Industri asuransi Indonesia tengah memasuki fase penting dengan serangkaian kebijakan baru, inovasi, dan capaian positif di berbagai lini bisnis. Dari langkah OJK memperketat aturan modal dan produk asuransi, hingga kesiapan LPS meluncurkan Program Penjaminan Polis, seluruh dinamika ini menunjukkan arah baru menuju industri yang lebih sehat, transparan, dan berdaya saing. Di sisi lain, kinerja positif sejumlah perusahaan asuransi, serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan finansial, menandakan bahwa sektor ini sedang bergerak menuju konsolidasi dan pertumbuhan berkelanjutan.
Modal Cekak? Siap-Siap Dibatasi! OJK Akan Atur Ketat Penjualan Produk Asuransi Lewat Aturan Baru SEOJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memfinalisasi Rancangan Surat Edaran OJK (SEOJK) yang akan memperketat aktivitas usaha bagi perusahaan asuransi dan reasuransi dengan modal terbatas. Regulasi ini menjadi turunan langsung dari POJK Nomor 23 Tahun 2023, yang mengatur kewajiban peningkatan ekuitas minimum dan pengelompokan perusahaan asuransi berdasarkan Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE).
Dalam skema tersebut, OJK membagi pelaku industri menjadi dua kelompok besar — KPPE 1 dan KPPE 2.
- Untuk KPPE 1, batas minimum ekuitas ditetapkan sebesar Rp500 miliar bagi perusahaan asuransi dan Rp1 triliun bagi reasuransi. Sementara untuk unit syariah, modal minimumnya Rp200 miliar (asuransi) dan Rp400 miliar (reasuransi).
- Adapun KPPE 2 diwajibkan memiliki ekuitas lebih tinggi: Rp1 triliun bagi asuransi dan Rp2 triliun bagi reasuransi. Untuk syariah, batasnya masing-masing Rp500 miliar dan Rp1 triliun.
Perusahaan yang tidak mampu memenuhi standar modal minimum tersebut akan diklasifikasikan sebagai anak perusahaan dalam struktur KUPA (Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi).
Berdasarkan draft SEOJK yang kini memasuki tahap permintaan tanggapan dari industri (rule making rule), perusahaan KPPE 1 hanya boleh menjual produk asuransi sederhana (simple product).
Untuk asuransi jiwa konvensional dan syariah, terdapat tiga jenis produk yang dilarang dijual, yakni:
- Produk asuransi seumur hidup kombinasi,
- Produk lini usaha anuitas,
- Produk PAYDI (unit link).
Sementara itu, asuransi umum konvensional dan syariah dalam kelompok KPPE 1 dilarang menawarkan produk seperti:
- Asuransi kredit dan pembiayaan syariah,
- Asuransi kredit perdagangan,
- Asuransi dengan lini bisnis bernilai tinggi seperti rangka kapal, pesawat terbang, satelit, energi (onshore maupun offshore), serta rekayasa dengan nilai retensi sendiri melebihi Rp10 miliar.
Untuk perusahaan reasuransi konvensional dan syariah KPPE 1, larangan serupa berlaku. Mereka tidak diperbolehkan menanggung reasuransi atas produk-produk tersebut, terutama bila nilai pertanggungannya melebihi Rp20 miliar.
Selain pembatasan produk, perusahaan KPPE 1 juga dilarang menjalankan usaha berbasis imbalan jasa (fee-based) seperti:
- Pengelolaan ASO (Administrative Services Only) untuk employee benefit,
- Pemasaran produk lembaga keuangan lain,
- Kolaborasi usaha dalam satu kepemilikan.
Sebaliknya, perusahaan KPPE 2 akan memiliki keleluasaan penuh untuk menyelenggarakan seluruh produk dan aktivitas usaha asuransi.
Penetapan klasifikasi perusahaan ke dalam kelompok KPPE 1 atau KPPE 2 akan mulai dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahun 2028 yang telah diaudit, dan berlaku efektif mulai 1 Juli 2029 hingga 30 Juni 2030.
