Liga Asuransi – Sidang pembaca yang luar biasa, apa kabar? Jumpa lagi kita di seri Berita Asuransi Pilihan untuk bulan May 2021. Ternyata tinggal satu bulan lagi yang tersisa bagi kita untuk menyelesaikan semester pertama tahun 2021 ini. Bagaimana dengan bisnis Anda? Semoga sudah semakin membaik ya, aamiin.
Selama bulan May lalu, banyak perkembangan positif yang terjadi di Indonesia asuransi Indonesia. Kinerja asuransi umum yang semakin bagus, yang ditandai dengan perkembangan asuransi Marine Hull dan asuransi Marine Cargo yang semakin tinggi. Demikian pula dengan asuransi kendaraan bermotor yang bangkit setelah diluncurkannya kebijaksanaan pemerintah untuk keringan pajak kendaraan baru.
Ada juga perkembangan positif di industri pertambangan khususnya batubara, harga batubara melonjak menyamai harga tertinggi yang pernah terjadi tahun 2011 lalu.
Seperti biasa kami sudah pilihkan lima berita asuransi pilihan bulan May 2021 untuk Anda yang kami ambil dari berita online. Jika Anda tertarik silahkan segera dibagikan kepada rekan-rekan Anda agar mereka juga paham seperti Anda.
- Tokcer! Kinerja Industri Asuransi Umum Positif pada Kuartal I/2021
Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi umum mencatatkan kinerja positif pada kuartal I/2021, baik dari sisi perolehan premi, investasi, hingga laba. Pembayaran klaim pun tercatat menurun dibandingkan kuartal pertama tahun lalu. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) per Januari–Maret 2021, perolehan premi industri tercatat sebesar Rp20,78 triliun.
Jumlahnya tumbuh 1,5 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan premi Januari–Maret 2021 senilai Rp20,46 triliun. Perolehan premi terbesar masih berasal dari lini bisnis utama asuransi kerugian, yakni asuransi properti senilai Rp5,98 triliun dan kendaraan bermotor senilai Rp3,97 triliun. Setelah itu, kontributor premi lainnya adalah asuransi kredit senilai Rp2,86 triliun serta asuransi kesehatan dan kecelakaan senilai Rp2,7 triliun.
Hal tersebut tak lepas dari kondisi perekonomian makro yang juga mulai tumbuh. “Berdasarkan data yang kami kumpulkan dari 72 perusahaan asuransi umum, secara keseluruhan lini bisnis, agregasinya premi dicatat itu naik Rp313 miliar atau naik 1,5 persen [yoy],” ujar Trinita dalam konferensi pers kinerja asuransi umum oleh AAUI, Senin (31/5/2021). Selain dari sisi top line, pertumbuhan pun terjadi dalam kinerja underwriting, yang pada kuartal I/2021 mencapai Rp3,82 triliun. Jumlahnya melonjak 317,03 persen (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp0,92 triliun. Pada kuartal I/2021, total investasi industri asuransi umum senilai Rp83,6 triliun tumbuh 7,19 persen (yoy) dari sebelumnya Rp78 triliun.
Hasil investasi pun mencatatkan kinerja yang sejalan, yakni pada kuartal I/2021 senilai Rp0,96 triliun atau tumbuh 4,59 persen (yoy) dari sebelumnya Rp0,92 triliun. Alhasil, laba industri pada kuartal I/2021 mencapai Rp1,77 triliun atau tumbuh hingga 53,9 persen (yoy) dari sebelumnya Rp1,15 triliun. Kinerja top line dan bottom line itu dipengaruhi oleh capaian positif pada tahun ini dan koreksi yang terjadi pada tahun lalu. Adapun, pada kuartal I/2021, industri asuransi kerugian membayarkan klaim senilai Rp6,73 triliun. Jumlah itu turun hingga 27,4 persen (yoy) dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp9,27 triliun.
Tercatat delapan lini bisnis asuransi umum mengalami penurunan klaim. Penurunan terbesar dari sisi nilai terjadi di lini bisnis asuransi kredit, yang pada kuartal I/2021 senilai Rp1,29 triliun, turun Rp903,7 miliar atau 41 persen (yoy) dari sebelumnya Rp2,2 triliun.
