Liga Asuransi – Sidang pembaca yang luar biasa. Selama minggu ke 2 Februari 2021 industri perasuransi berjalan seperti biasa, masih belum terlihat pergerakan yang menjanjikan. Dampak wabah COVID-19 sepertinya masih begitu terasa sehingga belum ada pergerakan bisnis yang signifikan yang dapat mendongkrak industri perasuransian.
Berita yang berada selama minggu lalu masih seputar kekisruhan di industri perasuransian seperti asuransi Bumiputera 1912, ASABRI, Jiwasraya dan lain-lain yang belum menunjukkan akan seperti apa akhirnya.
Salah satu kasus baru yang mengapung adalah adanya dugaan kasus investasi di BPJS Ketenagakerjaan. Kejaksaan Agung telah melakukan penyelidikan. Beberapa pihak termasuk APINDO mencoba memberikan penjelasan tentang kasus ini.
Seperti biasa kami sudah pilihkan 3 berita yang kami ambil dari berita online untuk Anda. Semoga informasi ini bermanfaat. Jika anda tertarik dengan informasi ini silahkan dibagikan kepada rekan-rekan Anda agar mereka juga paham seperti Anda.
- OJK Sebut Masalah Bumiputera Pelik, Ketua SP NIBA: Pendekatannya Tak Sesuai
JAKARTA – SINDOnews. Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) NIBA AJB Bumiputera 1912 Rizky Yudha P. mengkritisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menggunakan pendekatan yang tepat dalam mengurusi AJB Bumiputera. Menurutnya, OJK tidak menggunakan pendekatan yang benar untuk Bumiputera, yaitu usaha bersama atau mutual. ( Baca juga:OJK Akui Masalah AJB Bumiputera Sangat Pelik )
“Jadi menurut Ketua DK OJK Wimboh Santoso masalah Bumiputera pelik. Itu karena tidak digunakan pendekatan yang sesuai dengan mutual selama ini,” kata Rizky saat dihubungi MNC Portal Indonesia hari ini (10/2) di Jakarta.
Dia mengatakan, di luar negeri perusahaan usaha bersama atau mutual banyak yang bisa dijadikan contoh karena dapat tumbuh berkembang dan dinamis. Berdasarkan data International Cooperative and Mutual Insurance Federation (ICMIF), ada 5.100 perusahaan asuransi yang berbentuk mutual, sementara untuk koperasi ada di 77 negara. Usaha ini tersebar di kawasan Eropa sebanyak 2.870 perusahaan, di Amerika Utara sebanyak 1.900 perusahaan, sisanya tersebar di Asia, Oceania dan Afrika.
“Ini sudah pernah kami sampaikan ke OJK, DPR Komisi XI & DPD Komite II. Intinya Bumiputera sudah dinilai dengan alat ukur yang salah karena diukur sebagai perseroan (PT). Seharusnya Mutual. Padahal contoh alat ukurnya banyak diluar sana,” jelasnya.
Dia melanjutkan keberhasilan perusahaan asuransi sebagai mutual di berbagai negara tersebut didukung aturan main undang-undang yang tepat. Contohnya di Selandia Baru dengan Insurance (Prudential Supervision) Act 2010 dan Farmers’ Mutual Group Act 2007 Number 1 Private Act.
Kanada memiliki Mutual Insurance Companies Act Chapter 306 of Revised Statutes 1989 dan Mutual Fire Insurance Companies Act 1960-Chapter 262. Di Inggris dan Skotlandia (United Kingdom) memiliki Friendly Societies Act 1992. Berikutnya di Perancis diatur dalam Code de la Mutualié.
“Dengan demikian, maka terlihat dengan jelas bahwa untuk mendukung asuransi usaha bersama perlu diatur dengan undang-undang,” katanya.
Hal ini semakin dipertegas pada Januari 2021 ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan DPR menyelesaikan UU tentang Asuransi Usaha Bersama untuk memayungi AJB Bumiputera 1912. Sebab, pengaturan sejenis yang diatur lewat peraturan pemerintah (PP) adalah inkonstitusional.
Keputusan MK memerintahkan DPR dan Presiden untuk menyelesaikan Undang-Undang tentang Asuransi Usaha Bersama dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan.
Sebelumnya, Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengatakan kasus yang sedang terjadi di AJB Bumiputera merupakan masalah pelik. Sementara posisi OJK menurutnya hanya sebatas mediator antara pemegang polis dan pihak manajemen.