OJK juga akan melakukan evaluasi dan pembaruan (pengkinian) klasifikasi setiap tahun, menyesuaikan dengan perkembangan kondisi keuangan perusahaan. “Penetapan berlaku untuk satu tahun, dimulai setiap tanggal 1 Juli hingga 30 Juni tahun berikutnya,” demikian bunyi rancangan SEOJK tersebut.
LPS Siapkan Program Penjaminan Polis: Perlindungan Baru bagi Pemegang Polis, Stabilitas Baru bagi Industri Asuransi!
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah mempercepat persiapan Program Penjaminan Polis (PPP), sebuah inisiatif strategis yang akan menjadi pelindung bagi pemegang polis sekaligus fondasi baru bagi stabilitas sistem keuangan nasional. Langkah ini diharapkan mampu memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang sempat terguncang akibat sejumlah kasus gagal bayar beberapa tahun terakhir.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, Ferdinan D. Purba, menjelaskan bahwa program ini dirancang dengan mengacu pada praktik terbaik di berbagai negara.
“Seperti di Korea Selatan, Kanada, Inggris, dan Malaysia, penerapan PPP terbukti memperkuat kepercayaan publik, mempercepat penanganan perusahaan asuransi gagal, dan menjaga stabilitas industri asuransi,” ungkapnya dalam acara COO Summit 2025 yang digelar oleh AAJI di Bandung, Kamis (6/11/2025).
Menurut Ferdinan, PPP menjadi bagian penting dari kerangka recovery & resolution untuk menghadapi potensi krisis di sektor asuransi. Program ini juga berperan sebagai financial safety net nasional, memastikan proses resolusi berjalan efektif tanpa mengorbankan kepentingan nasabah.
Ia menambahkan, peran PPP sejalan dengan fungsi Program Penjaminan Simpanan (PPS) yang telah diterapkan di sektor perbankan. Dampaknya pun terlihat nyata: sejak LPS beroperasi, rata-rata pertumbuhan dana pihak ketiga di perbankan meningkat dari 7,7% menjadi 15,3%.
“Hal serupa juga terjadi di Malaysia. Setelah PPP diberlakukan, pertumbuhan premi naik dari 5,5% menjadi 9,7%. Ini bukti nyata bahwa penjaminan polis dapat memperkuat kinerja industri asuransi,” tegas Ferdinan.
Aktivasi PPP Ditargetkan Sebelum 2028
LPS menargetkan Program Penjaminan Polis dapat aktif sebelum tahun 2028. Saat ini, lembaga tersebut tengah merampungkan kebijakan teknis dan mekanisme resolusi perusahaan asuransi, termasuk asuransi syariah.
“Jika seluruh prasyarat terpenuhi sesuai jadwal, perusahaan asuransi jiwa dan umum akan mulai melakukan registrasi kepesertaan PPP pada triwulan III tahun 2026,” jelas Ferdinan.
Koordinasi antara LPS dan OJK menjadi faktor kunci dalam keberhasilan program ini, terutama terkait pertukaran data asuransi. LPS menargetkan sistem Sarana Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT) dapat go-live pada 2025, sebagai pondasi infrastruktur data PPP.
Berbasis Praktik Global dan Prinsip Risiko
Desain PPP disusun mengacu pada standar global serta diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Mandat baru ini mempertegas posisi LPS sebagai risk minimizer, yang tak hanya menjamin tetapi juga memastikan penyelesaian risiko dilakukan secara efisien dan berkeadilan.
Ferdinan menegaskan, cakupan dan batas nilai penjaminan akan disesuaikan agar mencegah moral hazard serta menekan biaya resolusi. Saat ini, LPS tengah mengkaji jenis produk dan lini usaha yang akan dijamin berdasarkan karakteristik risiko, tingkat klaim (loss ratio), dan pangsa pasar.
Menariknya, LPS mempertimbangkan penerapan premi berbasis risiko (risk-based premium) — berbeda dengan mayoritas negara lain yang masih menggunakan skema premi tetap. “Jika berhasil, Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara pionir yang menerapkan pendekatan ini di sektor penjaminan polis,” jelasnya.
