Liga Asuransi – Menjelang musim mudik dan semakin dekatnya libur panjang, perlindungan perjalanan menjadi aspek yang tak boleh diabaikan. Risiko di perjalanan, mulai dari keterlambatan, kehilangan bagasi, hingga kecelakaan, bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu, memiliki asuransi perjalanan bukan hanya pilihan, tetapi kebutuhan untuk memastikan perjalanan yang aman dan nyaman. Di sisi lain, industri asuransi di Indonesia juga terus berkembang dengan berbagai inovasi, termasuk pertumbuhan pesat asuransi syariah dan kebijakan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berpotensi mempengaruhi premi asuransi kesehatan. Simak ulasan lengkapnya dalam rangkuman berita asuransi terupdate berikut ini!
Asuransi Syariah Melesat! Tren & Inovasi yang Akan Mengubah Industri Keuangan di Indonesia
Industri asuransi syariah di Indonesia terus mengalami pertumbuhan pesat dalam satu dekade terakhir. Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap keuangan berbasis syariah, didukung oleh regulasi yang semakin kondusif, telah membuka peluang besar bagi sektor ini. Dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia, asuransi syariah memiliki potensi luar biasa untuk memperluas akses layanan keuangan yang lebih inklusif.
Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2024, industri asuransi jiwa syariah mengalami peningkatan aset sebesar 4% dibanding tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah perusahaan asuransi syariah full-fledged terus bertambah dalam dua tahun terakhir, menandakan minat yang semakin tinggi terhadap produk keuangan berbasis syariah. Faktor utama dibalik pertumbuhan ini adalah meningkatnya permintaan produk asuransi syariah serta inovasi yang terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Tantangan: Inflasi Medis dan Daya Beli Masyarakat
Meskipun mengalami pertumbuhan positif, industri ini masih menghadapi berbagai tantangan. Kondisi ekonomi pasca-pandemi, daya beli masyarakat yang menurun, serta lonjakan inflasi medis menjadi faktor utama yang perlu diatasi. Diperkirakan pada tahun 2025, inflasi medis akan melonjak hingga 19%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi umum yang hanya 2,6%. Kenaikan biaya perawatan kesehatan ini berpotensi meningkatkan jumlah klaim asuransi kesehatan, bahkan melampaui pertumbuhan premi yang dikumpulkan oleh industri.
Peluang dan Inovasi: Asuransi Kesehatan Syariah Jadi Primadona
Menanggapi tantangan ini, Prudential Syariah melihat peluang besar dalam pertumbuhan asuransi kesehatan syariah. Dalam acara Insurance Forum 2025, Presiden Direktur Prudential Syariah, Iskandar Ezzahuddin, mengungkapkan bahwa permintaan asuransi kesehatan meningkat tajam sejak pandemi COVID-19. Menurutnya, meskipun tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah, hal ini justru membuka peluang besar bagi produk-produk asuransi kesehatan syariah untuk berkembang.
Selain itu, tren konsumsi masyarakat yang semakin condong ke produk berbasis syariah, seperti makanan, fashion, kosmetik, dan perbankan, turut memperkuat prospek cerah industri ini. “Kami optimis bahwa asuransi kesehatan syariah akan menjadi segmen yang berkembang pesat di Indonesia,” ujar Iskandar.
Sebagai respons terhadap kenaikan biaya medis dan daya beli masyarakat yang terbatas, Prudential Syariah terus berinovasi dengan menghadirkan produk asuransi yang lebih sederhana dan terjangkau. Salah satu inovasi terbaru mereka adalah PRUWell Medical Syariah, yang menawarkan sistem harga yang lebih adil (fair pricing) dengan kontribusi yang lebih ringan serta manfaat tambahan bagi peserta yang menjaga kesehatan mereka.
Kolaborasi Multisektor: Kunci Pertumbuhan Asuransi Syariah
Pertumbuhan industri asuransi syariah tidak hanya bergantung pada inovasi produk, tetapi juga pada sinergi antara regulator, industri keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI untuk membangun ekosistem asuransi kesehatan yang lebih baik. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap asuransi kesehatan serta memperkuat koordinasi dengan BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya.
