Liga Asuransi – Perkembangan industri asuransi masih menarik untuk diikuti, dan pada minggu kedua bulan September 2023 ini kami telah merangkum 7 berita pilihan terkait asuransi yang patut Anda ketahui.
Seperti biasanya, jika anda tertarik dengan artikel ini, silahkan untuk bagikan kepada rekan-rekan Anda agar mereka dapat memahaminya sama seperti Anda.
Bos LPS Minta Perbaikan Manajemen Industri Asuransi Sebelum Masuk Penjaminan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menghimbau perusahaan-perusahaan di industri asuransi segera memperbaiki manajemennya, mengingat LPS akan diberikan perluasan kewenangan menjamin polis asuransi.
Perluasan kewenangan LPS itu tercantum dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dimana LPS akan menjamin para deposan merasa aman untuk menempatkan dananya di asuransi.
Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, aturan ini masih digodok oleh OJK dan akan diimplementasikan pada tahun 2028 mendatang. Mengingat waktu yang masih tersisa, para perusahaan asuransi masih memiliki waktu untuk menyesuaikan dengan peraturan yang ada nantinya.
Maklum saja, Purbaya mengatakan, selama ini para perusahaan di industri asuransi terlihat santai dengan manajemennya yang kacau. Namun hal ini tidak akan bisa berlangsung lagi jika UU P2SK terkait penjaminan polis keluar nantinya.
“Walaupun OJK yang ngatur, kan kami yang menentukan asuransi mana yang masuk penjaminan. Kalau 2028 mereka tidak bisa memperbaiki manajemennya, dan tidak bisa diterima di program penjaminan LPS, sebenarnya mereka sudah selesai karena orang tidak akan percaya ke perusahaan itu (tidak dijamin LPS),” ungkap Purbaya kepada Kontan saat ditemui di Jakarta, Rabu (6/9).
Sehingga aturan penjaminan polis asuransi nantinya dibuat akan semakin membuat para nasabah polis lebih mudah melihat asuransi mana yang dijamin oleh LPS, sehingga mereka tidak perlu khawatir terkait dananya yang ada di perusahaan tersebut.
“Saya harap dengan waktu yang cukup, dengan peraturan yang jelas nanti, semuanya sudah lebih siap ketika kita jalankan program penjaminan polis. Yang saya tidak mau adalah tahun 2028 mulai program penjaminan polis, 2029 puluhan asuransi jatuh. Jadi kita akan screening betul,” jelas Purbaya.
Adapun terkait dengan penjaminan polis asuransi, LPS hanya akan menjamin polis dari perusahaan asuransi yang sehat, dan membayar iuaran kepada LPS sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang.
LPS merinci sejauh ini adapun jenis polis asuransi yang dijamin oleh LPS adalah asuransi jiwa, murni, dan asuransi umum. Ke depannya LPS memperkirakan hal ini bisa berkembang merambat ke jenis polis asuransi lainnya.
OJK Mengeluarkan Peraturan Terbaru Tahun 2023 yang Mewajibkan Spin Off Unit Usaha Asuransi Syariah hingga 2026
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan POJK 10 dan POJK 11 tahun 2023, yang fokusnya adalah mengenai pemisahan (spin-off) unit usaha asuransi syariah. Sebelumnya, OJK telah mengeluarkan POJK 6 tahun 2023 yang membahas Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah. POJK 11 tahun 2023 membicarakan pemisahan usaha syariah perusahaan asuransi dan reasuransi, sedangkan POJK 10 tahun 2023 membahas pemisahan unit usaha syariah perusahaan penjaminan.
Menurut Kepala Direktorat Penunjang IKNB OJK, Muhammad Anshori, pada tahun 2026, semua unit syariah perusahaan asuransi atau reasuransi wajib melakukan pemisahan unit. OJK telah menyosialisasikan POJK 10 dan 11 kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dalam sebuah acara yang diinisiasi oleh Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) di Bandung.
Ada dua bentuk pemisahan unit syariah yang disebutkan Anshori. Pertama, dengan mendirikan perusahaan asuransi syariah baru, baik secara independen maupun dengan bekerja sama dengan unit syariah lainnya. Kedua, dengan memindahkan portofolio bisnisnya kepada perusahaan asuransi syariah yang sudah ada.
Selain POJK 10 dan 11, OJK juga telah mengeluarkan POJK 6 tahun 2023 yang membahas Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah. Meskipun POJK ini mengatur lebih banyak mengenai perusahaan daripada DPS, Anshori mengingatkan bahwa DPS perlu memahaminya karena ada beberapa poin yang perlu diperhatikan.