“Keunikan Bumiputera karena satu-satunya asuransi mutual di Indonesia, bahkan di seluruh dunia pun sudah tidak banyak jumlahnya,” kata Wimboh beberapa waktu lalu.
- Penetrasi asuransi bencana alam terhalang lemahnya daya beli masyarakat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Memasuki 2021, Indonesia menghadapi berbagai bencana alam mulai dari banjir, tanah longsor, hingga gempa bumi. Kendati demikian, penetrasi asuransi bencana alam masih terbilang rendah.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Hastanto S M Widodo menyatakan sebenarnya kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi bencana alam sudah membaik. Namun dia menyebut dalam satu tahun terakhir peningkatan penetrasinya hanya 0,5%.
“Sangat kecil, karena consumer confident level konsumsi saat ini rendah. Peningkatan penetrasinya 0,5%,” ujar Widodo secara virtual.
Lanjut Widodo, saat ini merupakan saat yang tepat dalam melakukan penetrasi asuransi bencana yang merupakan perluasan pada produk properti dan kendaraan bermotor. Namun dia mewanti-wanti agar para pelaku asuransi segera melakukan kewajiban membayar klaim ketika ada bencana alam terjadi.
Direktur PT Reasuransi Maipark Indonesia Heddy Agus Pritasa menilai, kapasitas perusahaan reasuransi dan asuransi umum dalam memberikan perlindungan bencana alam cukup memadai. “Secara umum kami rasa kecukupan solvensinya, cukup mampu menanggung asuransi bencana. Kami juga lakukan konsep manajemen risiko yang baik, dengan dukungan reasuransi dalam dan luar negeri terkait ini,” tambah dia.
Lebih lanjut, berdasarkan kajian singkat Maipark terkait eksposur risiko terhadap gempa bumi, maka potensi asuransi bencana alam masih terbuka. Heddy menilai masih ada peluang untuk meningkatkan dari sisi risiko gempa bumi di Indonesia.
“Contohnya dari data kami dari gempa yang terjadi belakangan ini di Majene dan Mamuju itu ada sekitar Rp 825 miliar potensi risiko terdampak, dengan potensi kerugian hampir Rp 90 miliar. Ini akan meningkat terus seiring dengan data yang masuk ke kami,” jelas Heddy.
Heddy menyebut, sebenarnya masyarakat Indonesia sudah menyadari arti penting memiliki asuransi bencana alam sejak gempa Sumatera Barat pada kuartal ketiga 2018. Bahkan lebih lanjut, pemerintah juga mulai mengasuransikan aset-aset milik negara.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan 68 kementerian atau lembaga bisa mengikuti program asuransi barang milik negara (BMN) pada tahun ini. Jumlah itu bertambah dibandingkan tahun lalu yang hanya melibatkan 13 lembaga.
- Apindo : Investasi BP Jamsostek Dilakukan Secara Profesional
Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menilai investasi BP Jamsostek masih terkendali, karena menempatkan dananya di saham milik perusahaan yang memiliki fundamental kuat.
Haryadi B. Sukamdani, Ketua Umum Apindo, mengatakan bahwa pihaknya telah bertemu BP Jamsostek dan mendapatkan klarifikasi langsung terkait beragam isu, termasuk kasus hukum yang sedang berproses.
“Kami di Apindo meminta kepada BP Jamsostek untuk mengikuti proses hukum yang berjalan dalam kasus ini,” ujarnya di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Dalam kesempatan itu, Hariyadi juga berharap Kejaksaaan Agung (Kejagung) bekerja secara profesional, objektif dan tanpa intervensi dari pihak manapun dalam menyelesaikan penyidikan kasus ini.
Dia menjelaskan, BP Jamsostek telah memberikan klarifikasi terkait unrealized loss atau penurunan nilai investasi yang terjadi pada periode Agustus—September 2020 yang menyentuh Rp43 triliun. Akan tetapi, perbaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pengelolaan investasi yang baik, BP Jamsostek mampu menekan unrealized loss itu menjadi Rp 14 triliun.
“Kami memahami betul bahwa unrealized loss yang terjadi tersebut bukan kerugian, karena kualitas aset investasi yang dimiliki BP Jamsostek merupakan kategori LQ45 atau saham yang memiliki fundamental baik,” katanya.
