Industri asuransi Indonesia tengah berada di titik krusial perubahan. Regulasi baru dari OJK, konsolidasi besar-besaran BUMN asuransi, hingga dinamika global seperti konflik perdagangan internasional menciptakan tantangan sekaligus peluang bagi seluruh pelaku industri. Dari kasus hukum hingga inovasi digital, dari kebijakan wajib Dewan Medis hingga kisah inspiratif pelaku UMKM yang selamat berkat perlindungan asuransi — semua menggambarkan betapa luas dan dinamisnya wajah industri asuransi nasional saat ini. Berikut rangkuman 7 berita asuransi terupdate dan terlengkap di Indonesia yang wajib Anda simak untuk memahami arah dan masa depan sektor ini.
Skandal Asuransi Rp2,2 Miliar Terbongkar! Empat Pejabat PT Persero Batam Resmi Jadi Tersangka
Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam resmi menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penutupan asuransi aset PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam (PT Persero Batam) yang melibatkan PT Berdikari Insurance Cabang Batam selama periode 2012–2021.
Akibat praktik curang ini, negara ditaksir merugi hingga Rp2,2 miliar.
“Berdasarkan hasil penyidikan dan alat bukti yang kami peroleh, telah ditetapkan empat orang sebagai tersangka,” ungkap Kepala Kejari Batam, I Wayan Wiradarma, Kamis (16/10/2025).
Empat tersangka tersebut masing-masing berinisial HO (GM Akuntansi dan Keuangan 2013–2020), TA (Plt. Direktur Utama 2015–2018), DU (Direktur Utama 2018–2020), dan BU (Fungsional Asuransi 2001–2013).
Sebelum penetapan ini, penyidik telah memeriksa 15 saksi dan dua orang ahli untuk mengumpulkan bukti yang menguatkan adanya tindak pidana korupsi.
“Penyidik memiliki empat alat bukti sah berupa keterangan saksi, ahli, surat, serta petunjuk yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan keuangan negara,” jelas Wayan.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang ditangani Kejati Kepri, dengan terpidana Sulfika dan terdakwa Alwi M. Kubat. Dari sidang kasus tersebut, muncul fakta baru yang mengarah pada keterlibatan sejumlah pihak lain.
Selama hampir satu dekade, proses penutupan asuransi aset PT Persero Batam ternyata dilakukan tanpa mekanisme lelang atau penunjukan langsung yang sah, melainkan langsung menunjuk PT Berdikari Insurance Cabang Batam dengan alasan “sinergi antar-BUMN”.
“Penentuan nilai pertanggungan pun hanya mengacu pada harga pasar daring tanpa melibatkan appraisal independen atau pengecekan kondisi aset di lapangan,” tutur Wayan.
Lebih jauh, penyidik menemukan bahwa besaran premi juga ditentukan sepihak oleh PT Berdikari Insurance dan disetujui begitu saja oleh direksi tanpa negosiasi.
Temuan lain yang cukup mengejutkan adalah adanya potongan biaya akuisisi atau komisi sekitar 15% dari nilai premi, yang diduga digunakan untuk biaya operasional, marketing, hingga kegiatan hiburan seperti jamuan makan dan bermain golf.
“Dana premi juga dibayarkan tanpa dokumen resmi seperti Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA),” ungkap Wayan.
Selama periode 2012–2021, total pembayaran premi asuransi aset PT Persero Batam kepada PT Berdikari Insurance mencapai Rp7,12 miliar, sementara hasil audit BPKP mencatat kerugian negara sebesar Rp2,22 miliar.
“Berdasarkan audit BPKP, total kerugian negara mencapai Rp2.223.944.132,” tegas Wayan.
Untuk kepentingan penyidikan, tiga dari empat tersangka telah resmi ditahan, yakni HO, BU, dan DU. Sementara tersangka TA belum memenuhi panggilan penyidik dengan alasan kegiatan lain.
