Liga Asuransi – Sidang pembaca yang luar biasa. Selamat datang di bulan November 2020. Ini menandakan bahwa tinggal 2 bulan lagu tahun 2020 akan berakhir, tahun terberat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini. Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat selama lima tahun sebelumnya kondisi diperparah dengan datangnya wabah COVID-19 mulai awal tahun tahun 2020 yang menyebabkan terjadinya resesi ekonomi yang dialami oleh hampir sebagian besar negara-negara di dunia.
Meski belum dapat dipastikan sampai kapan wabah COVID-19 akan berakhir, tapi dari segi sikap mental tampaknya kita sudah semakin kuat. Kita tidak lagi terlalu cemas ketika mendengar ada saudara, teman dan tetangga yang terjangkit virus ini. Setelah melakukan isolasi mandiri sebagian besar mereka sudah sembuh. Kita juga sudah semakin berani untuk melakukan aktivitas bisnis dan hasilnya mulai terlihat dimana ekonomi sudah mulai menggeliat. Semoga kondisi ini terus berlanjut sampai vaksin sebagai obat penawar segera diedarkan ke seluruh masyarakat.
Di dalam wawancara di salah satu Channel Youtube hari Ahad tanggal 1 November 2020, menteri BUMN Erick Thohir yang juga salah seorang menteri yang dipercaya Presiden Jokowi untuk mengendalikan ekonomi mengatakan bahwa di tahun 2021 nanti ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh di sekitar angka 3%. Jika itu benar terjadi, itu pertanda baik untuk mengarah kepada perbaikan ekonomi. Diperkirakan ekonomi kita baru akan kembali ke kondisi normal pada tahun 2022 dengan pertumbuhan sekitar 5%.
Dalam rangka mempersiapkan diri menyambut datangnya kebangkitan ekonomi di tahun 2021, kami terus berusaha secara konsisten untuk menyediakan berbagai informasi menarik di seputar dunia asuransi untuk Anda. Semoga informasi dapat menambah wawasan Anda. Jika anda tertarik silahkan dibagikan kepada rekan-rekan Anda agar mereka juga paham seperti Anda.
- Ketua OJK Beberkan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan, Begini Katanya
Jakarta https://finance.detik.com/ – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan kondisi terkini sektor jasa keuangan Indonesia di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) baik dari perbankan, pasar modal, maupun industri keuangan non bank (IKNB).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan ketahanan sektor jasa keuangan saat ini dalam kondisi baik dan terkendali. Hal itu dilihat dari sisi rasio permodalan dan likuiditas yang memadai, serta profil risiko yang terjaga.
“Kami sampaikan bahwa ketahanan sektor jasa keuangan masih dalam kondisi baik dan terkendali. Ditunjukkan bahwa rasio permodalan bank (CAR) terjaga di level cukup tinggi pada Agustus 2020 yaitu sebesar 23,39%, dibandingkan triwulan II-2020 kemarin yang berada pada level 22,5%,” kata Wimboh dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang disiarkan melalui Youtube Kemenkeu, Selasa (27/10/2020).
Kemudian dana pihak ketiga (DPK) per Agustus 2020 tumbuh 11,64%, secara year on year (yoy) meningkat dibandingkan kuartal II-2020 sebesar 7,95%. DPK ini didominasi dari bank-bank kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) IV atau bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun.
“Kita tahu bahwa banyak dana-dana yang disimpan terutama oleh lembaga pemerintah di bank BUKU IV tersebut. Sementara itu, kredit perbankan tumbuh sebesar 1,04% yoy pada Agustus 2020 setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April hingga Juni 2020,” tuturnya.
Di industri asuransi jiwa dan umum, kata Wimboh, rasio modal perusahaan asuransi (risk based capital/RBC) juga masih terkendali. Rasio minimal yang diwajibkan OJK adalah 120%, artinya perusahaan asuransi harus memiliki aset bebas (aset yang tersisa setelah memenuhi kewajibannya) minimal 120% dari nilai risiko yang dihadapinya.
“Untuk asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506% dan 330,5%. Level tersebut jauh dari ketentuan minimum yang diberlakukan industri asuransi,” kata Wimboh.