Seperti diketahui, pengelolaan investasi BP Jamsostek disebar dalam sejumlah instrumen. Sebanyak 64% ditempatkan di surat utang, 17% di saham, 10% di deposito, 8% di reksadana, dan 1% investasi langsung. Artinya, sekitar 74% investasi ditempatkan di instrumen fixed income, dan 25% ada di pasar modal, melalui saham dan reksadana.
Hariyadi melanjutkan, berdasarkan pengalaman ketika menjadi Komisaris dan Anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek, perusahaan sangat rigid dalam pengelolaan dana investasi, baik dari regulasi eksternal maupun internal.
Menurutnya, Apindo sangat mengapresiasi langkah manajemen BP Jamsostek dalam pengelolaan dana investasi yang baik, termasuk saat melakukan efisiensi biaya transaksi dengan mitra investasi.
Apindo, katanya, melihat pengelolaan investasi BP Jamsostek dilakukan dengan profesional sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tidak tepat apabila disamakan dengan kasus yang terjadi di Jiwasraya ataupun ASABRI.
“Kami meyakini pengelolaan dana pekerja yang dilakukan oleh BP Jamsostek selama ini dilakukan sesuai prosedur yang baik dan aman. Kami berharap masyarakat tidak terpengaruh pada isu negatif yang muncul terkait dengan penyidikan ini,” katanya.
Tidak hanya menarik perhatian para pengusaha, sejumlah serikat pekerja pun ikut menyoroti kasus yang melibatkan BP Jamsostek tersebut.
Presiden Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Syaiful Bahri Anshori mengatakan bahwa pihaknya ikut melakukan pendalaman terhadap persoalan BP Jamsostek dan tidak menemukan unsur korupsi.
Dia pun mewanti-wanti agar tidak ada pendekatan unsur politik dan lain sebagainya dalam penanganan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap BP Jamsostek. “Kalau ada pihak yang menemukan unsur pidananya, silakan penegak hukum yang bergerak. Tidak usah melalui pendekatan politik atau lain sebagainya,” ujarnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengaku kaget dengan adanya penggeledahan yang dilakukan Kejagung di Kantor BP Jamsostek. Pasalnya, menurut Ristadi, tidak pernah ada pekerja atau buruh yang mengeluh atau melaporkan klaimnya bermasalah.
Ristadi meminta BP Jamsostek agar tetap menjaga performa layanan yang prima kepada seluruh peserta, dan tetap mengedepankan kepentingan peserta serta memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan.
“Berdasarkan data dan keterangan yang kami dapatkan langsung dari manajemen BP Jamsostek tentang kondisi keamanan dana, likuiditas dan kemampuan bayar klaim serta kewajiban yang lain, pengelolaan dana BP Jamsostek berada dalam kategori aman dan terkelola dengan baik,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BP Jamsostek Agus Susanto membeberkan fakta terkait pengelolaan dana pekerja yang dihimpun BP Jamsostek dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (9/2/21). Dengan tegas Agus mengatakan, dana milik pekerja yang ada di BP Jamsostek aman dan ada.
“Dana pekerja aman, dana pekerja ada. saya tegaskan sekali lagi, dana pekerja di BP Jamsostek aman,” bebernya saat memberikan pemaparan.
Tak hanya itu, Agus juga menegaskan bahwa BP Jamsostek tidak pernah mengalami kerugian ataupun membukukan kerugian.
Dia juga mengatakan, lembaga yang dipimpinnya tidak pernah mengalami kesulitan likuiditas, karena posisi likuiditas BP Jamsostek saat ini sangat kuat. Oleh karena itu, BP Jamsostek selalu dan akan terus mampu untuk membayar klaim dari pekerja.
“Saya kira hal ini tak perlu dirisaukan dan diragukan, bahwa semua klaim yang diajukan ke BP Jamsostek dipastikan bisa dibayar,” ujarnya.
Pengelolaan dana yang dilakukan BP Jamsostek, sambung Agus, selalu mengacu kepada instrumen dan batasan investasi yang ditetapkan dalam peraturan, diantaranya PP 99 tahun 2013, dan PP 55 tahun 2015.
Strategi investasi dan pengelolaan dana BP Jamsostek diakui Agus selalu mengutamakan aspek kepatuhan dan kehati-hatian dengan menerapkan tata kelola yang baik. Sebab itu, BP Jamsostek selalu diawasi oleh lembaga-lembaga independen, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DJSN, kantor akuntan publik, OJK, serta didampingi langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Informasi ini dipersembahkan oleh L&G Insurance Broker. A smart Insurance Broker.