Kolaborasi dengan Asosiasi Industri
Sebagai langkah konkret, LPS juga menjalin kerja sama dengan AAJI, AAUI, AASI, dan AAMAI melalui penandatanganan nota kesepahaman pada 18 Oktober 2025. Kolaborasi ini mencakup penyediaan tenaga ahli, pelatihan industri, edukasi publik, serta riset untuk mempercepat implementasi PPP.
Selain itu, perusahaan asuransi diwajibkan menyampaikan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan peserta, sesuai amanat UU P2SK, agar LPS dapat menentukan secara akurat polis mana yang berhak mendapat jaminan.
“Dengan infrastruktur yang kuat, kolaborasi lintas lembaga, dan tata kelola yang transparan, PPP akan menjadi tonggak baru perlindungan konsumen dan stabilitas industri asuransi nasional,” pungkas Ferdinan.
Cuan Stabil di Tengah Guncangan! Tugu Insurance Cetak Laba Rp594 Miliar Jelang Akhir 2025
Di tengah dinamika industri asuransi yang kian kompetitif, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance) berhasil mempertahankan performa solid dan menunjukkan ketahanan bisnis yang kuat. Hingga kuartal III-2025, perusahaan membukukan laba bersih Rp594,82 miliar, atau sekitar 85% dari total laba bersih tahun 2024 sebesar Rp700 miliar, menandakan prospek positif hingga akhir tahun.
Di bawah kepemimpinan Presiden Direktur Adi Pramana, Tugu Insurance mengukuhkan posisi keuangannya dengan ekuitas mencapai Rp10,93 triliun dan Rasio Kecukupan Modal (RBC) berada di level 361%, jauh melampaui batas minimum 120% yang disyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adi menegaskan, strategi utama perusahaan bukan sekadar mengejar pertumbuhan, melainkan menjaga stabilitas jangka panjang melalui penguatan fundamental bisnis, tata kelola yang sehat, dan manajemen risiko yang kokoh.
“Bagi kami, stabilitas bukan berarti stagnan. Stabilitas adalah kemampuan tumbuh secara berkelanjutan dengan memperkuat tata kelola dan manajemen risiko. Kami optimistis Tugu Insurance akan menutup tahun dengan kinerja yang semakin positif,” ujarnya.
Selain memperkuat kinerja finansial, Tugu Insurance juga berfokus pada diversifikasi produk dan inovasi layanan agar lebih sesuai dengan kebutuhan pasar. Perusahaan mengedepankan prinsip Trust, Easy, dan Friendly untuk meningkatkan pengalaman nasabah, serta memperluas jaringan dan saluran distribusi yang strategis dengan pendekatan pemasaran yang tepat sasaran.
Faktor sumber daya manusia (SDM) juga menjadi perhatian serius. Tugu Insurance menanamkan nilai-nilai profesionalisme, adaptivitas, dan integritas tinggi di seluruh lini organisasi. Budaya kerja kolaboratif dianggap sebagai fondasi utama kesuksesan jangka panjang perusahaan.
Kinerja cemerlang Tugu Insurance tak lepas dari penerapan tiga kunci utama keberhasilan:
- End-to-End Digitalization – modernisasi sistem dan proses kerja digital,
- Competency-Based Human Capital – pengembangan SDM berbasis kompetensi,
- Growth Mindset – budaya berpikir progresif dan inovatif di seluruh level organisasi.
Berbagai penghargaan pun diraih berkat konsistensi tersebut. Di antaranya, Indonesia Most Reputable Companies Awards 2025 untuk kategori Asuransi Umum dari Majalah SWA, serta Golden Star Award – Top 20 Financial Institution 2025 dari Majalah The Finance dengan predikat “Sangat Bagus”.
Dengan pertumbuhan premi yang sehat dan rasio klaim yang tetap terkendali, Tugu Insurance terus menunjukkan keseimbangan ideal antara ekspansi dan mitigasi risiko. Ke depan, perusahaan berkomitmen menjadi mitra asuransi terpercaya yang memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, nasabah, dan seluruh pemangku kepentingan.
