Selamat datang di Liga Asuransi, tempat terpercaya untuk mendapatkan informasi terkini dan mendalam seputar manajemen risiko dan dunia asuransi. Kami hadir untuk membantu Anda—baik pelaku bisnis, profesional HR, maupun individu yang peduli akan perlindungan diri dan aset—dalam memahami strategi mitigasi risiko secara cerdas dan berkelanjutan.
Salah satu topik yang semakin krusial saat ini adalah Asuransi Kesehatan Karyawan. Di tengah dinamika regulasi dan tantangan tenaga kerja modern, asuransi kesehatan bukan lagi sekadar fasilitas, melainkan investasi strategis untuk menjaga produktivitas, loyalitas, dan keberlanjutan bisnis.
Melalui artikel-artikel kami, termasuk ulasan mendalam tentang skema co-payment dalam asuransi karyawan, Anda akan menemukan wawasan praktis dan relevan yang dapat langsung diterapkan dalam kebijakan perusahaan maupun keputusan pribadi. Kami percaya, perlindungan yang tepat dimulai dari informasi yang akurat.
Mari jelajahi konten kami, dan tingkatkan pemahaman Anda bersama Liga Asuransi — partner Anda dalam dunia manajemen risiko dan asuransi kesehatan karyawan.
Di tengah meningkatnya kesadaran perusahaan akan pentingnya kesejahteraan karyawan, asuransi kesehatan telah menjadi salah satu fasilitas paling krusial dalam paket kompensasi modern. Bagi banyak tenaga kerja, asuransi kesehatan karyawan bukan sekadar pelengkap, melainkan simbol nyata kepedulian perusahaan terhadap kesehatan individu dan keluarganya.
Namun, memasuki tahun 2025, dunia asuransi kesehatan karyawan di Indonesia mengalami perubahan penting. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 yang mengatur wajibnya skema co-payment—yakni pembagian biaya pengobatan antara peserta dan penyedia asuransi. Aturan ini menjadi perhatian utama, terutama bagi departemen Human Resources (HR) yang memegang tanggung jawab dalam pengelolaan program asuransi karyawan.
Menariknya, skema co-payment sebenarnya bukan hal baru di dunia. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan sebagian besar negara Eropa telah lama menerapkannya sebagai langkah untuk mendorong penggunaan layanan kesehatan yang lebih bijak. Di Indonesia, penerapan sistem ini menjadi tonggak penting untuk menyeimbangkan manfaat jangka panjang dengan keberlanjutan finansial perusahaan.
Lalu, apa sebenarnya co-payment itu? Apakah skema ini akan membebani karyawan? Bagaimana HR seharusnya menyikapi perubahan ini dengan strategi yang cerdas?
Artikel ini akan mengulas secara mendalam definisi, mekanisme, dampak, hingga solusi strategis penerapan co-payment dalam asuransi kesehatan karyawan, khususnya dari sudut pandang HR.
Apa Itu Co-Payment dalam Asuransi Kesehatan?
Co-payment adalah skema pembagian biaya dalam pelayanan asuransi kesehatan, di mana peserta (dalam hal ini, karyawan) membayar sebagian dari total biaya pengobatan, sementara sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Konsep ini sebenarnya sudah umum diterapkan di berbagai negara maju, dan kini mulai diadopsi secara lebih luas di Indonesia, terutama setelah terbitnya peraturan OJK terbaru.
Contoh sederhana:
Misalnya, seorang karyawan menjalani perawatan rawat jalan dengan total tagihan sebesar Rp1.000.000. Jika polis asuransi menetapkan skema co-payment 20%, maka:
- Karyawan membayar Rp200.000
- Asuransi menanggung Rp800.000
Jadi, co-payment bukan berarti asuransi tidak membayar, tapi karyawan ikut berpartisipasi sebagian sebagai bentuk tanggung jawab bersama.
Apa bedanya dengan sistem full coverage?
Pada sistem full coverage, seluruh biaya ditanggung penuh oleh asuransi (atau perusahaan), tanpa kontribusi dari karyawan. Sistem ini memang nyaman bagi peserta, tapi dalam jangka panjang berpotensi memicu penyalahgunaan manfaat (overutilization), seperti pergi ke dokter tanpa alasan mendesak hanya karena “gratis”.