Iskandar Ezzahuddin menyambut baik inisiatif OJK tersebut, seraya menegaskan bahwa regulasi yang tepat dapat membuka lebih banyak peluang inovasi bagi industri ini. “Kami berkomitmen untuk terus menghadirkan solusi kesehatan yang tidak hanya inovatif, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan peserta asuransi syariah,” ungkapnya.
Dewan Asuransi Indonesia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan ekosistem asuransi yang berkelanjutan. Selain melibatkan regulator dan perusahaan asuransi, sinergi dengan pemerintah serta pelaku industri lainnya menjadi kunci dalam memastikan produk asuransi syariah semakin diterima oleh masyarakat luas.
Membangun Ekosistem Layanan Kesehatan yang Lebih Baik
Sebagai bagian dari upaya memperkuat ekosistem layanan kesehatan, Prudential Syariah telah menjalin kemitraan dengan berbagai rumah sakit melalui program PRUPriority Hospitals. Saat ini, mereka telah bekerja sama dengan lebih dari 400 rumah sakit di berbagai negara, termasuk 36 rumah sakit pemerintah di Indonesia, guna memastikan peserta asuransi mendapatkan pelayanan medis yang berkualitas.
Selain itu, Prudential Syariah juga menghadirkan layanan pendampingan virtual bernama PRUCare Advisor. Layanan ini memberikan berbagai manfaat tambahan, seperti konsultasi dengan dokter spesialis global, rekomendasi perawatan yang sesuai, serta bantuan dalam pemulihan kesehatan setelah perawatan di rumah sakit. Layanan ini tersedia bagi peserta dengan paket dan produk tertentu tanpa biaya tambahan.
“Prudential Syariah selalu terbuka untuk kolaborasi yang dapat menciptakan ekosistem layanan kesehatan yang lebih baik. Dengan kerja sama yang solid antara berbagai sektor, kami berharap dapat menghadirkan inovasi dan kebijakan yang tidak hanya menjaga keberlanjutan ekonomi, tetapi juga meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tutup Iskandar.
Dengan pertumbuhan yang menjanjikan, inovasi yang terus berkembang, serta dukungan dari regulator dan pemangku kepentingan lainnya, masa depan industri asuransi syariah di Indonesia terlihat semakin cerah. Masyarakat kini memiliki lebih banyak pilihan untuk mendapatkan perlindungan berbasis syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan Islam, sekaligus memastikan ketenangan finansial mereka di masa depan.
OJK Wajibkan Koordinasi Manfaat dalam Asuransi Kesehatan, Premi Bisa Makin Mahal?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merampungkan Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, yang salah satu poin utamanya mewajibkan fitur koordinasi manfaat atau Coordination on Benefit (CoB) dalam setiap produk asuransi kesehatan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Cipto Hartono, menyatakan bahwa rancangan ini akan segera disahkan dalam waktu dekat dan ketentuan CoB tampaknya tidak akan mengalami perubahan. “Dalam RSEOJK yang akan segera diterbitkan, tampaknya akan ada ketentuan yang mengatur bahwa produk asuransi kesehatan wajib memiliki fitur koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan,” ujar Cipto kepada Bisnis, Rabu (19/3/2025).
Beban Klaim Lebih Besar di Pihak Asuransi Swasta
Dalam skema CoB, perusahaan asuransi swasta diharuskan menanggung porsi beban klaim yang lebih besar dibandingkan dengan BPJS Kesehatan. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah premi asuransi kesehatan akan meningkat sebagai akibat dari kebijakan ini.
Cipto menjelaskan bahwa meskipun ada kewajiban tersebut, premi asuransi tidak serta-merta naik secara signifikan karena harga premi dipengaruhi oleh berbagai faktor lain. “Terkait dampaknya terhadap premi, pada dasarnya bisnis akan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Premi asuransi kesehatan tidak hanya ditentukan oleh skema CoB, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor seperti riwayat klaim tertanggung, tren inflasi biaya medis, serta struktur manfaat dalam polis, termasuk cakupan manfaat dan batas maksimum pertanggungan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa meskipun perusahaan asuransi swasta menanggung beban lebih besar, aturan tetap membatasi tarif yang dapat ditagihkan oleh rumah sakit maksimal 200% dari Tarif INA-CBG (Indonesian-Case Based Groups). Tarif INA-CBG sendiri adalah sistem pembayaran klaim BPJS Kesehatan berdasarkan pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur medis, yang diatur dalam Permenkes No. 3 Tahun 2023.