Naik 9% per Tahun! Asuransi Kecelakaan Pengemudi Jadi Primadona Baru Industri Asuransi Dunia
Pasar asuransi kecelakaan pengemudi global terus melaju kencang. Laporan terbaru The Business Research Company memperkirakan nilai pasar ini akan naik dari US$6,15 miliar pada 2024 menjadi US$6,73 miliar pada 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) mencapai 9,4 persen.
Mengutip Insurance Asia, Jumat (7/11/2025), lonjakan ini didorong oleh sejumlah faktor, mulai dari meningkatnya kepemilikan kendaraan di berbagai negara, kondisi infrastruktur jalan yang masih minim keselamatan, hingga kenaikan biaya medis akibat kecelakaan lalu lintas. Selain itu, keterbatasan transportasi umum di wilayah pedesaan dan akses yang belum merata ke layanan darurat turut memperbesar kebutuhan akan perlindungan asuransi bagi pengemudi.
Melihat tren jangka menengah, pasar ini diproyeksikan terus menanjak hingga US$9,51 miliar pada 2029, dengan CAGR 9,0 persen. Pertumbuhan tersebut akan ditopang oleh penerapan telematika yang semakin luas dalam produk asuransi, serta adopsi model premi berbasis perilaku (behavior-based premium) yang memberi tarif lebih adil sesuai gaya mengemudi individu.
Faktor pendukung lainnya adalah meningkatnya permintaan perlindungan bagi pengemudi ekonomi gig (seperti ojek online dan kurir), penerapan aturan asuransi wajib di lebih banyak negara, serta peluncuran produk yang didesain khusus untuk pengemudi lansia.
Ke depan, industri ini akan dibentuk oleh beberapa tren besar:
- Deteksi kecelakaan real-time yang makin akurat,
- Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat proses klaim,
- Munculnya aplikasi asuransi on-demand yang fleksibel bagi pengemudi individu,
- Serta penerapan model harga dinamis berbasis data kendaraan yang lebih personal dan efisien.
Dengan kombinasi inovasi digital dan meningkatnya kesadaran akan risiko di jalan raya, pasar asuransi kecelakaan pengemudi diperkirakan akan menjadi salah satu segmen paling prospektif dalam industri asuransi global beberapa tahun ke depan.
Ekspor Melesat! Dari Batu Bara Hingga CPO, Asuransi Kargo ACA Panen Premi Rp 192 Miliar!
PT Asuransi Central Asia (ACA) mencatatkan kinerja gemilang pada lini bisnis marine cargo sepanjang kuartal III/2025. Kepala Divisi Marine & Aviation ACA, Hasudungan Sianipar, mengungkapkan bahwa segmen ini tumbuh 51% secara tahunan (YoY) — dari Rp127,8 miliar menjadi Rp192,7 miliar. Dengan capaian tersebut, premi marine cargo kini berkontribusi 4,82% terhadap total portofolio ACA.
Hasudungan menjelaskan, produk ekspor dari sektor pertambangan seperti batu bara dan hasil perkebunan seperti CPO dan turunannya menjadi kontributor utama permintaan asuransi kargo laut tahun ini. Untuk memperluas pasar, ACA kini juga mengembangkan kerja sama dengan perusahaan logistik dan kurir besar seperti JNE, Tiki, Ninja Express, Pos Indonesia, serta sejumlah perusahaan truk angkutan barang.
Namun, ia tak menampik bahwa persaingan ketat masih menjadi tantangan utama, khususnya akibat tarif agresif yang ditawarkan oleh broker asuransi.
“Strategi kami adalah memaksimalkan potensi bisnis dari nasabah langsung (direct client) melalui jaringan agency,” jelas Hasudungan.
Sementara itu, pengamat asuransi Wahyudin Rahman menilai bahwa kompetisi harga hanyalah satu dari sekian tantangan di bisnis marine cargo. Ia menyoroti rendahnya kesadaran eksportir kecil terhadap pentingnya asuransi, serta fluktuasi ekonomi global yang memengaruhi volume ekspor dan biaya reasuransi.
