Liga Asuransi – Industri asuransi terus bergerak dinamis seiring tantangan ekonomi, regulasi baru, hingga ancaman risiko kesehatan yang semakin nyata. Dalam edisi kali ini, kami menyajikan tujuh berita terupdate dan terlengkap dari dunia asuransi Indonesia—mulai dari lonjakan ekuitas perusahaan, strategi pertumbuhan laba, hingga sorotan terhadap defisit reasuransi nasional. Di tengah naiknya biaya medis dan meningkatnya ancaman penyakit kritis, Asuransi Syariah muncul sebagai solusi strategis untuk melindungi kekayaan dan ketahanan finansial masyarakat. Artikel ini menjadi referensi penting bagi Anda yang ingin memahami arah perkembangan industri asuransi secara komprehensif.
Laporan Keuangan PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI) Sesuai PSAK 117, Ekuitas Melejit Jadi Rp 417,8 Miliar! Investor Cek Fakta Penting Ini!
PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI) mengumumkan keberhasilannya dalam menyampaikan laporan keuangan triwulan I/2025 serta penyajian ulang laporan keuangan kuartal I/2024, laporan posisi keuangan per Desember 2024, dan Desember 2023 sesuai dengan standar terbaru, PSAK 117. Hal ini sebagai wujud kepatuhan terhadap Pasal 271 UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta Pasal 2, 7, dan 8 POJK No. 20/POJK.04/2021 terkait penyusunan laporan keuangan perusahaan efek.
ASBI telah menyerahkan seluruh laporan tersebut tepat waktu kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan paragraf PSAK 117.C04/IFRS 17.C4, transisi menuju PSAK 117 dilakukan melalui derecognition atas seluruh aset dan liabilitas sesuai PSAK 104 yang lama, kemudian diikuti pengakuan baru sesuai PSAK 117. Selisih yang timbul dicatat langsung dalam ekuitas pada tanggal transisi.
Sesuai regulasi, transisi ini mempengaruhi laporan keuangan tahun berjalan dan juga periode sebelumnya, sehingga ASBI wajib melakukan restatement untuk laporan keuangan 31 Desember 2024, 31 Desember 2023, serta Maret 2024. Berkat kerja keras yang konsisten dan strategi yang berkesinambungan, perusahaan telah menjalankan pencatatan paralel mengacu pada PSAK 104 dan PSAK 117 sejak pertengahan 2023. Inisiatif ini membuat proses penyajian ulang laporan berjalan lancar dan efektif.
Dari hasil Laporan Posisi Keuangan triwulan I/2025 serta penyajian kembali laporan Desember 2024 dan 2023, terlihat adanya peningkatan kualitas portofolio risiko. Perbaikan ini tercermin dari penurunan liabilitas yang jauh lebih signifikan dibanding penurunan aset, sehingga berdampak positif terhadap ekuitas perusahaan, yang naik menjadi Rp 417,8 miliar dari sebelumnya Rp 378,4 miliar pada Desember 2023.
BRI Insurance Cetak Laba Fantastis 45%, Ini Strategi Ampuh yang Digunakan!
Industri asuransi umum terus menunjukkan kinerja positif, salah satunya BRI Insurance (BRINS) yang melaporkan perolehan premi bruto mencapai Rp 3,90 triliun pada 2024, tumbuh 18,25% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat Rp 3,30 triliun. Sementara itu, laba bersih BRINS melonjak sebesar 45,36%, mencapai Rp 702 miliar dibandingkan dengan Rp 483 miliar di 2023.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Direktur Utama BRI Insurance, Budi Legowo, membeberkan strategi yang diterapkan untuk mencetak kinerja gemilang ini, yakni komitmen yang kuat. “Komitmen pertama adalah untuk berkontribusi dalam menjaga ketahanan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kami berkomitmen untuk menciptakan portofolio bisnis yang tumbuh secara sehat dan berkelanjutan,” ungkap Budi dalam siaran pers pada Jumat (2/5/2025).
Pada 2025, BRINS mengusung tema Persistent Penetration of Core Competence with Optimizing Products and Channels Growth of Non-Captive Micro and Retail Business by 30%. Budi menjelaskan, langkah strategis tersebut akan diwujudkan melalui kolaborasi masif dengan seluruh stakeholder, baik di BRI Group (Captive) maupun mitra bisnis lainnya (Non-Captive).