Potensi Kenaikan Premi Tidak Bisa Dihindari?
Sementara itu, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Fauzi Arfan, berpendapat bahwa kebijakan CoB bisa berujung pada kenaikan premi. “Jika skema CoB mengharuskan asuransi swasta menanggung selisih biaya yang lebih besar, maka ada potensi premi produk dengan fitur CoB menjadi lebih tinggi dibandingkan produk yang tidak mengadopsi mekanisme ini,” jelasnya.
Menurutnya, setiap perusahaan asuransi memiliki strategi pricing yang berbeda, namun dengan meningkatnya beban klaim, evaluasi terhadap skema CoB harus dilakukan secara berkala. “Dinamika biaya kesehatan yang terus berubah harus menjadi pertimbangan dalam pembagian beban antara asuransi swasta dan BPJS Kesehatan,” tambahnya.
Perlu Evaluasi dan Strategi Fleksibel
Para pelaku industri asuransi menekankan pentingnya evaluasi terhadap skema CoB untuk memastikan keseimbangan antara manfaat bagi peserta dan keberlanjutan bisnis asuransi. Dengan biaya kesehatan yang terus meningkat, perusahaan asuransi perlu menyusun strategi fleksibel dalam menentukan harga premi agar tetap kompetitif dan terjangkau bagi masyarakat.
Apakah kebijakan ini akan membuat premi asuransi kesehatan melonjak drastis? Hanya waktu yang bisa menjawab, tetapi satu hal yang pasti: koordinasi manfaat dalam asuransi kesehatan akan menjadi perhatian utama bagi industri dan masyarakat ke depan.
Nasabah Kecewa! OJK Ajukan Kasasi, Nasib Dana di Asuransi Jiwa Kresna Terancam?
Ratusan nasabah Asuransi Jiwa Kresna (AJK) mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Para pemegang polis berharap agar majelis hakim menolak upaya hukum dari OJK yang berusaha mempertahankan pencabutan izin usaha AJK.
Salah satu nasabah, Lichu, menyampaikan permohonannya kepada hakim agung agar menolak kasasi yang diajukan oleh OJK. Menurutnya, sebanyak 97 persen dari total 6.000 nasabah Asuransi Jiwa Kresna menginginkan agar operasional perusahaan tetap berjalan demi memastikan pembayaran utang kepada para nasabah dapat dilakukan.
“Asuransi Jiwa Kresna sudah membayar Rp1,4 triliun dan masih memiliki sisa kewajiban Rp5 triliun yang dijadwalkan bisa dilunasi dalam lima tahun ke depan,” ungkap Lichu.
Sementara itu, kuasa hukum nasabah, Benny Wullur, menyesalkan langkah OJK yang dinilai tidak berpihak kepada kepentingan para pemegang polis. Menurutnya, keputusan pencabutan izin justru menghambat penyelesaian kewajiban perusahaan kepada nasabah.
“Seharusnya OJK sebagai lembaga negara melindungi masyarakat dan mencari solusi terbaik. Faktanya, pihak manajemen AJK dan para nasabah sudah mencapai kesepakatan damai, tetapi justru OJK yang bersikeras mencabut izin. Jika izin dicabut, dari mana perusahaan bisa membayar utangnya?” ujar Benny, Rabu (19/3/2025).
Dengan polemik yang terus bergulir, para nasabah berharap Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan kondisi mereka dan memutuskan langkah terbaik demi keadilan serta kepastian hukum.