Sementara itu, di pasar modal penghimpunan dana hingga 20 Oktober sudah mencapai Rp 92,2 triliun, dengan 45 emiten baru dan terdapat 50 emiten melakukan penawaran umum terbatas dengan nilai mencapai Rp 21,2 triliun.
Wimboh menjelaskan profil risiko di lembaga jasa keuangan meningkat, di mana rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) naik menjadi 3,11% di Agustus dan NPL financing pada level 5,32% sedikit lebih tinggi dari triwulan II-2020 yakni 5,17%.
“OJK tetap fokus memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi secara dini berbagai potensi risiko terhadap stabilitas sistem keuangan dan terus memitigasi dengan kebijakan countercycle untuk membantu percepatan pemulihan sektor riil dan perekonomian secara keseluruhan,” imbuhnya.
“Program restrukturisasi kredit di sektor perbankan per 28 September 2020 mencapai Rp 904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur dan di perusahaan pembiayaan per 29 September 2020 mencapai Rp 170,17 triliun untuk 4,6 juta kontrak,” katanya menambahkan.
- Gelapkan Rp 4 M, Karyawan Asuransi Foya-foya & Main Saham
Jakarta, CNBC Indonesia – Salah satu karyawan asuransi di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Eka Hayati (32) menggelapkan uang nasabah senilai Rp 4 miliar. Uang tersebut digunakan untuk foya-foya, main saham, hingga bayar utang.
Ia sempat berlibur di beberapa kota dari Jakarta, Yogyakarta, hingga ke Bali. Mulanya polisi heran karena Eka mengaku menggunakan untuk foya-foya, setelah ditelusuri baru diketahui ternyata uang tersebut digunakan untuk main saham dan bayar hutang.
Kasat Reskrim Polres Bone AKP Ardy Yusuf mengatakan kepada polisi Eka mengaku memiliki banyak utang. “Katanya banyak hutangnya, makanya dia pakai bayar utang,” tuturnya, Kamis (29/10/2020) sebagaimana dikutip dari detik.com
Lebih lanjut Ardy mengatakan sampai saat ini Eka belum memberi informasi lebih lanjut apakah barang-barang ini digunakan untuk belanja barang mewah atau tidak. Menurutnya penyidik sampai saat ini juga tidak menemukan aset barang mewah saat mengungkap kasus penggelapan uang yang dilakukan Eka.
“Barang buktinya cuma buku rekening, rekening koran. Tidak ada aset,” tegas Ardy.
Kasus ini bermula pada 2013, ketika Eka dengan korbannya, Hj Andi Warnawati Idris Galigo, pertama kali bertemu. Andi Warnawati merupakan istri Bupati Bone periode 2008-2013, Andi M. Idris Galigo.
Singkat cerita, korban kemudian percaya kepada Eka untuk menyetorkan tabungannya di bank. Jadi, sejak 2013 hingga 2019 Eka kerap datang ke rumah korban untuk mengambil uang.
“Setiap mau menabung (korban bilang ke Eka) ‘datang ke rumah, kita mau kasih uang ini (untuk ditabung)’. Akhirnya dia (korban) hitung-hitung sejak 2013 sampai 2019 angkanya segitu, Rp 4 M. Misalnya ada uang Rp 50 juta, dia tabung, Rp 30 juta dia tabung,” imbuhnya.
Korban menyadari uang yang disetorkan ke Eka tidak ditabung ketika melakukan pengecekan dan ternyata saldo tabungannya hanya Rp 100 juta, bukan Rp 4 miliar seperti perhitungannya.
Eka sendiri mengaku kepada korbannya jika dia bekerja sebagai manager bank. Kasus ini sudah dilimpahkan polisi ke kejaksaan dan akan dilanjutkan ke persidangan. Dia dijerat pasal penggelapan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
- Tumbuh Negatif, Begini Kinerja Industri Asuransi di Q3-2020
Jakarta, CNBC Indonesia– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum masih mengalami pertumbuhan negatif pada sisi kinerja aset hingga September 2020.