“Kami sudah mengirim surat panggilan ulang kepada TA untuk hadir pada Selasa (20/10/2025). Jika tetap mangkir tanpa alasan yang sah, kami akan menetapkannya sebagai **DPO (Daftar Pencarian Orang),” pungkasnya.
Cuma Tersisa Tiga! Begini Kondisi Terkini BUMN Asuransi, dari Jasa Raharja Untung Besar hingga IFG Life Merugi!
Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) tengah menyiapkan langkah besar dalam melakukan konsolidasi sektor asuransi milik negara. Rencananya, jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asuransi akan dipangkas dan hanya menyisakan tiga perusahaan saja di masa depan.
Langkah efisiensi ini diambil seiring upaya pemerintah memperkuat struktur keuangan dan daya saing industri asuransi nasional. Menariknya, jika menilik laporan keuangan terbaru, kinerja ketiga BUMN asuransi ini menunjukkan hasil yang beragam ada yang mencetak lonjakan laba, ada pula yang masih tertekan kerugian.
Berikut rangkuman kinerja Jasa Raharja, Jasindo, dan IFG Life hingga kuartal III tahun 2025:
- PT Jasa Raharja – Laba Melejit, Solvabilitas Makin Perkasa
PT Jasa Raharja berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang sangat positif hingga September 2025. Laba bersih setelah pajak melonjak tajam menjadi Rp 1,20 triliun, naik signifikan dari Rp 871,31 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan ini terutama ditopang oleh lonjakan pendapatan premi yang mencapai Rp 4,07 triliun, naik dari Rp 3,47 triliun di September 2024. Sementara premi neto juga meningkat menjadi Rp 3,97 triliun dari sebelumnya Rp 3,35 triliun.
Pendapatan underwriting tercatat tumbuh kuat menjadi Rp 3,78 triliun, dengan beban underwriting justru menurun sedikit menjadi Rp 2,67 triliun. Dari sisi keuangan, total aset Jasa Raharja naik ke angka Rp 17,08 triliun, sementara utang tercatat stabil di Rp 993,43 miliar.
Menariknya, rasio solvabilitas (RBC) Jasa Raharja mencapai 828,12%, menunjukkan posisi keuangan yang sangat sehat dan jauh di atas batas minimum yang ditetapkan regulator.
- PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) – Laba Naik 5 Kali Lipat, Klaim Turun Tajam
Setelah sempat menghadapi tekanan di tahun sebelumnya, Jasindo berhasil bangkit dengan membukukan laba bersih Rp 117,04 miliar hingga Agustus 2025 melonjak hampir enam kali lipat dari Rp 20,22 miliar di Agustus 2024.
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan premi bruto menjadi Rp 2,71 triliun, serta premi neto sebesar Rp 1,43 triliun. Di sisi lain, klaim neto turun cukup signifikan menjadi Rp 792,96 miliar dari sebelumnya Rp 823,54 miliar, yang berkontribusi langsung terhadap peningkatan profit.
Jasindo juga berhasil menekan beban underwriting menjadi Rp 815,91 miliar, serta memangkas utang menjadi Rp 2,88 triliun dari Rp 3,03 triliun. Hingga Agustus 2025, aset perusahaan mencapai Rp 15,08 triliun, dengan rasio solvabilitas 162,58%, menandakan kondisi yang cukup solid.
- PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) – Kembali Merugi, Klaim Meningkat Drastis
Berbeda dengan dua rekannya, IFG Life justru mencatatkan kinerja negatif pada periode yang sama. Berdasarkan laporan keuangan per September 2025, perusahaan mencatat rugi bersih sebesar Rp 119,28 miliar, berbalik dari posisi laba Rp 153,44 miliar di tahun sebelumnya.
Pendapatan total IFG Life sebenarnya meningkat menjadi Rp 5,30 triliun, sebagian besar berasal dari premi sebesar Rp 5,16 triliun dan premi reasuransi Rp 1,18 triliun, sehingga premi neto mencapai Rp 3,74 triliun.
