Liga Asuransi – Transisi energi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi Indonesia. Krisis iklim global menuntut semua negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang menyumbang emisi karbon tinggi. Salah satu solusi yang kini mendapat sorotan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau energi angin.
Pemerintah Indonesia menargetkan penambahan kapasitas 5 gigawatt (GW) PLTB pada tahun 2030. Angka ini bukan sekadar ambisi, melainkan bagian dari strategi menuju net-zero emission 2060. Namun, ambisi ini diiringi tantangan besar: keterbatasan infrastruktur, teknologi yang mahal, serta risiko proyek yang kompleks.
Di sinilah peran asuransi energi terbarukan menjadi kunci. Asuransi bukan hanya pelengkap, tetapi fondasi penting untuk memastikan proyek PLTB berjalan sesuai rencana dan investasi yang besar tidak hilang akibat risiko tak terduga. Artikel ini akan membahas tren PLTB global dan nasional, peluang bisnis, berbagai risiko yang harus dihadapi, serta peran penting L&G Insurance Broker dalam mendukung transisi energi Indonesia.
Tren Global Energi Angin
Pertumbuhan Global
Industri energi angin dunia sedang mencetak rekor. Pada tahun 2024, kapasitas PLTB global bertambah hingga 117 GW, mendorong total kapasitas menjadi 1.136 GW. Cina menjadi pemimpin dengan kontribusi hampir 80 GW, disusul Amerika Serikat, Jerman, India, dan Brazil.
Tren lain yang menguat adalah offshore wind power. Pada 2025, diproyeksikan ada tambahan kapasitas 19 GW dari PLTB lepas pantai dengan investasi mencapai USD 80 miliar. Offshore wind semakin populer karena stabilitas angin di laut lebih konsisten dibandingkan daratan.
Tren di Indonesia
Indonesia sebenarnya memiliki potensi angin yang sangat besar, yakni 154,6 GW (60,4 GW onshore dan 94,2 GW offshore). Namun, hingga 2024 kapasitas terpasang baru sekitar 152,3 MW — kurang dari 1% dari potensi yang ada.
Untuk mengejar ketertinggalan, Kementerian ESDM menargetkan tambahan 5 GW PLTB pada tahun 2030. Beberapa proyek yang sedang dikembangkan antara lain:
- PLTB Tanah Laut (70 MW) di Kalimantan Selatan.
- PLTB Timor (22 MW) di NTT.
- Proyek PLTB lain yang siap beroperasi pada periode 2025–2027.
Target ambisius ini hanya bisa tercapai jika ada dukungan penuh dari sektor investasi, teknologi, dan tentu saja perlindungan risiko melalui asuransi.
Tren PLTB di Indonesia
Potensi Besar, Pemanfaatan Masih Kecil
Indonesia memiliki potensi energi angin mencapai 154,6 GW — terdiri dari 60,4 GW onshore dan 94,2 GW offshore. Wilayah dengan potensi terbaik antara lain:
- Sulawesi Selatan (sudah beroperasi PLTB Sidrap 75 MW dan PLTB Jeneponto 72 MW).
- NTT (PLTB Timor 22 MW sedang dikembangkan).
- Kalimantan Selatan (PLTB Tanah Laut 70 MW).
- Jawa Timur & Jawa Tengah untuk proyek skala menengah.
Namun, hingga 2024 kapasitas terpasang PLTB di Indonesia baru sekitar 152,3 MW — kurang dari 1% potensi yang ada.
Target 5 GW pada 2030
Untuk mengejar target 5 GW PLTB, pemerintah melalui RUPTL 2025–2035 telah membuka ruang investasi besar. Proyek-proyek baru ditargetkan beroperasi mulai 2025 hingga 2030. Jika target tercapai, PLTB akan menjadi salah satu tulang punggung energi terbarukan di Indonesia.
Tantangan Utama di Indonesia
- Teknologi mahal & ketergantungan impor: turbin besar masih harus didatangkan dari luar negeri.
- Keterbatasan infrastruktur transmisi: lokasi berangin sering jauh dari pusat konsumsi listrik.
- Iklim tropis: pola angin yang tidak selalu stabil membuat efisiensi PLTB lebih rendah dibandingkan negara subtropis.
- Risiko investasi: kepastian regulasi dan tarif jual beli listrik masih menjadi perdebatan antara pengembang dan PLN.
Risiko dalam Proyek PLTB
Investasi PLTB membutuhkan biaya besar, mulai dari ratusan miliar hingga triliunan rupiah per proyek. Dengan modal sebesar itu, risiko harus dikelola dengan serius. Berikut adalah risiko utama yang perlu diantisipasi:
- Risiko Konstruksi & Teknik
- Keterlambatan pembangunan akibat cuaca ekstrem atau hambatan logistik.
- Kerusakan peralatan saat pemasangan, misalnya turbin yang jatuh atau fondasi yang gagal.