“Target kami adalah meningkatkan keterlibatan pelanggan yang dapat menghasilkan nilai dan manfaat dari BRI Insurance, sehingga perusahaan dapat menjadi Top of Mind dalam industri asuransi umum di Indonesia,” tegasnya.
Komisaris Utama BRINS, Kris Hananto, juga memberikan apresiasi terhadap hasil yang dicapai oleh perusahaan tersebut. “Saya mengapresiasi Manajemen Perusahaan dan seluruh pihak yang berkontribusi atas keberhasilan kinerja perusahaan di tahun 2024,” katanya.
Dalam RUPST tersebut, juga disetujui untuk menunjuk akuntan publik, Ernst and Young Global (EY), untuk mengaudit Laporan Keuangan Perseroan tahun buku 2025. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi, kredibilitas, dan pengendalian internal perusahaan.
Agenda lainnya dalam RUPST mencakup pengesahan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk periode 2025-2029, serta pemberlakuan Peraturan Menteri BUMN No.Per-2/MBU/03/2023 tentang pedoman tata kelola dan kegiatan korporasi signifikan BUMN, yang bertujuan agar BRI Insurance dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan berkelanjutan di tengah perubahan global dan tantangan ekonomi yang semakin kompleks.
Rapat juga mengumumkan keputusan susunan pengurus baru untuk BRI Asuransi Indonesia pada RUPS Tahun 2025, yang terdiri dari:
- Komisaris Utama: Kris Hananto
- Komisaris Independen: Benny Imam Syafii
- Komisaris Independen: Wahab Talaohu
- Direktur Utama: R. Budi Legowo
- Direktur Keuangan dan Operasional: Sony Harsono
- Direktur Bisnis: Recky Plangiten
- Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko: Heri Supriyadi
- Ketua Dewan Pengawas Syariah: Nilmayetti Yusri
- Anggota Dewan Pengawas Syariah: Abdul Ghoni
Selain itu, ada pengumuman pemberhentian pengurus dengan hormat setelah selesai masa tugas, yaitu Komisaris Independen Ayahanita Kussetyaningsih dan Direktur Teknik Ade Zulfikar.
Source: https://finance.detik.com/moneter/d-7895960/bisnis-industri-asuransi-umum-masih-moncer
Defisit Reasuransi Indonesia Membengkak Rp12 Triliun! Solusi OJK: Modal Harus Naik 15% per Tahun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa dalam tiga tahun terakhir defisit reasuransi nasional terus mengalami kenaikan. Salah satu strategi utama untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan memperkuat permodalan di industri asuransi dalam negeri. Wahyudin Rahman, seorang praktisi manajemen risiko sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), menilai tren memburuknya defisit reasuransi mencerminkan tekanan berlapis di sektor ini—baik dari sisi underwriting, klaim, maupun kapasitas modal yang terbatas.
Menurut Wahyudin, situasi ini menegaskan perlunya penataan ulang strategi retensi risiko serta optimalisasi reasuransi domestik. “Agar mampu mengejar ketertinggalan, sektor asuransi umum perlu mendorong pertumbuhan ekuitas minimal 10–15% setiap tahun ke depan untuk memenuhi target yang ditetapkan regulator pada akhir 2026 hingga 2028,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29/4/2025).
Ia juga menyoroti bahwa langkah penguatan modal dan pembukaan pasar baru—misalnya asuransi wajib TPL yang kini tengah didorong regulator—merupakan langkah strategis guna memperluas basis premi dan memperbaiki posisi neraca reasuransi. “Namun, kesuksesan program ini sangat bergantung pada peningkatan permodalan, inovasi produk, diversifikasi bisnis, serta sinergi kuat antara pemerintah, regulator, industri, dan seluruh pemangku kepentingan,” tambahnya.
Terkait penguatan modal, OJK mencatat adanya pertumbuhan ekuitas di industri asuransi, tetapi terdapat ketimpangan mencolok antara sektor asuransi umum dan asuransi jiwa. Sepanjang 2024, ekuitas industri asuransi jiwa mencatatkan pertumbuhan 24,5% YoY menjadi Rp130,16 triliun, sementara sektor asuransi umum hanya tumbuh tipis 1% YoY menjadi Rp74,68 triliun. Wahyudin memandang kesenjangan ini sebagai cerminan dari perbedaan karakter bisnis dan ketahanan risiko antara dua sektor tersebut.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menekankan pentingnya penguatan modal bagi industri asuransi domestik. Hingga akhir 2024, tercatat defisit reasuransi mencapai Rp12,10 triliun, dengan sekitar 40% premi reasuransi disalurkan ke luar negeri. “Untuk menekan ketergantungan pada reasuransi asing, salah satu solusi yang kami dorong adalah peningkatan modal bagi perusahaan asuransi dalam negeri,” jelas Ogi dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (27/4/2025).