Ia menyarankan agar perusahaan asuransi fokus pada digitalisasi layanan, kolaborasi dengan pelaku logistik, serta edukasi pasar, terutama bagi pelaku ekspor UMKM. Menurutnya, bundling produk asuransi dengan layanan ekspor juga bisa menjadi strategi efektif untuk memperluas jangkauan.
Lebih lanjut, Wahyudin memperkirakan bisnis marine cargo akan tumbuh 7–10% hingga akhir 2025, seiring dengan ekspor nasional yang masih solid. Untuk jangka 2–3 tahun ke depan, prospek tetap positif, meskipun sangat bergantung pada stabilitas ekonomi global dan keberlanjutan program hilirisasi nasional.
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan total nilai ekspor Indonesia mencapai US$209,80 miliar selama Januari–September 2025, atau naik 8,14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor nonmigas naik 9,57% menjadi US$199,77 miliar, sementara ekspor migas justru turun 14,09% menjadi US$10,03 miliar.
Dengan momentum ekspor yang kuat dan strategi ekspansi bisnis yang adaptif, ACA menegaskan komitmennya untuk memperkuat posisi sebagai salah satu pemain utama di lini asuransi kargo laut nasional.
Jangan Nunggu Tua! Ini 5 Tahap Hidup yang Harus Sudah Punya Asuransi Sejak Sekarang
Di tengah ketidakpastian ekonomi dan meningkatnya beban finansial, generasi muda Indonesia kini dihadapkan pada risiko keuangan yang makin kompleks. Padahal, proteksi melalui asuransi bisa menjadi langkah sederhana namun krusial untuk menjaga kestabilan finansial di masa depan.
Meski ekonomi nasional tumbuh 5,12% (BPS, Q2 2025), survei IDEAS menunjukkan daya beli rumah tangga justru melemah. Di sisi lain, data OJK mencatat lonjakan pinjaman online di kalangan anak muda menandakan adanya tekanan finansial yang tinggi.
Dengan biaya pendidikan yang terus meningkat dan risiko kesehatan yang tak terduga, perencanaan keuangan jangka panjang menjadi kebutuhan mendesak. Sayangnya, meski literasi asuransi sudah mencapai 76,25% (SNLIK 2024), tingkat penetrasi asuransi nasional baru 2,72% (OJK 2025).
Lebih dari itu, 46,3% Gen Z di Indonesia tergolong generasi sandwich, harus menanggung kebutuhan diri sekaligus keluarga. Tanpa proteksi, risiko akibat sakit, kecelakaan, atau kehilangan penghasilan dapat mengguncang stabilitas keuangan mereka.
Menanggapi kondisi ini, PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life), bagian dari holding Indonesia Financial Group (IFG), mengajak generasi muda untuk memahami pentingnya asuransi di setiap fase kehidupan bukan sekadar reaksi setelah risiko terjadi.
- Saat Masih Single
Di fase ini, premi asuransi masih terjangkau karena pengeluaran belum tinggi. Namun, gaya hidup aktif dan mobilitas tinggi membuat risiko cedera atau kecelakaan meningkat. Produk seperti IFG LifeSAVER menawarkan perlindungan mulai dari Rp49.000 per bulan untuk mendukung gaya hidup aktif anak muda.
- Memulai Karier
Memasuki dunia kerja berarti mulai punya penghasilan tetap dan risiko baru—sakit, kecelakaan, hingga kehilangan penghasilan. Asuransi seperti IFG LifeCHOICE memberikan perlindungan kesehatan sekaligus manfaat pengembalian premi jika tidak ada klaim.
- Menikah
Ketika berkeluarga, tanggung jawab finansial meningkat. Asuransi jiwa dan kesehatan seperti IFG LifeCOVER penting untuk melindungi pasangan dan menjaga rencana masa depan dari risiko tak terduga.
- Memiliki Anak
Biaya pendidikan dan kesehatan anak terus meningkat. Asuransi dengan manfaat tambahan seperti santunan pendidikan dan penyakit kritis bisa menjadi solusi untuk menjamin masa depan keluarga tetap aman dan stabil.
