Liga Asuransi – Sidang pembaca yang luar biasa, apa kabar? Agar kita semakin yakin dengan prospek bisnis di tahun 2022, kali ini kami akan sajikan informasi di industri kelistrikan (electricity industry).
Seperti kita ketahui bersama bahwa kebutuhan akan tenaga listrik kini semakin meningkat karena mulai maraknya perpindahan sumber energi dari energi fosil menjadi energi berbasis listrik.
Semakin banyaknya mobil listrik (electric vehicle), mesin-mesin industri berbasis tenaga listrik, peralatan elektronik dan lain-lain telah menyebabkan permintaan listrik semakin tinggi.
Sejak beberapa bulan lalu terjadi krisis listrik di beberapa negara Eropah dan China, ini berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan dan kurangnya supply listrik.
Indonesia sangat beruntung karena cadangan pembangkit listrik yang ada saat ini masih mencukupi sehingga hal ini telah memancing beberapa perusahaan multinational merelokasi pabriknya ke Indonesia. Meskipun cadangan pembangkit listrik saat ini masih cukup akan tetapi jumlah tersebut tidak akan mencukupi jika kondisi ekonomi sudah pulih dan peningkatan penggunaan listrik yang terus meningkat.
Untuk mengetahui seperti apa prospek industri kelistrikan Indonesia di tahun 2022 dan selanjutnya, kami telah pilihkan untuk Anda beberapa berita dari sumber online. Kami berharap informasi ini bermanfaat untuk Anda. Jika Anda tertarik silahkan dibagikan kepada rekan-rekan Anda agar mereka paham seperti Anda.
- Bisnis.com Kebutuhan Investasi Pembangkit Listrik RI Capai Rp350 Triliun per Tahun
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerangkan bahwa kebutuhan investasi untuk pembangkit listrik energi terbarukan mencapai US$1.043 miliar, atau sekitar US$25 miliar per tahun yang setara dengan Rp350 triliun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memberikan pemaparan saat sesi diskusi bertema “Prospek Sektor Energi Terbarukan 2022” dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenge 2022 di Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerangkan bahwa kebutuhan investasi untuk pembangkit listrik energi terbarukan mencapai US$1.043 miliar, atau sekitar US$25 miliar per tahun yang setara dengan Rp350 triliun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memaparkan bahwa perkiraan tersebut sesuai dengan kalkulasi khusus untuk pendanaan pada pembangkit listrik.
70 persen pendanaan dioptimalkan untuk pengembangan hydropower, panel surya, pembangkit nuklir, dan battery energy storage system (BESS). Energi hidro atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) memakan investasi masing-masing US$230,04 miliar dan US$169,7 miliar.
Kementerian memproyeksikan pengembangan listrik untuk PLTA mencapai 74,9 gigawatt (GW) dalam 40 tahun ke depan. Sementara itu, PLTS ditargetkan mampu menyediakan daya 464,8 GW. Baca Juga : PLTU Perlu Manfaatkan Teknologi Bersih untuk Tekan Emisi Kemudian energi nuklir atau PLTN diproyeksi memakan dana hingga US$182,5 miliar untuk membangun pembangkit 34 GW, sedangkan BESS memerlukan investasi sekurang-kurangnya US$119,8 miliar.
Total kebutuhan investasi US$1.043 miliar itu diproyeksi untuk mencapai kapasitas listrik 707,7 GW. Angka tersebut belum termasuk teknologi storage yang tengah dikembangkan dunia untuk pembangkit energi terbarukan.
Pemerintah, lanjutnya, akan mengembangkan teknologi pembangkit nuklir dan hidrogen di masa depan. Meski saat ini keekonomian tersebut belum terjangkau, namun Dadan optimistis perkembangan teknologi akan membuat proyeksi itu dapat dicapai.
Pengembangan PLTS Bisa Tumbuh Hingga 2 GW per Tahun “Dalam 4–5 tahun ke depan kita akan semakin kompetitif, tenaga surya yang dikombinasikan dengan baterai, atau dari sisi hidrogen dengan menggunakan EBT, atau introduksi tenaga nuklir,” terangnya. Sementara itu, terkait program pengembangan EBT, kementerian membidik percepatan pengembangan pembangkit listrik tenaga EBT sesuai rencana usaha pembangkit tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021–2030. Kemudian, Kementerian ESDM akan memperbesar penerapan teknologi, termasuk B30, co-firing, konservasi energi primer fosil seperti PLTD atau PLTU ke EBT, hingga memanfaatkan EBT non-listrik seperti briket dan panas bumi.
- KONTAN.CO.ID – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bakal mulai menawarkan 21 proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2022 mendatang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan penawaran proyek EBT ini sebagai implementasi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang telah diterbitkan sebelumnya.
Hal ini dungkapkan Arifin dalam gelaran The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021, Selasa (22/11) yang turut dihadiri Presiden Joko Widodo. Selain sejumlah proyek EBT tersebut, juga dilakukan peresmian 21 proyek EBT berbasis hidro, surya dan biogas dengan total kapasitas sekitar 312 MW serta satu pabrik biodiesel berkapasitas 580 ribu kiloliter (kl) per tahun.