Mudik Aman dan Nyaman! Jangan Sepelekan Asuransi Perjalanan, Ini Manfaatnya
Menjelang musim mudik Lebaran, jutaan pemudik bersiap melakukan perjalanan jauh untuk berkumpul dengan keluarga. Namun, di tengah antusiasme menyambut hari raya, masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya memiliki asuransi perjalanan untuk melindungi diri dari berbagai risiko selama di perjalanan.
Menurut pengamat asuransi Irvan Rahardjo, perlindungan dari asuransi perjalanan sangatlah luas. Selain memberikan jaminan pengobatan, asuransi ini juga mencakup santunan bagi pemegang polis yang mengalami cacat sementara atau permanen, serta santunan meninggal dunia akibat kecelakaan dalam perjalanan. Tak hanya itu, perlindungan ini juga meliputi kompensasi atas kehilangan bagasi dan penggantian biaya tiket serta akomodasi jika terjadi keterlambatan transportasi.
“Asuransi perjalanan dapat dibeli secara individu langsung melalui perusahaan asuransi, baik melalui platform digital seperti website maupun media sosial. Harganya pun cukup terjangkau, karena polis ini berlaku hanya selama perjalanan berlangsung, yaitu sejak keberangkatan hingga kepulangan. Biayanya berkisar 0,2% dari total biaya perjalanan,” jelas Irvan saat diwawancarai oleh Kontan, Kamis (20/3).
Sayangnya, meskipun memiliki manfaat yang cukup luas, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya asuransi perjalanan masih tergolong rendah. Minimnya edukasi serta kurangnya sosialisasi dari industri asuransi menjadi faktor utama rendahnya permintaan produk ini.
Selain itu, tren penurunan jumlah pemudik tahun ini juga diperkirakan berdampak pada berkurangnya minat terhadap asuransi perjalanan. Faktor daya beli masyarakat yang melemah turut memengaruhi sektor asuransi secara keseluruhan.
Dengan kondisi ini, para pelaku industri asuransi diharapkan semakin aktif dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya perlindungan perjalanan, khususnya dalam menghadapi berbagai risiko yang mungkin terjadi selama mudik Lebaran. Dengan memahami manfaatnya, masyarakat dapat menikmati perjalanan dengan lebih aman dan tenang tanpa khawatir akan hal-hal yang tidak terduga.
Industri Asuransi Sambut Peluang Emas! Proteksi Bisnis Bulion Makin Dilirik?
PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI) melihat peluang besar dalam keterlibatan industri asuransi dalam bisnis bulion atau perdagangan emas di Indonesia. Wakil Presiden Direktur ACPI, Nicolaus Prawiro, menyatakan bahwa perlindungan asuransi terhadap usaha bulion bukanlah hal baru di industri, mengingat adanya produk asuransi Cash in Safe (CIS) dan Cash in Transit (CIT) yang sudah tersedia.
“Ini peluang bagus bagi industri asuransi karena bisa menambah perolehan premi, meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan,” ujar Nicolaus kepada Bisnis.com, Kamis (20/3/2025).
Lebih lanjut, ACPI telah menjalin kerja sama dengan beberapa bank untuk memberikan perlindungan dalam bentuk CIS dan CIT. Bahkan, ACPI memiliki rekam jejak yang baik dalam memberikan proteksi asuransi bagi perusahaan-perusahaan emas di Indonesia.
“Kami sudah memiliki pengalaman luas dalam perlindungan asuransi untuk emas di beberapa perusahaan. Namun, secara keseluruhan kontribusi dari produk asuransi CIS dan CIT terhadap total premi kami masih terbilang kecil,” jelasnya.
Sebagai negara dengan salah satu cadangan emas terbesar di dunia, Indonesia justru terbilang terlambat dalam mengembangkan industri bulion. Baru pada tahun ini pemerintah resmi mengizinkan kegiatan usaha bulion, dengan hanya dua perusahaan Lembaga Jasa Keuangan (PJK) yang mendapatkan izin operasi.
Meski begitu, kesadaran masyarakat terhadap investasi emas sudah cukup tinggi, meskipun masih dilakukan secara konvensional. Nicolaus meyakini bahwa dengan dukungan pemerintah, prospek investasi emas di Indonesia akan semakin berkembang, sekaligus menjadi katalis positif bagi industri asuransi.