Namun, kenaikan signifikan pada beban klaim dan manfaat menjadi Rp 4,35 triliun (naik dari Rp 3,88 triliun) serta beban usaha yang meningkat ke Rp 898,81 miliar, menekan laba perusahaan secara drastis.
Meski demikian, pendapatan komprehensif masih tercatat Rp 584,71 miliar, dengan laba komprehensif Rp 465,42 miliar. IFG Life juga mengalami kenaikan utang menjadi Rp 1,93 triliun, sementara aset turun tipis ke Rp 33,91 triliun. Rasio solvabilitas (RBC) 214,97% masih menunjukkan tingkat kesehatan modal yang aman.
Menuju Konsolidasi: Masa Depan BUMN Asuransi
Langkah Danantara untuk memangkas jumlah BUMN asuransi menjadi tiga perusahaan dianggap sebagai upaya untuk menciptakan struktur industri yang lebih efisien dan kompetitif.
Dengan kinerja keuangan yang sangat berbeda di antara tiga pemain utama ini, konsolidasi diharapkan bisa memperkuat permodalan, mengurangi tumpang tindih bisnis, serta meningkatkan tata kelola dan profitabilitas sektor asuransi milik negara.
Namun, keberhasilan langkah ini tentu akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan holding IFG mengelola proses restrukturisasi, serta menjaga agar stabilitas industri asuransi nasional tetap terjaga di tengah tantangan ekonomi global.
Soal Insiden Pesantren Ambruk, Ekonom Indef Desak Pemerintah Wajibkan Asuransi Bangunan dan Jiwa untuk Lembaga Pendidikan!
Kasus ambruknya bangunan pondok pesantren di Sidoarjo, Jawa Timur, kembali membuka mata banyak pihak soal pentingnya perlindungan aset dan keselamatan jiwa di lembaga pendidikan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menilai pemerintah perlu membuat regulasi wajib asuransi bangunan dan asuransi jiwa untuk pondok pesantren maupun sekolah lainnya di Indonesia.
“Memang idealnya harus ada. Bukan cuma evaluasi bangunan, tapi sistem perlindungan aset dan jiwa yang diwajibkan pemerintah,” ujar Esther saat dihubungi JPNN.com baru-baru ini.
Asuransi Bangunan Selama Ini Hanya Wajib Jika Pakai Dana Pinjaman
Esther menjelaskan, praktik di lapangan selama ini menunjukkan bahwa kewajiban asuransi bangunan biasanya hanya muncul jika pembangunan dilakukan menggunakan dana pinjaman atau kredit bank.
Padahal, menurutnya, setiap bangunan penting seperti sekolah atau pesantren, seharusnya memiliki perlindungan asuransi terlepas dari sumber dana pembangunannya.
“Kalau di Indonesia, orang baru diwajibkan mengasuransikan bangunan kalau pakai uang utang. Padahal seharusnya semua aset penting dan jiwa di dalamnya dilindungi,” tegasnya.
Pemerintah Diminta Jadi Regulator Perlindungan Aset Pendidikan
Dalam pandangan Esther, pemerintah memiliki peran krusial untuk mendesain sistem dan regulasi yang kuat dalam mitigasi risiko bangunan pendidikan. Tujuannya, agar tragedi seperti ambruknya pondok pesantren tidak terulang lagi.
“Mitigasi risikonya harus ada desainnya. Supaya mereka yang di pesantren itu terlindungi, dan kalau pun ada musibah, bisa bangun lagi,” jelasnya.
Dengan adanya sistem dan aturan yang jelas, kata Esther, pemerintah tidak perlu terus-menerus menggunakan dana APBN setiap kali terjadi insiden serupa.
Asuransi Bisa Jadi Solusi Hemat Anggaran
Esther juga menegaskan bahwa lembaga pendidikan pesantren merupakan entitas swasta, sehingga tanggung jawab pembangunan dan perlindungan asetnya semestinya tidak sepenuhnya ditanggung oleh negara.