Tujuan utama diterapkannya co-payment:
- Mengurangi moral hazard, yaitu perilaku tidak bertanggung jawab dalam menggunakan layanan kesehatan
- Mendorong karyawan lebih bijak dan selektif dalam menggunakan manfaat asuransi
- Menstabilkan beban klaim asuransi, agar perusahaan tetap bisa memberikan benefit dalam jangka panjang
Dengan kata lain, co-payment adalah bentuk sistem yang mendorong kesadaran dan tanggung jawab bersama antara karyawan, perusahaan, dan penyedia asuransi. Tapi bagaimana aturan ini diwajibkan secara hukum? Mari kita bahas di bagian selanjutnya.
Aturan Baru OJK 2025 tentang Co-Payment
Pada tahun 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025, yang mewajibkan produk asuransi kesehatan untuk menerapkan skema co-payment. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat sistem perlindungan kesehatan dan menjaga keberlanjutan asuransi kesehatan di Indonesia.
Apa yang diatur dalam SEOJK No. 7/2025?
Surat Edaran ini mengharuskan seluruh perusahaan asuransi kesehatan untuk menanggung sebagian besar biaya medis, namun dengan pembagian biaya yang lebih transparan dan terkontrol. Dalam skema co-payment, karyawan atau peserta asuransi diwajibkan untuk membayar sejumlah persentase tertentu dari total biaya yang dikeluarkan saat menerima layanan medis, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.
Beberapa poin penting dari peraturan ini antara lain:
- Kewajiban penerapan skema co-payment oleh perusahaan asuransi untuk mengurangi biaya klaim yang berlebihan.
- Batasan nilai co-payment, yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan asuransi, biasanya berkisar antara 10%-30% dari biaya medis.
- Penerapan yang berlaku bagi karyawan di semua level perusahaan, sehingga asuransi kesehatan menjadi lebih merata dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dampak Langsung bagi Karyawan dan Perusahaan
Bagi karyawan, peraturan ini berarti mereka harus siap menanggung sebagian biaya pengobatan, meskipun asuransi masih menanggung bagian terbesar. Di sisi lain, perusahaan asuransi harus menyediakan solusi yang lebih efisien untuk mengelola dan menyusun skema co-payment yang tepat.
Bagi perusahaan yang menyediakan manfaat asuransi bagi karyawan, HR perlu menyiapkan strategi komunikasi yang efektif agar karyawan memahami sistem baru ini. Pemahaman yang jelas tentang co-payment akan menghindari kebingungannya saat harus membayar biaya kesehatan.
Bagaimana Cara Kerja Skema Co-Payment di Lapangan?
Meskipun secara konsep terdengar sederhana, implementasi co-payment di lapangan melibatkan beberapa tahapan dan pemahaman detail, baik dari pihak karyawan maupun HR. Ketika seseorang memanfaatkan asuransi kesehatan karyawan, ada dua hal utama yang menentukan: jenis fasilitas kesehatan yang dikunjungi dan mekanisme klaim yang digunakan.
- Mengakses Layanan Kesehatan
Karyawan bisa memilih berobat ke:
- Fasilitas panel (klinik/RS yang sudah bekerja sama langsung dengan pihak asuransi)
- Fasilitas non-panel (klinik/RS umum di luar jaringan rekanan)
- Sistem Pembayaran di Fasilitas Panel
Jika berobat di panel, sistem biasanya cashless, cukup menunjukkan kartu asuransi. Tapi, dengan skema co-payment:
- Karyawan tetap harus membayar sebagian biaya saat itu juga, sesuai persentase yang berlaku.
- Misal: Biaya rawat jalan Rp500.000 → Co-payment 20% → Karyawan bayar Rp100.000 langsung di tempat, sisanya ditanggung asuransi.
- Sistem Reimbursement di Fasilitas Non-Panel
Jika berobat di luar jaringan:
- Karyawan bayar semua biaya terlebih dahulu
- Kemudian mengajukan klaim reimbursement
- Asuransi hanya mengganti sejumlah nilai yang telah dikurangi co-payment, sesuai plafon manfaat
Misal: Biaya rawat inap Rp8.000.000, co-payment 10% → Karyawan dibayar kembali Rp7.200.000
- Contoh Kasus Tambahan
Seorang karyawan melakukan operasi kecil (misalnya pengangkatan kista) dengan total biaya Rp12 juta. Dengan skema co-payment 15%, karyawan menanggung Rp1.800.000, sisanya ditanggung oleh asuransi. Biaya tersebut bisa dibayar langsung di fasilitas panel atau diklaim kembali jika melalui non-panel.