Biaya Medis Melesat! Asuransi Syariah Jadi Kunci Lindungi Kekayaan dari Risiko Kritis
Di dunia yang penuh ketidakpastian, kemampuan mengelola risiko adalah fondasi utama untuk menjaga dan mengembangkan kekayaan yang telah dibangun. Kesuksesan seseorang dalam mempertahankan asetnya sangat bergantung pada kesiapan menghadapi risiko keuangan yang tak terduga. Salah satu risiko terbesar adalah risiko kesehatan, yang dapat menguras habis kekayaan dalam waktu singkat.
Data global menunjukkan bahwa 43 juta orang meninggal akibat penyakit kritis pada 2023, mencakup 74% dari total kematian dunia. Di Indonesia, kasus penyakit kritis melonjak signifikan sebesar 28% dalam setahun, dari 23 juta kasus di 2022 menjadi 29 juta pada 2023. Di sisi lain, biaya medis, baik dalam negeri maupun luar negeri, terus meroket hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Tanpa perlindungan yang memadai, seseorang berisiko kehilangan bukan hanya kesehatan, tapi juga kestabilan keuangan dan aset berharga.
“Kita sering merasa aman karena punya aset, tapi saat krisis kesehatan terjadi, aset itu tidak selalu bisa segera digunakan. Di sinilah peran penting asuransi, termasuk asuransi berbasis syariah, untuk mengelola risiko finansial,” ujar Chief Customer & Marketing Officer Prudential Syariah, Vivin Arbianti Gautama dalam Global Islamic Finance Summit 2025 di Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Asuransi berfungsi sebagai perlindungan sekaligus penopang keamanan finansial. Ini juga berlaku untuk asuransi syariah yang memberikan manfaat jika terjadi risiko meninggal dunia atau risiko kesehatan.
Asuransi syariah menawarkan nilai tambah berupa prinsip saling tolong menolong antar peserta. Setiap peserta yang membayar premi turut membantu peserta lain yang sedang mengalami musibah. Bahkan jika tidak pernah mengajukan klaim, peserta tetap berperan aktif dalam mendukung sesama.
Selain itu, asuransi syariah berlandaskan prinsip bebas riba, gharar, dan maysir, serta dana peserta dikelola secara adil dan transparan melalui Dana Tabarru’. Inilah kekuatan asuransi syariah—peserta saling menopang untuk menghadapi risiko hidup, menjadikan proteksi bukan hanya urusan individu tetapi juga cerminan solidaritas sosial demi mendapatkan keberkahan.
Manfaat asuransi syariah tak hanya terasa saat terjadi musibah, tetapi juga menjadi bagian dari perencanaan kekayaan jangka panjang, seperti dana pensiun, pendidikan anak, hingga menjaga dana darurat tanpa harus menjual aset produktif. Santunan dari asuransi dapat menjadi sumber likuiditas penting untuk menjaga kelangsungan bisnis dan keluarga, atau mempersiapkan warisan bagi generasi penerus.
Asuransi syariah menanamkan keyakinan bahwa kekayaan bukan hanya untuk dinikmati, tetapi harus dikelola dengan bijak dan diwariskan secara bertanggung jawab. Menyiapkan perlindungan sejak dini berarti menciptakan ketenangan di masa depan. Dalam kehidupan, keberhasilan bukan sekadar mengumpulkan, tetapi juga merawat dan meneruskan apa yang telah dibangun. Asuransi syariah menjadi bagian dari ikhtiar menjaga amanah untuk melindungi diri dan keluarga.
“Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati, termasuk dalam pengelolaan keuangan. Dengan asuransi, khususnya asuransi syariah, kita meminimalkan risiko kerugian besar yang tak terduga, melindungi aset, dan memberikan ketenangan bagi keluarga,” tutup Vivin.