Meskipun POJK ini baru terbit pada 6 April 2023, pembahasannya serupa dengan POJK 72 tahun 2016. Aspek-aspek seperti Dana Tabarru’ atau Dana Tanahud Minimum Berbasis Risiko (DTMBR) dan Minimum Berbasis Risiko (MMBR) tetap menjadi perhatian. Anshori juga mengungkapkan bahwa akan ada lebih banyak perubahan ke depan, termasuk mengenai Kebijakan Konsolidasi Industri Perasuransian Syariah dan penguatan tata kelola asuransi pembiayaan syariah.
AAUI Usulkan Pembagian Risiko 70:30 antara Asuransi dan Perbankan dalam Asuransi Kredit
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) telah mengajukan proposal kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pembagian risiko atau risk sharing dalam asuransi kredit.
Proposal risk sharing ini mengusulkan perbandingan 70:30 antara industri asuransi dan perbankan. Tujuannya adalah agar perbankan juga ikut berbagi risiko dari hasil pemberian kredit kepada nasabahnya.
Menurut Direktur Eksekutif AAUI, Bern Dwyanto, langkah ini akan mendorong perbankan untuk lebih berhati-hati dalam menganalisis risiko nasabahnya. Selain itu, risk sharing juga akan membagi beban ketika ada klaim, sehingga tidak semua tanggung jawab jatuh pada perusahaan asuransi.
Dengan menerapkan risk sharing ini, AAUI berharap kinerja asuransi kredit akan semakin baik ke depannya karena tidak hanya satu pihak yang memikul risiko.
Wakil Ketua AAUI Bidang Statistik dan Riset, Trinita Situmeang, juga mencatat bahwa pembagian eksposur rasio ini bisa berdampak pada kinerja bisnis asuransi kredit di masa depan, dan perubahan ini mungkin baru terlihat dari rasio kerugian beberapa bulan setelah diterapkan.
Sebagai informasi, data klaim asuransi kredit yang dilaporkan oleh AAUI mengalami peningkatan signifikan, dengan pembayaran klaim naik sebesar 31,3% menjadi Rp 6,1 triliun di semester pertama 2023 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022 yang sebesar Rp 4,7 triliun.
Source: https://keuangan.kontan.co.id/news/aaui-usulkan-pembagian-risiko-untuk-asuransi-kredit
CEO BTN: Utang Klaim Rp 500 Miliar Terkait Asuransi Jiwa Kredit di Jiwasraya
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) telah mengumumkan bahwa saat ini terdapat sekitar Rp 500 miliar klaim asuransi jiwa kredit yang belum terbayar terkait kredit pemilikan rumah (KPR) dari PT Asuransi Jiwasraya. Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menjelaskan bahwa masih ada sejumlah ahli waris debitur asuransi jiwa kredit yang tidak dapat memperoleh sertifikat rumah karena mereka tidak mampu melunasi KPR mereka.
“Kita menjaga agar kerja sama agar aman tidak seperti kasus Jiwasraya. Hari ini di kami masih ada Rp 500 miliar lebih outstanding MPL (maximum probable loss) yang belum bisa kami tutup. Dan itu lagi diupayakan IFG,”,” ujarnya di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (6/9).
Nixon mengungkapkan, ahli waris tidak bisa melunasi polis karena klausul asuransi mewajibkan pembayaran dilakukan oleh pihak asuransi Jiwasraya, di mana jumlahnya mencapai kurang lebih Rp 500 miliar.
“Sejak Jiwasraya bermasalah sampai hari ini, KPR-KPR ya, NPL karena debitur-nya meninggal dunia, itu sampai hari ini belum bisa dilunasi. Karena memang closure bank asuransi adalah yang membayarkan pihak asuransi Jiwasraya,” kata Nixon.
Direktur Utama IFG, Hexana Tri Sasongko menuturkan NPL senilai Rp 500 miliar tersebut merupakan produk asuransi jiwa kredit milik debitur Jiwasraya yang tengah direstrukturisasi. Menurutnya, ini telah mencapai kesepakatan terkait skema restrukturisasi oleh BTN.
“Sudah mencapai kesepakatan skema restrunya dengan BTN sehingga setelah nanti pendanaannya tersedia langsung dipindahkan ke IFG Life,” tuturnya.
Hexana bilang, ketika dana tersebut tersedia ditargetkan pemindahan dapat dilakukan paling lambat di kuartal I tahun 2024. Menurutnya, hanya terdapat satu polis atas nama bank BTN tetapi terdapat sekitar 600 ribuan peserta yang berasal dari nasabah asuransi jiwa kredit BTN yang dijamin oleh Jiwasraya kala itu.
“Solusinya kita restrukturisasi, kita perbaiki term and conditionnya supaya sehat, sehingga ketika dipindahkan ke IFG Life membuahkan portofolio yang sehat, sehingga pembayaran manfaat akan dilakukan di IFG Life,” tandasnya.