Skema ini juga berlaku pada benefit tambahan seperti asuransi gigi dan optik, meskipun seringkali dengan batasan maksimal dan persentase co-payment yang berbeda.
Dengan memahami alur kerja ini, HR bisa menyusun panduan penggunaan manfaat yang lebih mudah dipahami dan mencegah kebingungan di lapangan.
Keuntungan dan Kekurangan Co-Payment
Penerapan co-payment dalam asuransi kesehatan karyawan bukan hanya keputusan administratif, tetapi strategi kebijakan jangka panjang. Sistem ini memiliki sisi positif dalam hal efisiensi, namun juga mengandung risiko apabila tidak dikomunikasikan dan dikelola dengan baik. Berikut adalah keuntungan dan kekurangannya dari berbagai sudut pandang:
✅ Keuntungan Co-Payment
- Mencegah Penyalahgunaan (Moral Hazard)
Dengan adanya kontribusi biaya, karyawan cenderung lebih selektif dalam menggunakan layanan medis. Hal ini dapat mencegah penggunaan layanan secara berlebihan hanya karena “gratis.” - Menjaga Stabilitas Dana Asuransi
Co-payment membantu perusahaan dan penyedia asuransi menjaga rasio klaim tetap sehat. Ini penting agar program manfaat tetap berkelanjutan dan premi tidak melonjak drastis tiap tahun. - Mendorong Kesadaran dan Tanggung Jawab Bersama
Skema ini menumbuhkan pemahaman bahwa layanan kesehatan adalah hak sekaligus tanggung jawab, sehingga semua pihak terdorong untuk bijak dalam pemanfaatannya. - Disukai oleh Perusahaan Asuransi
Dari sisi asuransi, co-payment memudahkan pengelolaan risiko klaim dan memungkinkan mereka menawarkan premi yang lebih kompetitif untuk perusahaan klien.
❌ Kekurangan Co-Payment
- Beban Finansial Tambahan untuk Karyawan
Terutama bagi karyawan dengan penghasilan menengah ke bawah atau yang memiliki tanggungan keluarga, co-payment bisa menjadi beban baru yang cukup terasa. - Turunnya Kepuasan Terhadap Benefit
Karyawan yang terbiasa dengan skema full coverage mungkin menganggap co-payment sebagai “pemotongan hak,” jika tidak dijelaskan secara terbuka. - Potensi Menunda Pengobatan
Dalam beberapa kasus, karyawan mungkin menunda berobat karena harus menanggung biaya, yang justru dapat memperparah kondisi dan meningkatkan biaya pengobatan jangka panjang. - Butuh Mekanisme Kontrol Tambahan
Diperlukan batasan maksimal co-payment per tahun atau plafon pembayaran agar tidak membebani karyawan secara tidak proporsional, terutama untuk kasus penyakit berat atau berulang.
Dampak Penerapan Co-Payment bagi HR & Divisi SDM
Bagi divisi Human Resources (HR), penerapan skema co-payment bukan sekadar perubahan teknis, tetapi juga menyangkut pengelolaan ekspektasi karyawan, komunikasi kebijakan, dan strategi retensi talenta. Ketika skema ini mulai berlaku, HR menjadi garda terdepan dalam memastikan transisi berjalan lancar dan tidak mempengaruhi produktivitas atau kepuasan kerja.
- Penyesuaian Kebijakan Benefit
HR perlu memperbarui dokumen kebijakan manfaat karyawan, termasuk:
- Buku panduan employee benefit
- SOP reimburse dan co-payment
- Materi onboarding untuk karyawan baru
Kebijakan lama yang berbunyi “biaya berobat ditanggung 100%” harus diperbarui agar mencerminkan skema baru yang lebih realistis.
- Edukasi Internal dan Komunikasi Transparan
Co-payment berpotensi menimbulkan resistensi jika tidak dijelaskan dengan baik. HR harus:
- Mengadakan sesi sosialisasi atau townhall
- Menyediakan FAQ dan panduan tertulis
- Membuka saluran tanya-jawab (misalnya melalui HRBP atau platform internal)
Transparansi sangat penting untuk menjaga kepercayaan karyawan terhadap perusahaan.
- Pemilihan Mitra Asuransi yang Adaptif
HR juga perlu lebih selektif dalam memilih provider asuransi. Mitra yang responsif dan memiliki sistem klaim yang user-friendly akan sangat membantu dalam penerapan co-payment tanpa menimbulkan frustasi bagi karyawan.
