Liga Asuransi – Tragedi kecelakaan pesawat terbang kembali terjadi. Pada tanggal 9 Januari 2020, sebuah pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya, dengan registrasi PK-CLC dan dengan nomor penerbangan SJ-182 yang sedang terbang dari Jakarta ke Pontianak dengan 56 penumpang dan 6 awak.
Setelah diizinkan untuk naik ke FL290 dan sedang mendaki sekitar 10.800 kaki MSL keluar dari Jakarta Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta dan terbang di atas Laut Jawa, ketika itu kontak radar dan radio hilang dengan pesawat pada pukul 14: 40L (07: 40Z).
Sebagai broker asuransi, kami turut prihatin dengan kecelakaan ini. Kami berharap semoga usaha penyelamatan pesawat dan korban jiwa dapat segera terselesaikan. Kecelakaan ini sudah pasti akan menyangkut masalah jaminan asuransi. Ada beberapa jenis asuransi yang terkait dengan kejadian ini, mulai asuransi rangka pesawat (hull insurance), asuransi penumpang pesawat terbang, asuransi pengiriman barang (cargo), asuransi tanggung jawab hukum aviasi (aviation liability insurance), kecelakaan diri (personal accident) dan lain-lain.
Untuk bagian pertama ini, kami ingin menuliskan beberapa fakta dan pendapat dari para ahli mengenai kejadian ini. Dengan harapan agar kita dapat memahami kecelakaan ini dari aspek manajemen risiko dan keselamatan. Pada tulisan berikut kami akan membahas mengenai aspek jaminan asuransi.
Tulisan ini kami sarikan dari beberapa sumber yang beredar di internet dan media lain.
Kecelakaan ini sudah menjadi sorotan internasional dengan mengatakan bahwa kejadian ini membuktikan bahwa tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia masih buruk.
Berikut beberapa fakta-fakta dan pendapat para ahli penerbangan:
- Menurut database Jaringan Keselamatan Penerbangan Internasional, sebelum kecelakaan ini , sudah ada 697 kematian di Indonesia selama dekade terakhir termasuk pesawat militer dan pribadi, menjadikan Indonesia sebagai pasar penerbangan paling mematikan di dunia – diatas Rusia, Iran, dan Pakistan.
- Jatuhnya penerbangan Sriwijaya yang dioperasikan oleh Boeing 737-500, menyusul hilangnya Lion Air 737 MAX pada Oktober 2018, yang menjadi dasar pandangan masyarakat internasional dalam melihat resiko penerbangan di Indonesia.
- Indonesia, sebuah negara kepulauan dengan ribuan pulau, sangat bergantung pada perjalanan udara dan masalah keselamatannya menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh maskapai yang relatif baru saat mereka mencoba untuk mengimbangi permintaan yang demikian tinggi untuk perjalanan udara sambil berjuang untuk memperbaiki standar penerbangan yang maksimal.
- Antara tahun 2007 hingga 2018, Uni Eropa bahkan pernah melarang maskapai penerbangan Indonesia untuk terbang ke Eropa menyusul serangkaian kecelakaan dan laporan pengawasan dan pemeliharaan yang memburuk. Amerika Serikat juga pernah menurunkan evaluasi keselamatan Indonesia ke Kategori 2, yang berarti sistem peraturannya tidak memadai, antara tahun 2007 dan 2016.
- Belakangan catatan kualitas keselamatan udara Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mendapatkan hasil evaluasi yang baik dari badan penerbangan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2018.
- “Kecelakaan hari Sabtu tidak ada hubungannya dengan MAX, tetapi Boeing sebaiknya mengawal Indonesia – yang memiliki catatan keselamatan udara yang kurang bagus untuk memulihkan kepercayaan pada industri penerbangannya,” kata Shukor Yusof, kepala konsul tan penerbangan yang berbasis di Malaysia, Enau. Analytics.
- Sehubungan dengan dugaan penyebab kecelakaan “Ada banyak pendapat tentang penurunan kecepatan pesawat,” kata Geoff Dell, pakar investigasi kecelakaan udara yang berbasis di Australia. “Ini adalah indikasi dari apa yang terjadi tetapi mengapa hal itu terjadi masih dalam banyak hal masih merupakan tebakan. Ada banyak cara untuk menyebabkan pesawat turun dengan kecepatan seperti itu.”
- Dia mengatakan penyelidik akan melihat faktor-faktor termasuk kegagalan mekanis, tindakan pilot, catatan perawatan, kondisi cuaca, dan apakah ada gangguan yang tidak sah dengan pesawat. Sebagian besar kecelakaan udara disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang perlu waktu berbulan-bulan untuk ditetapkan.
- “Catatan keamanannya beragam,” kata Greg Waldron, editor pelaksana Asia di publikasi industri FlightGlobal. Dia mengatakan maskapai telah menghapus empat 737 antara 2008 dan 2017 karena pendaratan yang buruk yang mengakibatkan runway overruns, termasuk satu pada 2008 yang menyebabkan satu kematian dan 14 cedera.
- Seperti operator Indonesia lainnya, Sriwijaya telah memangkas jadwal penerbangannya selama pandemi COVID-19, yang menurut para ahli akan diperiksa sebagai bagian dari penyelidikan.
- Tantangan yang dihadapi pandemi berdampak pada keselamatan penerbangan, kata Chappy Hakim, seorang analis penerbangan Indonesia dan mantan pejabat angkatan udara. “Misalnya, pilot / teknisi dikurangi, gaji tidak dibayar penuh, pesawat di-grounded.”