“Keberadaan bulion bank memungkinkan masyarakat untuk berinvestasi emas dengan cara yang lebih modern. Saya percaya ini akan memberikan sentimen positif bagi industri asuransi, meskipun dampaknya terhadap premi masih terbatas,” tambahnya.
Sebagai informasi, perlindungan asuransi terhadap emas yang disimpan (CIS) maupun perlindungan perjalanan emas (CIT) merupakan bagian dari lini bisnis asuransi aneka atau miscellaneous. Sepanjang tahun 2024, premi dari asuransi aneka tumbuh 3,9% secara tahunan (YoY) menjadi Rp4,25 triliun, dibandingkan Rp4,11 triliun pada akhir tahun 2023. Meski tumbuh, pangsa pasar lini bisnis asuransi aneka masih kecil, hanya 4% dari total perolehan premi industri asuransi umum yang mencapai Rp112,86 triliun pada 2024.
Dengan meningkatnya aktivitas perdagangan emas dan dukungan regulasi, peluang bagi industri asuransi untuk meningkatkan keterlibatan dalam bisnis bulion semakin terbuka lebar. Kini, tantangan utamanya adalah bagaimana industri asuransi bisa lebih aktif dalam mengedukasi dan menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar emas di Indonesia.
Asuransi Swasta Kena Beban Lebih Besar dalam Skema CoB? Begini Cara Kendalinya!
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memastikan bahwa perusahaan asuransi swasta tetap dapat mengelola biaya klaim dengan efektif, meskipun dalam skema Coordination on Benefit (CoB) dengan BPJS Kesehatan mereka harus menanggung beban lebih besar.
Direktur Eksekutif AAUI, Cipto Hartono, menjelaskan bahwa pembagian beban dalam skema CoB telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) HK.01.07/Menkes/1366/2024. Dalam regulasi ini, BPJS Kesehatan menanggung 75% dari tarif INA-CBG sesuai kelas perawatan peserta, sementara asuransi swasta menanggung selisih biaya hingga maksimal 125% dari tarif INA-CBG.
Batasan Biaya yang Masih Terkendali
Cipto menegaskan bahwa selama total biaya yang ditanggung tidak melebihi 200% dari tarif INA-CBG, beban asuransi swasta masih dalam batas wajar dan dapat dikendalikan. “Dengan adanya batasan ini, perusahaan asuransi swasta tetap memiliki ruang untuk mengelola biaya klaim secara efisien,” ujar Cipto dalam wawancaranya dengan Bisnis, Rabu (19/3/2025).
Meskipun beban klaim meningkat, rasio klaim kesehatan asuransi umum masih lebih terkendali dibandingkan dengan asuransi jiwa. Hingga akhir 2024, rasio klaim kesehatan asuransi umum berada di angka 58,2%, bahkan membaik dari tahun sebelumnya yang mencapai 95,3%. Sebagai perbandingan, rasio klaim kesehatan di sektor asuransi jiwa sudah melebihi 100%.
Strategi Pengendalian Beban Klaim
Untuk menjaga rasio klaim tetap sehat dan mencegah lonjakan biaya yang tidak terkendali, perusahaan asuransi umum menerapkan sejumlah strategi pengelolaan biaya, antara lain:
- Pemantauan Pola Klaim – Memantau tren penggunaan layanan kesehatan secara ketat untuk mengidentifikasi potensi risiko dan penyalahgunaan manfaat asuransi.
- Utilization Review (UR) – Meninjau efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan guna memastikan klaim yang diajukan sesuai dengan kebutuhan medis.
- Penguatan Kerja Sama dengan Provider – Membangun perjanjian kerja sama (PKS) yang lebih ketat dengan penyedia layanan kesehatan untuk mengendalikan biaya pelayanan.
- Edukasi kepada Tertanggung – Meningkatkan pemahaman peserta mengenai pemanfaatan asuransi secara optimal guna menghindari penyalahgunaan layanan medis.
Sebagai informasi, tarif INA-CBG (Indonesian-Case Based Groups) merupakan skema pembayaran klaim yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan berdasarkan pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur medis tertentu. Tarif ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023.