“Baik secara year on year maupun year to date, industri asuransi growthnya masih negatif. Hal ini tidak boleh menjadikan kita pesimis menatap masa depan tahun-tahun ke depan,” ujar Deputi Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank M. Ichsanudin, dalam Diskusi Adaptasi dan Transformasi Industri Asuransi sebagai rangkaian CNBC Indonesia Award: The Best Insurance, Selasa (27/10/2020).
Lebih rinci dia menjelaskan, aset industri asuransi jiwa secara year on year hingga akhir 30 September 2020 tercatat minus 2,6%, sementara asuransi umum 5,6%.
“Untuk year to date asuransi jiwa cukup besar minusnya, yakni minus 4,5%, sementara asuransi umum minus 8,01%,” ujar Ichsanudin.
Meski demikian, Ichsanudin, menyatakan masih ada perusahaan asuransi yang tumbuh tinggi saat ini, yakni asuransi wajib BP Jamsostek. Aset perusahaan ini masih tumbuh 9,91% secara year on year, sementara hingga year to date tumbuh 5,36%.
“Bila industri digabung dengan BPJS Ketenagakerjaan maka aset masih tumbuh 1,5% secara year on year dan year to date 1,2%,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama Ichsanudin juga mengatakan bahwa perusahaan asuransi tidak akan mengalami gagal bayar alias default bila dikelola secara hati-hati.
“Kalau perusahaan selalu berpedoman terhadap aturan dan dari sisi investasi dikelola secara benar dan hati-hari, maka perusahaan asuransi tak akan default meskipun klaimnya jatuh tempo,” ujar Ichsanudin.
Menurutnya, OJK tidak hanya mengawasi perusahaan asuransi dari sisi laporan keuangan, tetapi juga mengawasi produk-produk yang dikeluarkan. “Artinya dalam menjual suatu produk rata-rata hasil investasi match atau tidak,” ujarnya.
Lebih rinci dia mencontohkan, suatu produk asuransi harus memberikan proyeksi imbal hasil yang masuk akal kepada nasabah. “Katakan hasil investasi 6%. kalau mau memberikan garansi jangan di atas 6%, karena ada biaya akuisisi, komisi dan lain-lain. Kalau kita rata-rata investasi dapat 6%, yang bergaransi itu sekitar 3% bahkan 2%,” jelasnya.
Sebagai informasi WanaArtha Life dan Kresna Life. Beberapa penyebab gagal bayar adalah garansi imbal hasil yang tinggi dan investasi yang tidak hati-hati
- OJK cabut izin Asuransi Recapital, perusahaan asuransi milik Ketua Umum Kadin
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perusahaan asuransi umum, PT Asuransi Recapital harus menutup usahanya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-45/D.05/2020 tanggal 16 Oktober 2020 telah mencabut izin usaha di Bidang Asuransi Umum PT Asuransi Recapital.
Perusahaan asuransi ini beralamat di Gedung Recapital Lantai 6, Jalan Adityawarman No. 55 Kebayoran Baru, Jakarta. Sesuai namanya, Asuransi Recapital dimiliki Grup Recapital, perusahaan investasi milik Rosan Roeslani yang juga Ketua Umum Kadin Indonesia.
Deputi Komisioner Pengawas IKNB I OJK Anggar Budhi Nuraini dalam pengumumannya di situs OJK menyebutkan, pencabutan izin usaha Asuransi Recapital sebagai perusahaan asuransi umum dikarenakan perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan yang menjadi penyebab dikenakannya sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU).
Sanksi PKU dikenakan kepada Asuransi Recapital karena pelanggaran atas ketentuan tingkat solvabilitas minimum.
Sejak pencabutan izin usaha PT Asuransi Recapital, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Asuransi Recapital dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset PT Asuransi Recapital.
Asuransi Recapital dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi umum. Selain itu juga diwajibkan untuk:
- Menghentikan seluruh kegiatan usaha baik di kantor pusat maupun kantor di luar kantor pusat PT Asuransi Recapital.
- Menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 15 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.
- Menyelenggarakan rapat umum pemegang saham paling lambat 30 hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum PT Asuransi Recapital serta membentuk tim likuidasi.