- Kegagalan desain yang berpotensi menunda proyek berbulan-bulan.
- Risiko Cuaca & Lingkungan
- Meskipun angin adalah sumber energi, angin ekstrem atau badai bisa merusak turbin.
- Petir sering menyerang area terbuka, menyebabkan kerusakan mahal.
- Banjir & longsor di lokasi proyek bisa menghentikan operasi.
- Risiko Logistik
- Komponen turbin bisa mencapai panjang puluhan meter.
- Transportasi darat menghadapi tantangan jalan sempit atau jembatan terbatas.
- Transportasi laut berisiko tinggi terhadap badai dan ombak besar.
- Risiko Finansial & Legal
- Kegagalan kontraktor menyelesaikan pekerjaan.
- Wanprestasi dalam kontrak jual beli listrik (PPA) dengan PLN.
- Perselisihan hukum dengan masyarakat sekitar terkait dampak sosial atau lingkungan.
- Risiko Operasional
- Kerusakan mesin setelah PLTB beroperasi, misalnya gearbox turbin.
- Kecelakaan kerja teknisi saat perawatan di ketinggian.
- Klaim pihak ketiga, seperti kerusakan properti warga atau dampak suara turbin.
Peran Asuransi dalam Mendukung PLTB
Tanpa asuransi, risiko di atas bisa membuat proyek gagal dan investor rugi besar. Berikut peran utama asuransi dalam PLTB:
Melindungi proyek dari kerugian akibat kecelakaan, kerusakan peralatan, atau bencana alam selama fase konstruksi.
Menjamin kerusakan aset utama PLTB setelah beroperasi, termasuk turbin, jaringan listrik, dan pusat kontrol.
Proteksi untuk pengiriman komponen besar dari luar negeri hingga ke lokasi proyek. Mengurangi risiko kerugian akibat kecelakaan laut atau kerusakan dalam perjalanan.
Menjamin kerugian akibat klaim pihak ketiga, misalnya kecelakaan kerja, kerusakan properti, atau dampak lingkungan.
Menjamin kontraktor menyelesaikan pekerjaan sesuai perjanjian. Jika kontraktor gagal, surety bond akan menutupi kerugian pemilik proyek.
- Renewable Energy Insurance Package
Beberapa perusahaan asuransi internasional sudah mengembangkan paket khusus untuk energi terbarukan, mencakup kombinasi dari semua risiko di atas.
Studi Kasus Global
- PLTB Hornsea (UK, Offshore 1,2 GW)
○ Proyek senilai miliaran dolar ini menggunakan asuransi komprehensif, termasuk marine cargo dan offshore construction insurance.
○ Tanpa asuransi, biaya perbaikan akibat badai bisa menelan kerugian ratusan juta dolar.
- PLTB Sidrap (Indonesia, 75 MW)
○ Salah satu PLTB terbesar di Indonesia yang membutuhkan proteksi asuransi sejak tahap konstruksi.
○ Tantangan utamanya adalah logistik dan potensi kerusakan akibat cuaca tropis.
L&G Insurance Broker: Mitra Transisi Energi
Sebagai broker asuransi berpengalaman, L&G memahami betul tantangan unik dalam proyek energi, termasuk energi terbarukan. L&G hadir dengan keunggulan:
- Pengalaman luas dalam menangani proyek infrastruktur dan energi skala besar.
- Jaringan global dengan perusahaan asuransi terkemuka.
- Solusi tailor-made yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik proyek PLTB.
- Pendampingan risiko menyeluruh, mulai dari analisis risiko, pemilihan polis, hingga klaim.
Dengan dukungan L&G, perusahaan energi dan investor dapat fokus pada pembangunan, sementara perlindungan risiko dikelola secara profesional.
Kesimpulan
Transisi energi Indonesia melalui pembangunan 5 GW PLTB pada 2030 adalah peluang besar sekaligus tantangan. Potensi angin yang melimpah harus dioptimalkan agar Indonesia tidak tertinggal dari tren global energi terbarukan. Namun, risiko yang kompleks membuat peran asuransi menjadi krusial.
Asuransi proyek PLTB bukan sekadar formalitas, tetapi kunci untuk memastikan investasi berjalan lancar, aset terlindungi, dan proyek mencapai target.
Sebagai broker asuransi terpercaya, L&G Insurance Broker siap mendukung suksesnya proyek energi terbarukan di Indonesia. Dengan proteksi yang tepat, transisi energi bukan hanya mimpi, tetapi kenyataan yang membawa manfaat bagi bangsa dan lingkungan.
Ingin memastikan proyek energi terbarukan Anda terlindungi dari berbagai risiko?
Hubungi L&G Insurance Broker sekarang juga di 08118507773 untuk konsultasi dan solusi asuransi terbaik bagi proyek PLTB dan infrastruktur energi Anda.