OJK Mengembangkan Rencana Aksi untuk Mempercepat Pertumbuhan Industri Asuransi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang bekerja sama dengan semua pihak yang terkait dalam industri asuransi di Indonesia untuk merancang sebuah rencana pengembangan asuransi. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, mengungkapkan bahwa tujuan dari penyusunan rencana ini adalah untuk mendukung pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia. Dia menjelaskan bahwa dokumen rencana ini akan diimplementasikan secara efektif sebagai wujud dari komitmen bersama semua pihak terkait dalam mendorong perkembangan sektor asuransi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh Mirza dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Agustus 2023 secara virtual pada tanggal 5 September 2023.
Selain itu, Mirza juga mengungkapkan bahwa OJK akan melakukan perbaikan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 67/POJK.05/2016 yang berkaitan dengan izin usaha dan struktur perusahaan asuransi, termasuk perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. Pembaruan tersebut akan mencakup ketentuan terkait permodalan dan pengelompokan perusahaan asuransi berdasarkan tingkat modal yang dimiliki. Selain itu, OJK juga akan mengatur ketentuan terkait produk-produk asuransi. Rencana ini juga akan mencakup perubahan pada POJK 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Saluran Pemasaran Produk Asuransi. Selain itu, OJK akan menyusun ketentuan baru mengenai asuransi kredit dan suretyship, yang saat ini masih mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, yaitu PMK nomor 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.
Selama periode Januari hingga Juli 2023, OJK melaporkan bahwa pendapatan premi asuransi telah mencapai Rp177,13 triliun. Angka ini mengalami penurunan sebesar 2,34 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Terdapat penurunan yang lebih signifikan dalam industri asuransi jiwa, dengan pendapatan premi yang berkurang sebesar 7,85 persen year on year (yoy) menjadi Rp102,12 triliun per Juli 2023. Hal ini terutama disebabkan oleh normalisasi kinerja pendapatan premi dalam lini usaha Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), seperti yang dijelaskan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun yang juga merupakan Anggota Dewan Komisioner OJK, yaitu Ogi Prastomiyono dalam Konferensi Pers virtual Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulan Agustus 2023 pada tanggal 5 September 2023.
Di sisi lain, Ogi menyatakan bahwa pendapatan premi asuransi umum dan reasuransi mengalami pertumbuhan positif sebanyak 6,30 persen year on year (yoy) menjadi Rp75,02 triliun. Selain itu, Ogi juga menekankan bahwa permodalan dalam industri asuransi secara umum masih berada dalam kondisi yang baik, dengan tingkat risk based capital (RBC) mencapai 460,32 persen untuk asuransi jiwa dan 311,53 persen untuk asuransi umum, jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan sebesar 120 persen.
Dapatkah Arah Baru Asuransi Kredit Menyelamatkan Sektor Asuransi dan Perbankan?
Proses restrukturisasi, dampak pandemi Covid-19, dan memburuknya kemampuan pembayaran debitur perbankan telah menjadi tantangan serius bagi perusahaan asuransi dan penjaminan. Situasinya semakin rumit karena pandemi telah menyebabkan banyak korban, termasuk nasabah perbankan, dan banyak bisnis yang harus mengalami penurunan kemampuan membayar sehingga perlu melakukan restrukturisasi. Beban ini kemudian berpindah ke perusahaan asuransi dan penjaminan karena risiko telah dialihkan oleh bank melalui pembelian premi asuransi kredit, baik dalam asuransi jiwa maupun asuransi bisnis. Produk asuransi kredit, yang awalnya menjadi sumber pendapatan yang mudah berkat penjualan melalui bank, kini justru menjadi beban besar bagi industri asuransi. Beberapa perusahaan bahkan memutuskan untuk tidak lagi memasarkan produk ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini berupaya untuk mengatasi situasi ini. Tanpa asuransi kredit, bank akan menjadi sangat berhati-hati dalam mengambil risiko, yang berpotensi menghambat penyaluran kredit. Namun, jika sebagian besar risiko dialihkan ke perusahaan asuransi, industri asuransi pun tidak akan mampu menanggung seluruh risiko, terutama yang terungkap selama pandemi Covid-19.
Regulator saat ini sedang merancang Peraturan OJK (POJK) terkait dengan asuransi kredit. Dalam proses perancangannya, OJK telah mengajukan Rancangan POJK (RPOJK) terkait asuransi kredit kepada industri untuk mendapatkan masukan.
Kebijakan baru ini bertujuan untuk memperbarui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun yang juga merupakan Anggota Dewan Komisioner OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa salah satu aspek dalam rancangan ini adalah pembagian risiko kredit antara perusahaan asuransi atau penjaminan dengan bank atau leasing. Namun, beberapa perusahaan asuransi mengharapkan kreditur untuk berbagi risiko dengan proporsi yang lebih rendah dari 20 persen, dan OJK menerima masukan tersebut.