- Memasuki Usia Lanjut
Risiko penyakit kronis dan biaya medis melonjak di usia senja. OJK mencatat inflasi medis nasional 13,6% pada 2025—hampir dua kali lipat rata-rata global. Tanpa asuransi, beban biaya medis bisa menjadi tekanan besar bagi keluarga.
Direktur Bisnis Individu IFG Life, Fabiola Noralita, menegaskan, “Generasi muda Indonesia adalah motor penggerak ekonomi masa depan. Dengan proteksi sejak dini, mereka bisa fokus mengejar mimpi, membangun karier, dan merancang masa depan dengan tenang.”
Dari fase single hingga hari tua, asuransi bukan sekadar produk finansial, melainkan investasi ketenangan hidup agar setiap langkah menuju masa depan tetap terlindungi.
Source: https://momsmoney.kontan.co.id/news/5-fase-kehidupan-ini-sebaiknya-sudah-terlindungi-asuransi
Klaim Properti Menurun, Premi Asuransi Melesat 7%! Ada Apa di Balik Tren Ini?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya penurunan klaim di lini asuransi harta benda (properti) sebesar 6,2% secara tahunan (yoy) menjadi Rp4,8 triliun per Agustus 2025.
Menariknya, penurunan klaim ini justru diiringi kenaikan pendapatan premi. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono, pendapatan premi pada lini asuransi harta benda mencapai Rp23 triliun, meningkat 7,2% yoy.
Namun tren berbeda terjadi di asuransi kendaraan bermotor. Pada sektor ini, klaim meningkat 2% yoy menjadi Rp5,3 triliun, sementara pendapatan premi justru turun 5% menjadi sekitar Rp13,5 triliun.
Kendati terdapat dinamika di beberapa lini usaha, Ogi menegaskan bahwa industri asuransi nasional masih berada dalam kondisi sehat dan stabil. Total aset industri asuransi hingga Agustus 2025 tercatat sebesar Rp1,17 kuadriliun, tumbuh 3,37% yoy.
Untuk asuransi komersial, total aset mencapai Rp948,14 triliun, naik 3,87% yoy. Pertumbuhan ini ditopang oleh pendapatan premi sepanjang Januari–Agustus 2025 sebesar Rp219,52 triliun, meningkat 0,44% yoy.
Secara rinci, premi asuransi jiwa turun 1,21% yoy menjadi Rp117,51 triliun, sedangkan asuransi umum dan reasuransi tumbuh 2,42% yoy menjadi Rp102,01 triliun.
Sementara itu, asuransi nonkomersial — mencakup BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta program bagi ASN, TNI, dan Polri — juga menunjukkan pertumbuhan, dengan total aset Rp222,48 triliun atau naik 1,26% yoy.
Terkait klaim akibat kerusuhan pada akhir Agustus lalu, Ogi mengungkapkan total klaim dari empat lini usaha — properti, kendaraan bermotor, engineering, dan aneka — mencapai sekitar Rp150 miliar.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian klaim harus mengikuti ketentuan polis dan prinsip kehati-hatian, agar hak pemegang polis tetap terlindungi dan kepercayaan publik terhadap industri asuransi dapat terjaga.
OJK juga terus mendorong penguatan manajemen risiko dan reasuransi, guna memastikan kapasitas proteksi terhadap bencana dan risiko besar tetap optimal.
Dengan berbagai kebijakan reformasi, digitalisasi, dan sinergi lintas lembaga, industri asuransi nasional tengah menapaki jalan transformasi besar menuju stabilitas dan kepercayaan publik yang lebih kuat. Tantangan tentu masih ada — mulai dari penyesuaian regulasi hingga peningkatan literasi — namun momentum perubahan ini membuka peluang besar bagi perusahaan asuransi yang adaptif dan berorientasi jangka panjang. Di tengah tren global yang dinamis, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi salah satu pasar asuransi paling progresif di kawasan Asia.
—
JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN AMANKAN FINANCIAL DAN BISNIS ANDA DENGAN ASURANSI YANG TEPAT.
HOTLINE L&G 24 JAM: 0811-8507-773 (PANGGILAN – WHATSAPP – SMS)
Website: lngrisk.co.id
Email: halo@lngrisk.co.id
—

