Artikel ini sudah pernah ditulis di Kompas.com dengan judul “Plus Minus RBC Sebagai Ukuran Kesehatan Asuransi ” tanggal 12/11/2022 (https://money.kompas.com/read/2022/11/12/101727626/plus-minus-rbc-sebagai-ukuran-kesehatan-asuransi?page=all)
Liga Asuransi – Risk Based Capital (RBC) merupakan pendekatan yang digunakan dalam industri asuransi Indonesia untuk menilai dan mengelola risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi. Tujuan utama dari RBC adalah untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga stabilitas industri asuransi. Pendekatan ini memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki modal yang cukup untuk menanggung risiko dan memenuhi kewajibannya terhadap pemegang polis.
Proses perhitungan RBC dimulai dengan identifikasi berbagai jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh perusahaan, termasuk risiko klaim, risiko investasi, dan risiko operasional. Setiap risiko diberikan bobot sesuai dengan tingkat risikonya, dan kemudian dilakukan perhitungan kebutuhan modal yang diperlukan untuk menanggulangi risiko tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan penting dalam menetapkan standar RBC di Indonesia.
RBC mencakup dua komponen utama, yaitu modal inti dan modal tambahan. Modal inti melibatkan modal yang paling stabil dan mudah diakses, sementara modal tambahan dapat termasuk elemen yang lebih fleksibel. Perusahaan asuransi harus memastikan bahwa modal yang dimilikinya memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh OJK.
Implementasi RBC memerlukan keterlibatan aktif perusahaan asuransi untuk memastikan kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan. OJK melakukan pengawasan secara berkala untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi memenuhi kewajiban modalnya. Jika perusahaan tidak memenuhi persyaratan, OJK dapat mengambil tindakan korektif sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Penerapan RBC memberikan berbagai manfaat, termasuk transparansi dalam manajemen risiko perusahaan, peningkatan keberlanjutan industri asuransi, dan perlindungan bagi pemegang polis. Melalui RBC, industri asuransi Indonesia bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan, di mana perusahaan memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk mengatasi risiko dan menjaga kestabilan operasionalnya. Dengan demikian, RBC menjadi instrumen penting dalam menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Tingkat solvabilitas atau Risk-Based Capital (RBC) dalam industri asuransi Indonesia telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Dalam kondisi yang masih penuh tantangan ini, diharapkan bahwa perusahaan asuransi akan lebih bijaksana dalam penempatan investasinya. Berdasarkan data historis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat solvabilitas asuransi jiwa pada akhir 2019 mencapai 789,37 persen sebelum pandemi, namun turun menjadi 528,59 persen pada 2020, kemudian 539,75 persen pada 2021, dan terakhir mencatat 485,51 persen per Agustus 2022. Penurunan yang serupa juga terjadi pada tingkat solvabilitas asuransi umum. Pada akhir 2019, tingkat solvabilitas asuransi umum tercatat sebesar 345,35 persen. Angka tersebut kemudian menurun menjadi 343 persen pada akhir 2020, 327,30 persen pada 2021, dan terakhir tercatat 310,08 persen per Agustus 2022.
OJK telah menetapkan batas minimum tingkat solvabilitas yang dihitung dengan menggunakan rasio RBC. Setiap perusahaan asuransi diwajibkan memenuhi rasio RBC minimal sebesar 120 persen. Secara sederhana, RBC diperoleh dengan mengurangkan total liabilitas dari total aset yang diperkenankan, kemudian dibandingkan dengan Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR). MMBR sendiri mencakup indikator risiko seperti risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko asuransi, dan risiko operasional. RBC atau tingkat solvabilitas menjadi ukuran untuk menilai tingkat keamanan finansial atau kesehatan keuangan perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajiban di masa depan. Semakin tinggi rasio RBC, semakin besar kekuatan modal perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban jangka panjang (solvabilitas). Kondisi keuangan perusahaan yang baik sangat penting untuk memastikan proses pengajuan klaim berjalan lancar dan memberikan layanan perlindungan asuransi yang terbaik.
RBC juga memiliki peran penting dalam membantu nasabah memahami tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang menyediakan produk asuransi. Tingkat solvabilitas yang tinggi menandakan kondisi keuangan yang sehat, sementara tingkat solvabilitas yang rendah dapat menimbulkan kekhawatiran. Dengan mengukur batas tingkat solvabilitas, perusahaan asuransi dapat memastikan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban, termasuk pembayaran klaim nasabah. Selain itu, RBC juga digunakan untuk menentukan risiko pailit, mengukur kebutuhan modal perusahaan asuransi, membantu regulator dalam menilai ekuitas aktual, dan memberikan informasi kepada nasabah tentang kondisi keuangan perusahaan asuransi.
