Liga Asuransi – Sidang pembaca yang luar biasa, kembali kami bagikan kabar seputar industri asuransi yang perlu anda ketahui.
Bagi anda yang memutuskan untuk libur natal dan tahun baru, kembali kami ingatkan untuk selalu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan patuhi protokol kesehatan ketika bepergian.
Memasuki penghujung akhir tahun 2020, prospek bisnis asuransi masih dibayang-bayangi dengan penurunan, akankah industri ini akan tetap bertumbuh di tahun mendatang?
Dilansir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi industri asuransi komersial. Kendati demikian, bisnis asuransi bisa lebih baik di 2021.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A, OJK Ahmad Nasrullah mengatakan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada webinar Insurance Outlook 2021 bertajuk : ‘Prospek Pertumbuhan Ekonomi, Perbankan, Pasar Modal, dan Asuransi’ yang diselenggarakan Majalah Media Asuransi, Kamis 17 Desember 2020
Berdasarkan data OJK, industri asuransi berhasil menghimpun pertambahan premi sebesar Rp 26,6 triliun hingga Oktober 2020.
Rinciannya, asuransi jiwa senilai Rp 18,1 triliun serta asuransi umum dan reasuransi sebanyak Rp8,5 triliun.
“Kalau bicara ke depan, kami optimistis kita menyongsong 2021, kita berbicara dengan asosiasi, ekspektasi kita itu bisa mulai rebound. Terutama kalau kita menggunakan benchmarking pertumbuhan 2020,” ujar Ahmad Nasrullah.
Kendati demikian, dia mengingatkan risiko yang bisa terjadi di industri asuransi pada 2021. Hal ini terkait penjualan produk asuransi dengan tatap muka secara virtual.
Menurut dia, bila penjualan tidak dilakukan secara optimal bisa menimbulkan ledakan pengaduan.
“Tolong dikomunikasikan dengan teman-teman anggota (asosiasi) untuk lebih proper. Berdasarkan hasil evaluasi, kita akan diskusikan tahun depan untuk bisa (penjualan secara digital) diterapkan secara permanen,” tutur Ahmad Nasrullah.
Di tempat terpisah, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap perlambatan industri asuransi jiwa.
Perlambatan terjadi pada angka total pendapatan yang meliputi total pendapatan premi, hasil investasi dan klaim reasuransi.
Namun, AAJI menilai kondisi perlambatan itu tidak menurunkan semangat industri asuransi jiwa untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang menyeluruh bagi masyarakat Indonesia.
“Komitmen ini terbukti dengan meningkatnya total klaim dan manfaat yang dibayarkan, total jumlah tertanggung, total uang pertanggungan dan jumlah tenaga pemasar,” kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa masih terdapat banyak risiko yang dapat menghantui industri asuransi pada tahun depan. Risiko-risiko itu dapat berupa kendala tahun ini yang terus berkembang, atau justru masalah baru yang muncul dalam upaya pemulihan ekonomi.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menyoroti risiko penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked pada tahun depan.
Mengutip dari bisnis.com, Risiko itu bukan hanya ada di asuransi jiwa, melainkan juga asuransi umum karena adanya Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) yang secara eksplisit mengizinkan perusahaan asuransi kerugian menjual unit-linked.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Hastanto Sri Margi Widodo menilai bahwa risiko terbesar yang dikhawatirkan industri asuransi kerugian adalah deviasi pemburukan terhadap hasil perhitungan saat membangun produk.
Menurutnya, AAUI selalu menekankan para anggotanya agar mengelola liabilitas dengan baik. Dia menilai bahwa marwah industri asuransi adalah mengelola risiko atau liabilitas dengan aset yang ada, sehingga manajemen aset dan liabilitas itu menjadi kunci.
Artikel ini dipersembahkan oleh L&G Broker Asuransi – a Smart Broker Insurance