Selain itu, juga dilakukan penandatanganan 4 kontrak perjanjian proyek EBT berkapasitas total 14,5 MW. Arifin melanjutkan, total investasi dari serangkaian kegiatan tersebut mencapai US$ 3,9 miliar. “Hal ini memperlihatkan bahwa kesempatan untuk investasi di subsektor EBT sangat terbuka,” lanjut Arifin.
Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya memastikan pengadaan untuk sejumlah proyek EBT oleh PLN akan dilakukan pada tahun depan. “Ini juga yang nanti akan kami terus memantau, memonitor terkait proses pengadaan dan penawarannya,” kata Chrisnawan dalam sesi Konferensi Pers Virtual, Selasa (22/11).
Chrisnawan melanjutkan, monitoring perlu dilakukan agar proses pengadaan dapat berjalan sesuai rencana, apalagi total kapasitas 1,2 GW dari program ini diakui belum mencukupi untuk mengejar target bauran 23% di 2025 mendatang.
Sementara itu, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto mengungkapkan, implementasi EBT baru dapat dilakukan pada 2022 mengingat perlunya waktu untuk mengkaji dan mendalami RUPTL 2021-2030 yang baru diterbitkan pada Oktober lalu.
Adapun, sejumlah proyek yang bakal ditawarkan terdiri dari 6 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yakni PLTA Kumbih-3 (45 MW) Lot Sipil, PLTA Kumbih-3 (45 MW) Lot Electro Mechanical, PLTA Hidro Sumatera Kuota Tersebar (90 MW), PLTA Sulbagsel Kuota Tersebar (200 MW), PLTA Bakaru II-Sipil (140 MW), PLTA Bakaru II-Electromechanical (140 MW).
Kemudian, satu proyek PLTM yakni PLTM Jawa-Bali dengan kuota tersebar mencapai 15 MW. Selanjutnya, 7 PLTP meliputi PLTP Ulumbu 5 dan Mataloko 2 & 3 berupa drilling contractor dengan kapasitas 40 MW, serta PLTP Ulumbu 5 dan Mataloko 2 & 3 berupa material supplier dan contractor (40 MW), PLTP Hululais 1 & 2 berkapasitas 110 MW, PLTP Tulehu 1 & 2 (20 MW), PLTP Sulbagut dengan kuota tersebar (5 MW), PLTP Songa Wayua (2X5 MW), PLTP Atadei (2X5 MW).
Proyek lainnya yakni PLTBio Simelue (3 MW), PLTBio Seram (6 MW), PLTBm Halmahera (10 MW), PLTB Timor (2X11 MW), PLTS Sinabang (2 MW), PLTS Sumbawa-Bima (10 MW) serta proyek konversi PLTD menjadi PLTS+BESS berkapasitas total 500 MW.
Resiko Industri Pembangkit Listrik
Dibandingkan dengan industri lain, resiko industri kelistrikan khususnya pembangkit listrik jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pembangkit listrik harus beroperasi untuk jangka yang cukup lama misalnya harus bekerja selama 24 jam untuk memenuhi target produksi.
Meskipun sudah dibuat jadwal maintenance dan pemeliharaan mesin akan tetapi masih sering terjadi perawatan dan perbaikan unit tidak berjalan sesuai dengan rencana, akibatnya kinerja mesin menurun dan terjadi breakdown atau kerusakan pada mesin.
Kerusakan mesin akibat dari breakdown nilai bisa sangat besar tergantung jenis pembangkit dan kapasitasnya, nilainya bisa mencapai jutaan dollar.
Untuk mengatasi kerusakan tersebut cara terbaik adalah dengan mengatur jaminan asuransi khusus untuk mesin-mesin pembangkit listrik seperti Property All Risks (PAR), Machinery Breakdown (MB), Comprehensive Machinery Insurance (CMI).
Selain resiko tersebut diatas adalah lagi resiko yang lebih besar yaitu Business Interruption atau asuransi gangguan usaha. Resiko tersebut dapat dijamin oleh polis asuransi Business Interruption Insurance dimana polisnya akan mengganti kehilangan keuntungan yang diharapkan akibat dari terjadinya kerusakan pada mesin dan aset pembangkit.
Untuk mendapatkan jaminan asuransi tersebut terus-terang tidak mudah karena tidak banyak perusahaan asuransi yang bersedia menjamin resiko tersebut.
Cara terbaik untuk mendapatkan jaminan asuransi pembangkit listrik adalah dengan menggunakan jasa perusahaan broker asuransi.
Broker asuransi adalah konsultansi asuransi berada di pihak Anda sebagai tertanggung. Broker asuransi adalah ahli asuransi yang akan merancang program asuransi, menegosiakannya perusahaan asuransi dan membantu Anda jika terjadi klaim.
Salah satu perusahaan broker asuransi yang berpengalaman di bidang pembangkit listrik adalah L&G Insurance Broker.
Untuk semua kebutuhan asuransi perusahaan Anda hubungi L&G sekarang juga!
—
Mencari Produk Asuransi? Hubungi Kami Sekarang Juga
HOTLINE L&G 24JAM: 0811-8507-773 (Call – Whatsapp – SMS)
website: lngrisk.co.id
E-mail: customer.support@lngrisk.co.id
—
Kenapa Broker Asuransi sering juga disebut sebagai Advocate asuransi?