Penghitungan RBC melibatkan empat komponen penting. Pertama, adalah gagal aset (asset default), yang menghitung modal yang diperlukan untuk mengantisipasi penurunan nilai aset dan/atau hilangnya pendapatan terkait. Kedua, adalah ketidaksesuaian mata uang (currency mismatch), yang menghitung modal yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko fluktuasi mata uang. Ketiga, adalah jumlah klaim lebih buruk dari perkiraan (claim experience worse than expected), yang menghitung modal tambahan jika terjadi risiko jumlah klaim yang melebihi perkiraan.
Penurunan tingkat Risk-Based Capital (RBC) perusahaan asuransi di bawah standar yang disyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki dampak serius terhadap berbagai aspek operasional dan kepercayaan masyarakat.
Dampak dari RBC yang rendah
Ketika tingkat RBC lebih rendah dari yang diharapkan, hal ini mencerminkan bahwa perusahaan asuransi mungkin tidak memiliki modal yang cukup untuk menanggung risiko dengan efektif. Dampak utamanya adalah ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya, terutama pembayaran klaim kepada pemegang polis. Situasi ini dapat mengarah pada risiko likuiditas, di mana perusahaan menghadapi kesulitan dalam membayar klaim atau kewajiban lainnya karena keterbatasan dana tunai atau aset likuid.
Lebih jauh lagi, tingkat RBC yang rendah dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi. Pemegang polis dan masyarakat umum mungkin menjadi khawatir tentang kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya dalam membayar klaim dan kewajiban finansial lainnya. Ini tidak hanya dapat merugikan reputasi perusahaan, tetapi juga dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan nasabah.
Penurunan tingkat RBC juga dapat mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin tidak melakukan penilaian risiko dengan akurat atau tidak memiliki strategi manajemen risiko yang memadai. Ini meningkatkan potensi terjadinya kerugian besar yang tidak terduga, yang dapat membahayakan keberlanjutan operasional perusahaan.
OJK, sebagai badan pengawas, kemungkinan akan mengambil tindakan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan asuransi yang memiliki tingkat RBC di bawah standar. Tindakan ini bisa mencakup pemeriksaan mendalam, perubahan dalam tata kelola perusahaan, atau sanksi lainnya guna memastikan bahwa perusahaan mematuhi ketentuan yang berlaku.
Dalam skenario yang ekstrem, penurunan terus-menerus dalam tingkat RBC yang tidak diatasi dapat mengarah pada krisis keuangan yang dapat membahayakan keberlanjutan perusahaan. Kebangkrutan menjadi risiko nyata jika perusahaan tidak dapat mengakses modal tambahan atau tidak dapat melakukan penyesuaian strategi bisnis dengan tepat waktu.
Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan asuransi untuk memantau dan mematuhi persyaratan tingkat RBC yang ditetapkan oleh OJK. Tindakan perbaikan dan penyesuaian yang cepat diperlukan jika tingkat RBC menunjukkan penurunan di bawah standar yang telah ditetapkan untuk memastikan keberlanjutan operasional, memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, dan mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Kesimpulan
Dalam kesimpulan, dapat disimpulkan bahwa penurunan tingkat Risk-Based Capital (RBC) perusahaan asuransi di bawah standar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menimbulkan dampak serius. Ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial, risiko likuiditas, penurunan kepercayaan masyarakat, dan potensi tindakan pengawasan yang ketat dari OJK adalah konsekuensi-konsekuensi yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, pemantauan dan pematuhan terhadap standar RBC menjadi krusial untuk menjaga keberlanjutan operasional, memelihara kepercayaan pemegang polis, dan mencegah terjadinya krisis keuangan.
Kesadaran akan pentingnya manajemen risiko dan penilaian yang akurat menjadi kunci untuk menjaga stabilitas keuangan perusahaan asuransi di tengah dinamika industri dan ketidakpastian global.
—
Artikel ini akan terbit dalam bentuk buku Bangkitnya Asuransi Kami Sambutan Prof Muhammad Edhi Purnawan Anggota Badan Supervisi OJK.Februari 2024 296 halaman + xiv ISBN Penerbit IPB Press
Dapat dipesan melalui ligaasuransi.com
Harga Rp 155.000 + ONGKIR
0811-8507-773 (CALL – WHATSAPP – SMS)