- Komisi IX DPR RI Sebut Data Bocor BPJS Kesehatan Nyata Sejak 2020
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi IX DPR RI mendesak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mempercepat langkah menghadapi kasus dugaan kebocoran data. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Direksi BPJS Kesehatan, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dan Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan RI pada Selasa (25/5/2021). Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni mengungkapkan pihaknya telah berkoordinasi bersama Dewas dan Direksi, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Berdasarkan data per April 2021, cakupan kepesertaan JKN telah mencapai 82,62 persen atau 223,95 jiwa. Adapun, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron dalam rapat ini menekankan enam langkah terkait penanganan dugaan kebocoran data ini. Pertama, memastikan bahwa operasional dan layanan terhadap peserta tidak terdampak. Kedua, membuat tim khusus dan investigasi dugaan peretasan. Ketiga, melakukan upaya pengamanan titik akses dengan penutupan sementara aplikasi yang berpotensi berisiko. Keempat, menunda kerja sama pertukaran data untuk sementara waktu. Kelima, melakukan aksi preventif untuk penguatan sistem keamanan IT terhadap potensi gangguan keamanan data serta meningkatkan proteksi dan keamanan sistem. Terakhir, penyusunan langkah-langkah mitigasi terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan data, antara lain dengan penerapan biometric fingerprint dan face recognition untuk proses pelayanan dan administrasi.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Achmad Yurianto yang menyebut bahwa pihak Dewas telah menyampaikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada direksi yang berisi 4 hal. Antara lain, penelusuran mendalam atas kebenaran isu dan melakukan klarifikasi secara transparan kepada seluruh stakeholder, menindaklanjuti kasus kebocoran data ini secara hukum dan menyiapkan rencana kontinjensi untuk meminimalisir dampak, memulihkan keamanan data, serta menjaga kepercayaan publik. Selain itu, Dewas meminta Direksi melakukan langkah mitigasi atas seluruh potensi risiko reputasi yang timbul akibat dampak isu ini. Terakhir, Dewas mengimbau dilakukan sharing session dengan para praktisi dan pemangku kepentingan nasional guna meningkatkan ketahanan data dan informasi BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi Golkar Dewi Asmara menekankan agar isu ini tak membuat pelayanan BPJS Kesehatan tidak terganggu. Pasalnya, BPJS Kesehatan memiliki 20 platform berupa aplikasi dan website terkait pelayanan masyarakat dan fasilitas kesehatan. “Kita meminta kecepatan, tapi tetap dengan kehati-hatian. Selain itu, harus ada help-desk aduan masyarakat terkait aplikasi atau platform, terlebih kalau nanti ada yang sedang diperbaiki atau di-suspend untuk memperbaiki hal ini. Kita tidak mau pelayanan ke masyarakat menjadi terganggu,” jelasnya, Selasa (25/5/2021).
Selain itu, Komisi IX DPR menyarankan BPJS Kesehatan melakukan penyederhanaan platform agar lebih efektif dan efisien, serta mempelajari bagaimana Lembaga Jasa Keuangan (LJK) besar seperti perbankan menjaga datanya. Adapun, Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN Saleh P. Daulay menekankan bahwa dugaan kebocoran data ini harus segera dipastikan, setelah itu secara cepat dituntaskan. “Dari informasi yang kami terima dari pakar, ada 279 juta data bocor. Kok bisa, padahal hanya 220 juta? Itu karena ada yang datanya double. Jadi menurut info, kebocoran ini nyata sejak 2020 dan harus segera diklarifikasi supaya jelas,” ungkapnya. Terakhir, Saleh lebih menyarankan BPJS Kesehatan mewaspadai potensi tuntutan hukum terhadap kebocoran ini, akibat berbagai macam kerugian yang dialami peserta dan stakeholder terkait.
- Melebihi Jiwasraya, kerugiaan kasus Asabri mencapai Rp 22,78 triliun
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Setelah Jiwasraya, kini negara kembali dirugikan akibat dugaan korupsi pada kasus Asabri. Tak main – main, kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 22,78 triliun, atau lebih tinggi dari korupsi Jiwasraya Rp 16,8 triliun.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa kerugian Asabri lebih besar karena para tersangka melakukan korupsi lebih besar. Apalagi, ada dua tersangka yang juga terlibat pada kasus Jiwasraya maupun Asabri.
“Memang ada sindikat, waktu di Jiwasraya mereka belum matang betul. Begitu Asabri, dia lebih jagoan jadi lebih banyak dapatnya,” kata Agung, di Jakarta, Senin (31/5).