Source: https://investor.id/finance/396224/ini-manfaat-lebih-asuransi-syariah-dibanding-konvensional
Skema Sewa-Beli Rumah Kini Dapat Asuransi Jiwa! Terobosan SMF Buka Akses Hunian bagi Masyarakat Non-Gaji Tetap
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, BUMN di bawah naungan Kementerian Keuangan, tengah mendorong partisipasi industri asuransi dalam pembiayaan hunian melalui skema sewa beli atau rent to own (RTO). Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Fauzi Arfan, menyatakan bahwa sektor asuransi jiwa pada dasarnya mendukung program-program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk inisiatif RTO dari SMF.
Menurut Fauzi, skema ini sangat strategis karena menyasar masyarakat berpenghasilan tidak tetap—kelompok yang semakin sulit menjangkau kepemilikan rumah. Dalam skema ini, calon pemilik rumah bisa tinggal dulu dengan menyewa, sebelum membeli secara penuh di masa depan. Perusahaan asuransi diharapkan hadir untuk memberikan perlindungan jiwa apabila terjadi risiko seperti kematian penyewa selama masa sewa.
Fauzi menilai kolaborasi ini bisa menciptakan sistem pembiayaan hunian yang lebih aman dan berkelanjutan, serta memperluas jangkauan perlindungan jiwa ke segmen masyarakat yang selama ini minim akses layanan keuangan, seperti pekerja informal dan nonfixed income. Hal ini dinilai sejalan dengan semangat inklusi keuangan yang terus didorong oleh AAJI.
Dia juga menegaskan kesiapan industri asuransi jiwa untuk berdiskusi lebih lanjut dengan seluruh pemangku kepentingan terkait desain produk proteksi yang tepat, mekanisme penilaian risiko, serta edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan jangka panjang.
Fauzi melihat bahwa skema RTO ini berpotensi melahirkan produk-produk asuransi baru yang inovatif dan relevan, sekaligus memperkuat literasi bahwa asuransi jiwa merupakan bagian penting dari keputusan keuangan besar seperti membeli rumah. Ia menambahkan, agar manfaat program ini bisa merata, seluruh perusahaan asuransi jiwa perlu diberi peluang yang sama untuk terlibat, tanpa ada diskriminasi, demi menciptakan ekosistem pembiayaan yang sehat dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proteksi jiwa.
Sementara itu, Direktur Bisnis SMF, Heliantopo, menyebut skema RTO ditargetkan mulai berjalan pada kuartal II 2025. Program ini dirancang khusus untuk masyarakat nonfixed income dengan berbagai strategi mitigasi risiko, termasuk proteksi asuransi bagi penyewa yang meninggal. Ia berharap keterlibatan industri keuangan dan asuransi akan memperkuat daya tarik program ini.
Premi YOII Meroket 162%! Asuransi Digital Ini Ungkap Kunci Sukses dan Target Fantastis 2025
PT Asuransi Digital Bersama Tbk. (YOII) berhasil membukukan premi sebesar Rp110,66 miliar pada kuartal I/2025, melonjak 162% secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp42,4 miliar. Direktur Keuangan YOII, Randy Tandra, menyebut lonjakan ini terutama ditopang oleh pertumbuhan pesat di lini asuransi perjalanan.
“Kontribusi dari segmen perjalanan mencapai sekitar 50–60% dari total premi saat ini, disusul oleh asuransi mikro yang kami kembangkan melalui kemitraan dengan e-wallet. Itu menjadi salah satu pendorong utama,” ujar Randy saat paparan publik YOII di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Randy optimistis prospek industri asuransi digital ke depan sangat cerah, sejalan dengan roadmap yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertujuan memperluas penetrasi asuransi, salah satunya lewat percepatan transaksi digital.
“Salah satu fokus roadmap itu memang mempercepat adopsi digital. Regulator tampaknya yakin bahwa untuk mendorong pertumbuhan ini, kanal digital adalah kunci yang harus terus didorong,” jelasnya.
Namun, Randy menekankan bahwa definisi “asuransi digital” sendiri masih belum sepenuhnya jelas. Ia mengilustrasikan situasi ini seperti bisnis kuliner yang berpindah ke platform online tetapi tidak otomatis menjadi “restoran digital.”
Meski seluruh produk YOII dipasarkan secara digital, ia mengaku belum bisa memastikan apakah itu sudah sepenuhnya termasuk dalam transaksi digital karena batasan definisinya masih samar.