- Pesawat ini dulunya melayani Continental Airlines dan dikelola oleh GECAS
- Hanya satu kecelakaan pada Agustus 2008 yang mengakibatkan korban jiwa, dengan satu orang tewas dan 14 luka-luka. Pada kecelakaan ini sebuah pesawat Sriwijaya 737-200 (PK-CJG) mengalami overrun di landasan basah saat mendarat di Jambi. Satu-satunya kematian adalah seorang petani di tanah. Investigasi mengungkapkan bahwa pesawat mengalami kerusakan hidrolik, tetapi awak melakukan pendaratan tanpa mempertimbangkan konsekuensi teknis sepenuhnya, terutama untuk rem, spoiler, dan pembalik daya dorong pesawat.
- Kecelakaan pada Desember 2011 melibatkan 737-300 (PK-CKM) yang melewati landasan basah lainnya, kali ini di Yogyakarta. Pesawat mendarat dengan kecepatan tinggi, gagal berhenti di landasan pacu, dan bagian bawahnya runtuh saat berhenti di tanah lunak. Penyerbuan tersebut mengikuti pendekatan yang tidak stabil di mana tidak ada daftar periksa yang digunakan. Kelelahan pilot juga dianggap menjadi faktor penyebab kecelakaan ini.
- Setengah tahun kemudian, pada Juni 2012, sebuah pesawat Sriwijaya 737-400 (PK-CJV) kehilangan kendali arah tak lama setelah mendarat dalam hujan lebat di Pontianak. Pesawat berbelok ke tanah lunak, menyebabkan bagian bawah hidung runtuh. Pesawat juga mengalami kerusakan selama pemulihan.
- Pada Mei 2017, sebuah pesawat 737-300 (PK-CJC) membuat landasan pacu dibanjiri badai saat mendarat di Manokwari setelah mendapat layanan dari Sorong.
- Sebelum kecelakaan SJ182, usia rata-rata dari empat 737 yang hilang adalah 22,4 tahun, yang dapat berkontribusi pada keputusan untuk tidak memperbaiki pesawat agar dapat kembali beroperasi.
- Sriwijaya Group terdaftar memiliki 10 pesawat dalam pelayanan, semua 737s, dan 17 dalam penyimpanan. Ini juga memiliki pesanan untuk sepasang 737 Max 9s. Saudaranya, Nam Air, memiliki 11 737-500, enam di antaranya dalam layanan dan lima dalam penyimpanan, serta lima ATR 72-600, tiga di antaranya dalam layanan dan dua dalam penyimpanan.
- Setengah tahun kemudian, pada Juni 2012, sebuah pesawat Sriwijaya 737-400 (PK-CJV) kehilangan kendali arah tak lama setelah mendarat dalam hujan lebat di Pontianak. Pesawat berbelok ke tanah lunak, menyebabkan bagian bawah hidung runtuh. Pesawat juga mengalami kerusakan selama pemulihan.
- Pada Mei 2017, sebuah pesawat 737-300 (PK-CJC) membuat landasan pacu dibanjiri badai saat mendarat di Manokwari setelah mendapat layanan dari Sorong.
- Pada awal tahun 2020 laporan media Indonesia menunjukkan bahwa setengah dari armada Sriwijaya di-grounded karena kekurangan suku cadang.
- Terlepas dari masalah keamanan, maskapai ini memiliki waktu yang sangat berat di dunia industri penerbangan Indonesia yang dikenal kejam. Selama akhir 2010-an, maskapai ini menjadi korban perang harga antara dua maskapai penerbangan dominan Indonesia, Garuda Indonesia dan Lion Air. Seorang pengamat mengatakan bahwa “kurangnya skala” maskapai adalah kendala utama.
- Pada tahun 2018 Sriwijaya berada di ambang kehancuran, tetapi pada November 2018 telah dibuat kesepakatan dimana unit berbiaya rendah Garuda Citilink akan mengelola operasi dan keuangannya. Salah satu tujuan dari upaya tersebut adalah mencari cara untuk mengurangi utang Sriwijaya kepada Garuda. Kesepakatan ini berantakan pada akhir 2019, namun karena ketidaksepakatan tentang komposisi tim manajemen Sriwijaya.
- Beberapa bulan setelah kesepakatan Garuda gagal, sektor transportasi udara Indonesia dilanda pandemi virus corona.
Semoga fakta-fakta dan pendapat dari para ahli penerbangan dapat membantu dalam memahami penyebab terjadi musibah ini. Sudah barang itu, semua ini adalah analisa dan pendapat manusia, sebagai manusia yang beriman kita perlu menerima ini sebagai suatu takdir dari Allah yang maha kuasa yang tidak bisa dirubah. Kepada Sriwijaya Air dan keluarga dari para korban semoga diberi ketabahan dalam menghadapi cobaan.
Sebagai yang sudah kami sampaikan diatas, bahwa dipastikan ada unsur asuransi dari kejadian ini. Khusus untuk kecelakaan rangka kapal ( hul) kami yakin pihak asuransi terutama broker asuransi sudah mulai melakukan proses pengurusan klaim. Mereka sudah berbicara dengan pihak asuransi dan reasuransi untuk mempersiapkan penggantian klaim.
Tugas broker asuransi di dalam kejadian seperti ini sangat vital. Mereka yang akan mengumpulkan data, bekerjasama dengan loss adjuster serta berbicara dengan pihak reasuransi internasional untuk mempersiapkan dana klaim. Jika anda memerlukan informasi seputar asuransi pesawat terbang, silakan menghubungi L&G Insurance Broker, broker asuransi terkemuka di Indonesia.