Selain itu, kerugian negara tersebut juga timbul akibat penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan dan investasi Asabri pada tahun 2012 sampai dengan 2019.
“Kami menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang – undangan yang dilakukan oleh pihak – pihak terkait dalam pengelolaan investasi saham dan reksadana di Asabri,” katanya.
Akibatnya, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara karena pengelolaan saham dan reksadana tidak sesuai ketentuan. Bahkan, kerugian tersebut belum bisa tertutupi sampai hari ini.
BPK telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif tentang penghitungan kerugian negara tersebut pada 27 Mei 2021. Hal ini sebagai bentuk dukungan lembaga terhadap pemberantasan korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menindaklanjuti permintaan penghitungan kerugian negara yang disampaikan Kejagung kepada BPK pada 15 Januari 2021 lalu.
“BPK mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, OJK, Bursa Efek Indonesia, dan Industri Keuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan ini,” terangnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka pada kasus Asabri. Tujuh berkas tersangka sudah dinyatakan lengkap dan siap untuk disidangkan seperti berkas Adam Rachmat Damiri (Direktur Utama Asabri periode 2011 – 2016), Sonny Widjaja (Direktur Utama Asabri 2016 – 2020) dan Bachtiar Effendi (Direktur Keuangan Asabri 2008 – 2014).
Kemudian ada Hari Setiono (Direktur Asabri 2013 – 2019), Ilham W Siregar (Kadiv Investasi Asabri 2012 – 2017), Lukman Purnomosidi (Direktur Utama Prima Jaringan) dan Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation).
Sementara berkas tersangka lain, seperti Benny Tjokrosaputro (Direktur Hanson Internasional) dan Heru Hidayat (Direktur Trada Alam Minera) sedang dilengkapi oleh penyidik.
Awalnya, dugaan korupsi asuransi pelat merah ini pada 2012-2019. Pada saat itu, manajemen Asabri melakukan kesepakatan dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi maupun manajer investasi seperti Heru Hidayat, Benny Tjokro dan Lukman Purnomosidi.
Modus yang dilakukan adalah dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik ketiga orang tersebut. Saham-saham tersebut dimanipulasi menjadi harga yang tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah menjadi milik Asabri, saham-saham tersebut kemudian ditransaksikan atau dikendalikan oleh ketiga pihak tersebut atas kesepakatan direksi seakan saham-saham itu bernilai tinggi dan likuid.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut, transaksi yang dilakukan hanya bersifat semu dan menguntungkan tiga pihak swasta tersebut. Akibatnya, Asabri merugi karena saham-saham tersebut dijual dengan harga dibawah perolehan.
Untuk menghindari kerugian investasi, saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, ditransaksikan (dibeli) kembali dengan nomine ketiga tersangka serta ditransaksikan (dibeli) kembali oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi dan dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokro.
“Pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan MI dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut Leonard.
Atas hal itu, perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun pasal yang disangkakan kepada tersangka berupa primair pada Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian subsidair pada Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Masih pandemi, premi asuransi kesehatan tumbuh positif pada kuartal I
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Masih berlangsungnya pandemi covid-19 di kuartal pertama 2021 mempengaruhi pertumbuhan premi asuransi kesehatan. Hal ini dikarenakan masyarakat berhati-hati dalam menjaga kesehatan sehingga permintaannya naik.
Jika melihat data dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) pada kuartal pertama, premi asuransi kesehatan 5,7% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp 2,77 triliun. Sebagai pembanding, di periode yang sama tahun lalu, premi asuransi kesehatan sebesar Rp 2,62 triliun.
“Dampak pandemi ini mempengaruhi kondisi rumah tangga orang-orang maupun korporasi dengan karyawannya untuk hati-hati terhadap kesehatan. Jadi dalam kondisi ini, permintaan terhadap asuransi kesehatan jadi naik,” ujar Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe.
Selain itu, Dody juga menambahkan bahwa peningkatan ini dikarenakan banyak perusahaan asuransi baik asuransi umum maupun asuransi jiwa yang mengakomodir risiko-risiko terkait pandemi covid-19. “Ini justru sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini terkait pandemi covid-19,” tambah Dody.