Dengan strategi yang tepat, perusahaan asuransi swasta tetap bisa menjalankan bisnisnya dengan efisien tanpa harus membebankan premi yang terlalu tinggi kepada peserta. Skema CoB dengan BPJS Kesehatan memang menambah tantangan, namun dengan langkah mitigasi yang baik, industri asuransi swasta masih memiliki peluang untuk tetap tumbuh dan berkembang.
Industri Asuransi RI Diminta Tumbuh 8% per Tahun, Tapi Kenapa Inklusinya Masih Rendah?
Industri asuransi di Indonesia mendapat target pertumbuhan sebesar 6-8% per tahun dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Yulius Billy Bhayangkara, menyampaikan bahwa pertumbuhan premi industri asuransi saat ini bahkan telah mencapai 9,9% per tahun, dengan ekuitas tumbuh 8,1% dan liabilitas meningkat 6,1% per tahun.
“Idealnya, besaran ekuitas yang ada mampu menutup seluruh risiko sebagai liabilitas. Dari data pertumbuhan ini, kita berada di jalur yang baik, dan penting bagi kita untuk mempertahankan posisi ini,” ujar Yulius dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XI DPR RI, Senin (17/3/2025).
Literasi Tinggi, Tapi Minat Beli Asuransi Masih Rendah
Meskipun industri menunjukkan pertumbuhan yang positif, tingkat literasi dan inklusi asuransi di Indonesia masih jauh dari harapan. Berdasarkan data OJK yang dipaparkan Yulius, tingkat literasi asuransi di Indonesia saat ini berada di angka 44%, sedangkan tingkat inklusi hanya sekitar 12-13%.
“Ini menunjukkan bahwa meskipun banyak orang yang memahami asuransi, mereka belum tentu membelinya. Hanya sekitar separuh dari mereka yang paham yang benar-benar memiliki asuransi,” tegas Yulius.
Masyarakat Tak Sadar Sudah Memiliki Asuransi
Salah satu fenomena yang terjadi di Indonesia adalah banyak masyarakat yang sebenarnya sudah memiliki perlindungan asuransi tetapi tidak menyadarinya atau tidak memanfaatkannya secara optimal. Contohnya, BPJS Kesehatan telah mencakup hampir 98% populasi, namun masih banyak peserta yang tidak tahu cara menggunakan manfaatnya dengan benar. Hal serupa juga terjadi pada asuransi kendaraan yang otomatis diperoleh saat membeli kendaraan melalui leasing.
Menurut Yulius, ada tiga alasan utama seseorang membeli asuransi. Pertama, karena adanya regulasi, seperti BPJS Kesehatan yang diwajibkan oleh undang-undang. Kedua, karena kontrak tertentu, seperti asuransi kendaraan dalam skema leasing. Ketiga, karena kesadaran pribadi untuk mengelola risiko keuangan, seperti perlindungan aset dan persiapan hari tua.
OJK dan Industri Asuransi Bersinergi untuk Edukasi
Melihat rendahnya inklusi asuransi, Yulius menekankan pentingnya edukasi yang lebih masif agar masyarakat tidak hanya memahami asuransi, tetapi juga terdorong untuk memilikinya. OJK pun berkomitmen untuk meningkatkan literasi dan inklusi asuransi dengan bekerja sama dengan pelaku industri.
“OJK akan membantu dan bekerja sama dengan kami dalam meningkatkan literasi asuransi, sehingga masyarakat tidak hanya paham tetapi juga terdorong untuk memiliki perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” tutup Yulius.
Dengan pertumbuhan industri yang stabil namun tingkat inklusi yang masih rendah, tantangan besar bagi pelaku industri asuransi adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat agar benar-benar memanfaatkan proteksi keuangan ini secara optimal.
Mencari produk asuransi? Jangan buang waktu Anda dan hubungi kami sekarang
HOTLINE L&G 24 JAM: 0811-8507-773 (PANGGILAN – WHATSAPP – SMS)
Website: lngrisk.co.id
Email: oktoyar.meli@lngrisk.co.id
—