- Melaksanakan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, setelah dibentuknya tim likuidasi, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Asuransi Recapital wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang diperlukan oleh tim likuidasi serta dilarang menghambat proses likuidasi yang dilakukan oleh tim likuidasi.
- Persaingan Usaha jadi Salah Satu Alasan Klaim Asuransi Kredit Melonjak
Bisnis.com, JAKARTA — Terus meningkatnya klaim asuransi kredit sejak 2019 dinilai turut dipengaruhi oleh kompetisi antar perusahaan asuransi dalam menawarkan produk tersebut. Sayangnya, saat pandemi virus corona menghantam perekonomian, lini bisnis itu terdampak cukup hebat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa lini bisnis asuransi kredit mengalami perkembangan cukup pesat dalam dua tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari terus bertambahnya premi dan perusahaan yang memasarkan asuransi kredit.
Seiring perkembangannya, perusahaan-perusahaan itu terus bersaing dalam memasarkan asuransi kredit, salah satunya dengan menawarkan cakupan proteksi yang cukup luas. Berbagai penawaran manfaat dengan premi yang terjangkau membuat proteksi kredit terus meningkat.
Saat pandemi Covid-19 menghantam dan banyak debitur yang kesulitan membayar cicilannya, perbankan dan industri pembiayaan selaku kreditur pun mengajukan klaim ke perusahaan asuransi. Tingkat klaim itu dikhawatirkan akan terus meningkat, setelah terus naik sejak akhir 2019.
“Sekarang permintaan perbankan semua yang non performing loan [NPL] dijamin. Kenapa itu terjadi? Dituruti [oleh perusahaan penerbit asuransi kredit], karena kompetisi tinggi. Dulu hanya 2–3 perusahaan yang menyediakan jasa kredit,” ujar Dody dalam webinar Strategi Sektor Keuangan Non Bank dalam Dorong Pertumbuhan Ekonomi melalui Teknologi yang digelar Bisnis, Selasa (27/10/2020).
Menurutnya, kondisi tersebut menyebabkan kompetisi yang kurang sehat karena menurunkan kualitas proteksi dari asuransi kredit. Meskipun begitu, hal tersebut telah menjadi perhatian asosiasi, sejumlah pimpinan perusahaan asuransi umum, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyepakati perlu adanya tindak lanjut untuk mencegah pembengkakan klaim.
AAUI mencatat bahwa pada 2019 premi asuransi kredit mencapai Rp 14,64 triliun atau naik 86,2 persen (year-on-year/yoy) dari 2018 senilai Rp7,86 triliun. Namun, pertumbuhan pesat itu pun sejalan dengan kenaikan klaimnya pada 2019, yakni Rp 9,87 triliun atau melonjak 88,9 persen (yoy) dari 2018 senilai Rp5,22 triliun.
Menurut Dody, kenaikan klaim itu terus berlanjut pada kuartal I/2020, lalu pada semester I/2020 kembali terjadi kenaikan klaim tetapi preminya justru menurun. Trennya belum terlihat pada kuartal III/2020 karena pengolahan data dari seluruh anggota AAUI belum rampung.
Pada semester I/2020, AAUI mencatat jumlah premi asuransi kredit senilai Rp5,7 triliun, turun 6,1 persen (yoy) dibandingkan dengan semester I/2019 senilai Rp6,16 triliun. Pada semester I/2020, klaim yang dibayarkan senilai Rp4,09 triliun naik 16,3 persen (yoy) dari posisi semester I/2019 senilai Rp3,52 triliun.
“Kekhawatiran kami muncul dari data bahwa pada kuartal I/2020 dan kuartal II/2020, meski premi asuransi kredit turun tapi klaimnya naik, kenaikan klaim itu terlihat dari akhir 2019. Makanya kemudian kami menghimbau kepada semua penerbit asuransi kredit untuk melakukan mitigasi risiko yang baik,” ujar Dody.
- Holding Asuransi Diminta Tak Ulangi Kesalahan yang Sama
JAKARTA https://ekbis.sindonews.com/- Pengamat ekonomi dari Indef, Bhima Yudhistira mengingatkan pembentukan holding asuransi BUMN jangan sampai mengulang kesalahan Jiwasraya, yakni menawarkan produk asuransi berbalut investasi dengan iming-iming imbal hasil yang tidak rasional.