Sebaliknya, klaim asuransi kesehatan justru mengalami penurunan yang sangat signifikan. Pada kuartal I ini, klaim asuransi kesehatan turun sebesar 29,3% yoy menjadi Rp 1,05 triliun dengan sebelumnya sebesar Rp 1,49 triliun.
Dody bilang bahwa hal ini dikarenakan masyarakat betul-betul menjaga kesehatan agar tidak perlu ke rumah sakit. Menurutnya, masyarakat menghindari pergi ke rumah sakit agar tidak dikira sebagai pasien covid-19.
“Makanya orang-orang cenderung berhati-hati sekarang, jangan sampai sakit. Kalaupun sakit tidak ke rumah sakit untuk dirawat. Jadinya kecenderungan klaim asuransi kesehatan ini turun,” pungkas Dody.
- OJK luncurkan cetak biru pengembangan SDM sektor jasa keuangan 2021-2025
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dalam rangka mendukung industri keuangan yang sehat, stabil, dan berdaya saing tinggi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.
Kehadiran cetak biru tersebut sebagai pendukung pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan di Indonesia.
“Cetak Biru ini berperan sebagai pedoman bagi para pemangku kepentingan dalam menentukan arah dan prioritas pengembangan SDM khususnya dalam mendukung kesiapan menghadapi perkembangan terkini. Cetak biru ini disusun secara bersama-sama dengan para pemangku kepentingan, di antaranya asosiasi kelembagaan/profesi serta akademisi.”, kata Wimboh saat peluncuran cetak biru tersebut, Selasa (25/5).
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa perlu disusun Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.
Pertama, Transformasi digital yang berlangsung saat ini perlu didukung dengan sumber daya manusia yang memadai. Kedua, Implementasi tata kelola, risiko dan kepatuhan memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas.
Ketiga, kesenjangan kompetensi sumber daya manusia saat ini masih tinggi. Keempat, dinamika perubahan global yang perlu diantisipasi dalam pengembangan sumber daya manusia.
Kelima, pertumbuhan sektor jasa keuangan syariah perlu didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
Keenam, Industri sektor jasa keuangan mengelola dana masyarakat sebesar Rp 23.234 Triliun (per Desember 2020). Ketujuh, Aspek perlindungan konsumen yang perlu diperkuat dengan menyediakan sumber daya manusia yang kompeten. Ke depan, perlu arahnya pengembangan SDM Sektor Jasa Keuangan.
Sampai saat ini, sektor jasa keuangan belum memiliki Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan. Di samping itu, Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025 ini merupakan turunan dari Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025.
Visi dari cetak biru ini adalah Mewujudkan sumber daya manusia sektor jasa keuangan yang profesional, berintegritas, dan berdaya saing global dalam rangka meningkatkan kinerja sektor jasa keuangan.
Selanjutnya visi tersebut didukung dengan empat misi. Pertama, Mengembangkan standarisasi kompetensi sumber daya manusia sektor jasa keuangan. Kedua, mengembangkan metode peningkatan kompetensi sumber daya manusia sektor jasa keuangan.
Ketiga, mengembangkan infrastruktur pendukung sumber daya manusia sektor jasa keuangan. Keempat, mengembangkan sumber daya manusia sektor jasa keuangan yang memiliki kompetensi digital.
Dengan keempat misi ini, diharapkan Cetak Biru ini dapat mendorong terwujudnya SDM sektor jasa keuangan yang profesional, berintegritas, dan berdaya saing global dalam rangka meningkatkan kinerja sektor jasa keuangan.
Guna mengoperasionalkan cetak biru tersebut, keempat misi dijabarkan lebih lanjut ke dalam 12 (dua belas) strategi pencapaian. Masing-masing strategi pencapaian tersebut akan dituangkan dalam program kerja yang jumlahnya mencapai 21 program yang akan dilakukan dalam periode 2021-2025.
Seluruh program kerja tersebut sudah mengakomodir aspirasi, keinginan dan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia sektor jasa keuangan baik di industri Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank.
“Cetak biru ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku di industri jasa keuangan sebagai pedoman dalam meningkatkan meningkatkan kompetensi dan kualitas SDM guna mendukung tumbuh dan kembangnya industri jasa keuangan secara berkelanjutan. Dengan adanya cetak biru ini, industri jasa keuangan menjadi lebih maju, kompetitif dan stabil dengan dukungan SDM yang profesional, berintegritas dan berdaya saing global,” kata Ibu Nurhaida di kesempatan yang sama.