Selain peluang besar, Randy juga menyoroti tantangan industri asuransi digital, terutama menyangkut persepsi masyarakat terhadap asuransi secara umum. “Ini tantangan yang nyata. Kami bisa menciptakan produk terbaik, tapi jika persepsi publik terhadap asuransi belum berubah, itu akan menjadi pekerjaan rumah bukan hanya bagi asuransi digital, tetapi juga untuk industri asuransi secara keseluruhan. Asuransi itu punya prinsip utmost good faith yang wajib dijaga,” tegasnya.
YOII menargetkan mampu menghimpun premi sebesar Rp420–430 miliar pada akhir 2025, naik sekitar 31,25% dibandingkan total premi yang dikumpulkan sepanjang 2024 sebesar Rp320 miliar.
Penetrasi Asuransi RI Masih Tertinggal Jauh, OJK Ungkap Jurus Baru Dongkrak Kepercayaan Publik!
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa tingkat penetrasi asuransi di Indonesia baru mencapai 2,72% per Februari 2025. Meski mengalami sedikit kenaikan dari posisi akhir 2023 yang sebesar 2,59%, angka tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan negara lain. Sebagai perbandingan, Malaysia mencatat 4,8%, Australia dan Brasil masing-masing 3,3%, Jepang 7,1%, Singapura 11,4%, bahkan Afrika Selatan unggul jauh dengan 12,6%. Menariknya, capaian Februari 2025 ini juga sedikit menurun dari September 2024 yang sempat menyentuh 2,80%.
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, mengakui bahwa ketidakpastian global masih menjadi hambatan utama bagi industri asuransi. Meski demikian, dia tetap optimis industri ini akan terus bertumbuh. “Tahun ini memang penuh tantangan karena ketidakpastian global masih menjadi isu utama, tetapi kami tetap percaya bahwa dengan roadmap yang telah ditetapkan dan dukungan terhadap RPJMN, industri asuransi akan terus bergerak maju,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Selasa (29/4/2025).
Ogi menjelaskan bahwa pertumbuhan ini didukung oleh berbagai reformasi yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, yang turut memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi. Ia juga menyebutkan bahwa prospek jangka panjang masih solid, berkat berbagai inisiatif strategis seperti penguatan modal, pemisahan unit usaha syariah (spin off), dan pembentukan Program Perlindungan Pemegang Polis (PPP).
Lebih lanjut, OJK mendorong perusahaan asuransi untuk semakin fokus pada kebutuhan masyarakat dan memperkuat literasi serta edukasi tentang pentingnya asuransi. “Kami mendorong industri untuk menghadirkan produk yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan terus meningkatkan kesadaran melalui program edukasi yang masif,” tambah Ogi.
Dari sisi aset, industri asuransi Indonesia mencatat total Rp1.141,71 triliun per Februari 2025, naik 1,03% secara tahunan dari Rp1.130,05 triliun. Aset asuransi komersial masih mendominasi dengan capaian Rp920,25 triliun, naik signifikan 11,5% YoY. Namun demikian, pendapatan premi selama Januari–Februari 2025 sedikit tertekan; premi asuransi komersial turun 0,94% YoY menjadi Rp60,27 triliun. Rinciannya, premi asuransi jiwa naik 5,16% menjadi Rp32,35 triliun, sementara premi asuransi umum dan reasuransi terkontraksi 7,17% menjadi Rp27,91 triliun.
Meski demikian, kekuatan modal industri tetap kokoh. Risk Based Capital (RBC) asuransi jiwa tercatat sebesar 466,42%, dan asuransi umum serta reasuransi sebesar 317,88%—masih jauh di atas ambang batas minimum 120%.
Dari pembaruan regulasi PSAK 117 hingga lonjakan premi dan laba di sektor asuransi umum, seluruh dinamika ini menunjukkan bahwa dunia asuransi nasional tengah bertransformasi secara aktif dan berkelanjutan. Di sisi lain, perlindungan terhadap risiko kesehatan melalui Asuransi Syariah menjadi semakin relevan di tengah lonjakan biaya medis dan meningkatnya jumlah penderita penyakit kritis. Untuk Anda para pelaku industri, pemilik proyek, atau pengusaha yang ingin mengelola risiko secara profesional dan optimal, artikel ini didukung oleh L&G Insurance Broker—perusahaan broker asuransi terpercaya di Indonesia yang ahli dalam menyediakan solusi asuransi untuk kebutuhan industri dan proyek. Hubungi L&G sekarang juga untuk konsultasi dan perlindungan terbaik bagi bisnis Anda.