Selain itu, ada pertimbangan lain yang sedang dipertimbangkan oleh OJK dalam aturan kredit, termasuk produk-produk tertentu yang mungkin tidak perlu membagi risiko kredit. Namun, detail mengenai produk yang dimaksud belum dijelaskan oleh OJK.
Harapannya, perbaikan dalam regulasi asuransi kredit ini akan membuat industri asuransi kredit dan penjaminan kredit menjadi lebih stabil. Regulasi ini diharapkan akan selesai pada akhir 2023.
Di sisi lain, Presiden Direktur PT Asuransi Asei Indonesia, Dody AS Dalimunthe, menjelaskan bahwa asuransi kredit adalah bentuk perlindungan yang menjamin risiko kerugian kreditur akibat debitur yang gagal membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian. Oleh karena itu, seleksi debitur yang cermat oleh pihak kreditur, seperti bank, adalah kunci dalam asuransi kredit ini. Dengan bank juga berbagi beban risiko, asuransi kredit dapat menjadi lebih terkendali. Jumlah besaran risiko yang dibagikan oleh bank harus dinegosiasikan untuk mendorong seleksi debitur yang lebih baik.
Dody juga menyebut beberapa produk yang menjadi pertimbangan dalam pembagian risiko. Ini termasuk asuransi kredit untuk kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumtif, di mana bank memiliki peran dominan dalam pengambilan keputusan. Namun, dalam skema bancassurance, di mana nasabah bank adalah yang tertanggung, risiko tersebut dapat dibagikan tanpa persyaratan khusus.
Abitani Taim, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), menilai bahwa asuransi kredit bertujuan untuk mengurangi kerugian keuangan bagi debitur dan bank akibat risiko tertentu. Pemberian manfaat atau penggantian (indemnity) bisa diatur dengan jumlah yang lebih kecil daripada kerugian sebenarnya, yang dapat membantu mendorong manajemen risiko yang lebih baik.
Sebagai contoh, bank atau tertanggung mungkin akan menanggung sebagian kecil dari kerugian atau manfaat, yang disebut sebagai deduction atau excess of loss. Hal ini sesuai dengan prinsip asuransi indemnity untuk mendorong pemeliharaan objek asuransi dan mencegah klaim yang berlebihan.
Meningkatkan Jumlah Agen Asuransi Berkualitas: Lihatlah Rencana Strategi AAUI
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akan bekerja sama dengan Asosiasi Ahli Agen Asuransi Umum Indonesia (A3UI) untuk mengatur dan meningkatkan mutu agen asuransi umum di Indonesia.
Budi Herawan, Ketua Umum AAUI, menyatakan bahwa kerjasama antara AAUI dan A3UI akan memperbaiki profesionalisme agen asuransi, yang dianggap sebagai kunci dalam mengatasi masalah polis asuransi yang bermasalah. Menurutnya, penting untuk mengimplementasikan kerjasama ini secara nyata demi meningkatkan sektor asuransi yang mereka cintai menjadi lebih baik, sehat, dan terukur. Hal ini disampaikan oleh Budi Herawan saat acara penandatanganan Memorandum Of Understanding (MOU) antara AAUI dan A3UI untuk kerjasama dalam kegiatan perasuransian pada hari Selasa, 5 September 2023.
Budi menyoroti bahwa untuk mengubah dan memperbaiki agen asuransi, perlu adanya tata kelola yang baik dari semua pihak terkait.
Sebagai informasi tambahan, A3UI adalah sebuah organisasi yang menghimpun agen asuransi di seluruh Indonesia dan telah dibentuk sejak tahun 2019. Salah satu tujuan utama A3UI adalah mendukung agar agen asuransi umum dapat menjadi lebih profesional.
Budi juga mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 66.000 agen asuransi umum, dan targetnya adalah meningkatkan jumlah ini hingga mencapai 750.000 hingga 1 juta agen dalam waktu lima tahun ke depan. Selama tiga bulan mendatang, mereka berharap dapat menambah sekitar 75.000 agen.
Budi Hermawan menekankan bahwa pelatihan agen tidak hanya akan memberikan sertifikasi, tetapi juga akan melibatkan pelatihan yang lebih intensif dan proses seleksi yang ketat. Hal ini dianggap penting karena sertifikasi yang diberikan oleh AAUI akan memiliki dampak signifikan pada industri asuransi secara keseluruhan.
Artikel ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker.
—
MENCARI PRODUK ASURANSI? JANGAN BUANG WAKTU ANDA DAN HUBUNGI KAMI SEKARANG
24 JAM L&G HOTLINE: 0811-8507-773 (CALL – WHATSAPP – SMS)
website: lngrisk.co.id
Email: customer.support@lngrisk.co.id
—