- Monitoring dan Feedback Berkala
Setelah co-payment diberlakukan, HR disarankan untuk:
- Memantau data pemakaian manfaat asuransi
- Mencatat keluhan atau hambatan dari karyawan
- Melakukan evaluasi tahunan dan negosiasi ulang dengan pihak asuransi jika diperlukan
Strategi HR dalam Menghadapi Aturan Baru Ini
Menerapkan co-payment dalam asuransi kesehatan karyawan bukan sekadar mengikuti regulasi, tetapi juga menyangkut pengelolaan komunikasi, ekspektasi, dan retensi karyawan. HR memiliki peran strategis untuk memastikan bahwa perubahan ini tidak menimbulkan resistensi atau penurunan kepuasan kerja. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan secara praktis:
- Sosialisasi dan Komunikasi yang Proaktif
Perubahan dalam sistem manfaat harus disampaikan secara bertahap dan jelas. Gunakan pendekatan:
- Infografis visual (alur penggunaan asuransi + co-payment)
- Sesi tanya jawab terbuka (town hall atau melalui HRBP)
- Panduan tertulis berbasis contoh (FAQ, simulasi biaya, dsb)
Tujuannya adalah membangun pemahaman, bukan hanya mengumumkan perubahan.
- Bermitra dengan Broker atau Konsultan Asuransi
HR bisa menggandeng pihak profesional seperti broker asuransi untuk:
- Menyusun desain paket manfaat yang optimal
- Memberi pelatihan atau workshop kepada karyawan
- Menjadi perantara dalam negosiasi dengan pihak asuransi
Dengan dukungan pihak ketiga yang netral, penyesuaian ini bisa berjalan lebih objektif dan transparan.
- Analisis Data dan Segmentasi Karyawan
Jangan terapkan skema yang seragam untuk semua. Gunakan data internal untuk menyusun skema yang relevan berdasarkan:
- Usia dan status pernikahan
- Riwayat penggunaan asuransi
- Jenis pekerjaan (operasional vs administratif)
- Review & Audit Tahunan
Evaluasi penggunaan manfaat dan efektivitas co-payment secara berkala. Gunakan dashboard HRIS untuk memantau:
- Tren klaim
- Kinerja provider
- Umpan balik karyawan
Audit rutin membantu HR menyusun strategi jangka panjang yang berkelanjutan dan tetap kompetitif dalam menarik talenta.
Butuh Bantuan Menyusun Skema Co-Payment yang Efektif?
Transisi ke sistem co-payment bisa terasa rumit, terutama bagi HR yang harus mengelola harapan karyawan sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Di sinilah peran L&G Insurance Broker menjadi sangat penting. Sebagai broker asuransi berpengalaman, L&G membantu perusahaan menyusun paket asuransi kesehatan karyawan yang komprehensif, efisien, dan sesuai regulasi OJK terbaru.
Dengan dukungan tim ahli dan jaringan luas provider asuransi terpercaya, L&G siap mendampingi HR dari proses analisis kebutuhan, perancangan manfaat, hingga edukasi karyawan. Jadikan proses ini lebih ringan dan profesional bersama L&G.
Penerapan skema co-payment dalam asuransi kesehatan karyawan bukan hanya soal membagi beban biaya, tetapi mencerminkan evolusi sistem manfaat menuju transparansi, efisiensi, dan tanggung jawab bersama. Dalam konteks regulasi terbaru OJK, langkah ini menjadi penting untuk menciptakan sistem perlindungan kesehatan yang lebih tahan terhadap lonjakan klaim dan perubahan ekonomi.
Bagi HR, tantangan utamanya adalah bagaimana menjembatani antara kebijakan baru dan ekspektasi karyawan yang terbentuk dari sistem lama. Di sinilah kemampuan HR sebagai komunikator, edukator, dan perancang kebijakan diuji. HR masa kini bukan lagi sekadar pengelola administratif, melainkan penjaga kesejahteraan organisasi.
Dengan strategi komunikasi yang tepat, transparansi data, dan dukungan mitra asuransi yang profesional, co-payment bisa diintegrasikan sebagai bagian dari sistem yang sehat dan adil, tanpa mengorbankan kepuasan karyawan.
🔎 Ingin mendesain ulang sistem asuransi karyawan Anda agar sesuai aturan terbaru?
📞 Hubungi L&G Insurance Broker di 0811-8507-773 — partner terpercaya untuk solusi manajemen risiko dan manfaat karyawan yang modern, fleksibel, dan patuh regulasi.