Namun, kata dia, bukan berarti tidak boleh menerbitkan produk sejenis unit link lagi. “Dalam hal ini yang jadi catatan adalah tata kelola dana nasabah harus lebih prudent dan sistem internal diawasi secara ketat,” ujar Bhima di Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Dia juga optimistis prospek bisnis asuransi jiwa pun di Indonesia masih cukup besar karena penetrasi masih di bawah 5%. Selain itu harapannya agar BUMN Asuransi tidak jago kandang, tapi juga bisa bermain di pasar luar negeri. “Setelah ratifikasi AFAS tentunya peluang BUMN asuransi untuk ekspansi ke Malaysia, Thailand dan Vietnam perlu didorong,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu mengatakan, direksi Indonesia Financial Group atau IFG life harus punya hitungan bisnis untuk jumlah premi yang masuk, jumlah diinvestasikan, beban, berapa cadangan, berapa kemampuan di tahun pertama atau kedua dan berikutnya. “Jadi harus ada kejelasan perencanaan hingga pembayaran. Karena mereka punya ahlinya,” ujar Togar menambahkan.
Di sisi lain menurutnya pemilik polis juga harus pahami skema bisnis asuransi walaupun sulit karena sudah terlanjur emosi. Mungkin saja ada yang butuh untuk berobat atau dana sekolah anaknya.
“Saya sendiri juga paham bila di kondisi seperti itu. Tapi sekarang selain sulit tapi juga ada pandemi Covid-19 sehingga semuanya semakin berat,” ujarnya.
Kemudian menurut dia yang harus diperhatikan adalah siapa direksi yang ditunjuk disana dan seberapa piawai dalam mengelola dana. “Nanti Jiwasraya akan nonaktifkan. Jadi tergantung siapa direksi perusahaan baru tersebut, apakah dari Jiwasraya atau bukan. Kita lihat seberapa piawai mereka mengembangkan dana PMN. Akan sangat sulit untuk mengandalkan pemasukan premi saja,” ujarnya.
- Berlarut-larut, Penanganan Nasib Bumiputera Butuh Langkah Cepat
JAKARTA – JAKARTA https://ekbis.sindonews.com Pengamat industri asuransi Diding S. Anwar mengkritisi penanganan yang berlarut-larut atas nasib jutaan pemilik polis asuransi di AJB Bumiputera.
Dirinya mempertanyakan langkah yang diambil pengurus AJB Bumiputera. Menurut dia, Organ Pengurus tidak memenuhi syarat UU untuk membentuk Rapat Umum Anggota (RUA). Oleh karena itu dia mendorong agar dilakukan langkah taktis.
Menurutnya Pengelola Statuter yang ditunjuk OJK agar ditugaskan untuk membentuk RUA, Dewan Komisioner, dan Direksi sehingga lebih efektif.
“Opsi terbaik dengan masa penugasan yang singkat. Agar korporasi segera normal dengan ditangani Organ Perusahaan yang punya legitimasi sebagaimana mestinya,” ujar Diding di Jakarta, Senin (19/20/2020).
Sebelumnya OJK memerintahkan AJB Bumiputera 1912 melakukan pemilihan peserta RUA dengan tenggat waktu hingga akhir November 2020. Karena Rapat Umum Anggota (RUA) eksisting akan berakhir pada Sabtu (26/12).
Oleh karena itu, diperlukan pengisi jabatan RUA yang baru. Selain memerintahkan Bumiputera membentuk RUA yang baru, dalam surat perintah lainnya, OJK memperingatkan sanksi pidana.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 87/2019 Pasal 32 harus terdapat pembentukan panitia pemilihan peserta RUA enam bulan sebelum masa kepesertaan itu habis. Artinya, panitia itu semestinya terbentuk pada Juni 2020.
Diding juga mengingatkan agar dalam menentukan RUA nantinya harus memperhatikan etika dan integritas yang telah terbukti. “Kita juga khawatir bila sampai dilakukan Class Action karena ada pembiaran dari pemerintah dan otoritas. Jangan sampai terjadi,” ujarnya.
Informasi ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker.