Minggu (11/6/2023). Menurutnya, masih banyak faktor lain yang dapat memengaruhi risiko gagal bayar perusahaan asuransi, seperti pengawasan regulator, integritas manajemen, dan tata kelola.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menambahkan bahwa rencana peningkatan modal minimum perlu dievaluasi berdasarkan kinerja keuangan industri asuransi. Budi mengungkapkan, “Industri asuransi umum saat ini tidak dalam keadaan sehat sehingga prioritas utama kami adalah bagaimana menyehatkan kembali industri tersebut.”

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa OJK berencana meningkatkan permodalan minimal karena persyaratan saat ini dianggap terlalu rendah dibandingkan dengan risiko usaha. Rencananya, OJK akan mengubah Peraturan OJK 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Saat ini, permodalan minimum perusahaan asuransi konvensional, baik asuransi umum maupun jiwa, adalah Rp 100 miliar. Rencananya, jumlah ini akan ditingkatkan menjadi sedikitnya Rp 500 miliar pada 2026 dan Rp 1 triliun pada 2028. Sementara itu, permodalan minimal perusahaan reasuransi konvensional saat ini adalah Rp 200 miliar. Rencananya, jumlah ini akan dinaikkan menjadi Rp 1 triliun pada 2026 dan Rp 2 triliun pada 2028.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, menyatakan bahwa aturan permodalan minimum yang sudah berlaku belasan tahun perlu ditingkatkan mengingat industri asuransi menghadapi tantangan yang lebih kompleks saat ini. Tambahan permodalan diharapkan dapat meningkatkan ketahanan perusahaan dalam menghadapi tantangan di masa depan. Tampubolon juga menegaskan bahwa pihaknya akan berdiskusi dengan OJK untuk memahami apakah penambahan modal ini juga akan memengaruhi ragam jenis bisnis asuransi yang diperbolehkan, serupa dengan aturan di sektor perbankan.

Ketentuan Permodalan Menurut OJK 

Permodalan perusahaan asuransi di Indonesia diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan. OJK memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh perusahaan asuransi untuk memastikan bahwa mereka memiliki modal yang memadai untuk menjalankan operasionalnya dan memberikan perlindungan yang cukup kepada pemegang polis. Berikut adalah beberapa ketentuan permodalan perusahaan asuransi di Indonesia menurut OJK:

Modal Minimum:

OJK menetapkan modal minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan asuransi sesuai dengan jenis dan skala bisnis mereka. Modal minimum ini disesuaikan dengan tingkat risiko yang mungkin dihadapi oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi wajib memastikan bahwa modal mereka tidak berada di bawah batas minimum yang ditetapkan.

 

Struktur Modal:

OJK juga mengatur struktur modal perusahaan asuransi, termasuk pembagian antara modal dasar dan modal disetor. Perusahaan harus mematuhi ketentuan mengenai besaran modal yang harus disetor oleh pemegang saham dan cara alokasi modal sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Persyaratan Kesehatan Keuangan:

OJK memiliki persyaratan terkait kesehatan keuangan perusahaan asuransi, yang melibatkan rasio-rasio keuangan tertentu seperti rasio solvabilitas. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membayar klaim asuransi dan mempertahankan keseimbangan keuangan yang sehat.

Pemantauan dan Pelaporan:

Perusahaan asuransi diwajibkan untuk secara teratur memantau dan melaporkan kondisi keuangan mereka kepada OJK. Hal ini mencakup penyampaian laporan keuangan, laporan risiko, dan informasi lain yang relevan untuk memastikan transparansi dan ketaatan terhadap ketentuan permodalan.

Sanksi dan Pengawasan:

OJK memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada perusahaan asuransi yang tidak mematuhi ketentuan permodalan. Sanksi dapat berupa peringatan, denda, atau tindakan lain sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi. OJK juga melakukan pengawasan secara berkala untuk memastikan kepatuhan perusahaan asuransi terhadap ketentuan permodalan.

Dengan adanya ketentuan permodalan ini, OJK bertujuan untuk melindungi kepentingan pemegang polis, menjaga stabilitas sektor asuransi, dan mengurangi risiko kegagalan perusahaan asuransi. Oleh karena itu, perusahaan asuransi di Indonesia diharapkan untuk aktif mematuhi dan menjalankan ketentuan permodalan yang telah ditetapkan oleh OJK.

Kesimpulan 

Dalam rangka menghadapi dinamika industri asuransi yang terus berkembang, rencana penambahan modal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi poin penting yang mendapat sorotan. Meskipun peningkatan modal diharapkan dapat memberikan kestabilan finansial, para pengamat dan pemangku kepentingan menyoroti kompleksitas di balik langkah ini. Kesimpulannya, penambahan modal bukanlah jaminan mutlak terhadap eliminasi risiko gagal bayar kewajiban perusahaan asuransi. Faktor-faktor lain seperti pengawasan regulator, integritas manajemen, dan tata kelola perusahaan juga memegang peran krusial dalam mengukur ketahanan industri asuransi secara keseluruhan.

Adapun tantangan yang dihadapi industri asuransi, terutama dalam hal kesehatan keuangan, menjadi fokus utama. Meskipun peningkatan modal minimum dapat menjadi langkah positif, perlu dilakukan evaluasi yang cermat berdasarkan kinerja keuangan industri. Kritik dari Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menggarisbawahi bahwa peningkatan modal harus sejalan dengan upaya menyehatkan kembali industri asuransi secara keseluruhan.

Dengan demikian, langkah ini mencerminkan perubahan signifikan dalam upaya meningkatkan ketahanan dan daya saing industri asuransi di Indonesia. Perusahaan asuransi perlu tidak hanya mengkaji peningkatan modal, tetapi juga memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat membentuk fondasi keberlanjutan dan kepercayaan bagi pemegang polis. Melalui kolaborasi antara regulator, industri, dan pemangku kepentingan, diharapkan industri asuransi dapat menghadapi masa depan dengan lebih tangguh dan responsif terhadap perubahan yang terus-menerus terjadi.

Artikel ini akan terbit dalam bentuk buku Bangkitnya Asuransi Kami Sambutan Prof Muhammad Edhi Purnawan  Anggota Badan Supervisi OJK.Februari  2024 296 halaman  + xiv  ISBN Penerbit  IPB Press 

Dapat dipesan melalui ligaasuransi.com

Harga Rp 155.000 + ONGKIR

0811-8507-773 (CALL – WHATSAPP – SMS)

Bangkitnya Asuransi Kami by Irvan Rahardjo

Lebih dari 40 tahun berkecimpung di dunia asuransi dimulai dari asuransi joint venture hingga pernah menjadi Direksi Asuransi BUMN ; Komisaris Independen AJB Bumiputera 1912 dan Asuransi SOMPO Indonesia. Saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama di L&G Risk Insurance Broker.

To Top
L&G Risk Registered by Otoritas Jasa Keuangan KEP-667/KM.10/2012
Butuh perlindungan segera?
Chat kami di WhatsApp untuk solusi asuransi yang cepat dan mudah!
Butuh perlindungan segera?
Chat kami di WhatsApp untuk solusi asuransi yang cepat dan mudah!
OJK Registered KEP-667/KM.10/2012
BANGKITNYA ASURANSI KAMI
Raih wawasan eksklusif asuransi Indonesia! Pesan 'Bangkitnya Asuransi Kami' sekarang!
Harga : Rp155,000.-
(excld. shipping cost)
BANGKITNYA ASURANSI KAMI
Raih wawasan eksklusif asuransi Indonesia! Pesan 'Bangkitnya Asuransi Kami' sekarang!
Harga: Rp155,000
(excld. shipping cost)