“Uang negara seharusnya digunakan untuk kepentingan publik, bukan untuk menutupi kerugian lembaga swasta,” ujarnya tegas.
Dengan adanya kewajiban asuransi bangunan dan jiwa bagi lembaga pendidikan, beban APBN dapat ditekan, dan pesantren memiliki mekanisme perlindungan finansial mandiri jika terjadi musibah.
Kesimpulan: Saatnya Pesantren Punya Perlindungan Finansial!
Tragedi ambruknya pesantren di Sidoarjo menjadi peringatan keras bahwa perlindungan aset dan keselamatan jiwa di lembaga pendidikan masih lemah.
Rekomendasi dari Indef menegaskan bahwa asuransi bukan sekadar formalitas, tetapi instrumen penting mitigasi risiko yang harus masuk dalam kebijakan nasional, terutama untuk lembaga pendidikan berbasis pesantren.
Dulu Nyaris Bangkrut Akibat Kebakaran, Kini Raup Omzet Rp5 Miliar! Ini Rahasia Pengusaha Konveksi Bandung yang Selamat Berkat Asuransi
Usaha konveksi rumahan milik David (42) di Bandung kini menjelma menjadi salah satu UMKM sukses dengan omzet tembus Rp5 miliar per tahun. Berawal dari garasi kecil pada 2012, bisnis sablon dan seragam sekolah ini kini menembus pasar luar Pulau Jawa hingga ke Asia.
“Alhamdulillah, usaha ini membuka banyak lapangan kerja. Banyak keluarga di sekitar sini yang penghasilannya bergantung dari konveksi kami,” ujar David bangga.
Namun, di balik kesuksesannya, David pernah mengalami masa kelam. Ia nyaris kehilangan segalanya saat pabrik konveksinya terbakar akibat korsleting listrik. Ratusan juta rupiah melayang dalam semalam, meski tak ada korban jiwa.
“Dari situ saya sadar, sekecil apa pun usaha, tetap punya risiko. Dan satu-satunya cara untuk bisa bangkit adalah punya perlindungan lewat asuransi,” kenangnya.
Dari Kebakaran Jadi Kesadaran: Pentingnya Asuransi untuk UMKM
Sejak kejadian itu, David memutuskan untuk mengasuransikan bisnisnya melalui Askrindo (Asuransi Kredit Indonesia) BUMN yang dikenal memberikan perlindungan usaha mikro dan kecil. Ia juga melindungi diri dan karyawannya lewat asuransi jiwa dan kesehatan.
Keputusan itu bukan hanya menyelamatkan bisnisnya, tapi juga memberinya rasa aman untuk terus berinovasi dan berkembang.
“Kalau dulu saya pikir asuransi cuma buat perusahaan besar, sekarang saya paham, justru UMKM yang paling butuh perlindungan itu,” ujarnya.
Fakta Mengejutkan: 53% UMKM Belum Punya Asuransi
Kisah David hanyalah satu dari jutaan UMKM yang masih rentan terhadap risiko usaha. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi asuransi masyarakat Indonesia baru 45%, dan hanya 2,72% penduduk yang memiliki produk asuransi.
Lebih ironis lagi, dari 60 juta pelaku UMKM, sekitar 53% tidak memiliki perlindungan asuransi sama sekali. Padahal, sektor UMKM menyumbang 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Tanpa mitigasi risiko yang memadai, satu musibah kecil bisa melumpuhkan bisnis dan ekonomi keluarga.
Askrindo Dorong UMKM “Melek Asuransi” Lewat Produk Murah dan Mudah
Melihat situasi ini, Askrindo anggota Indonesia Financial Group (IFG) terus menggaungkan edukasi dan literasi asuransi di seluruh Indonesia.
Direktur Utama Askrindo, M. Fankar Umran, menegaskan pentingnya pemahaman UMKM terhadap manfaat asuransi.
“Salah satu fungsi utama asuransi adalah melindungi aset usaha dari kejadian tak terduga seperti kebakaran, pencurian, atau bencana alam,” ujarnya.
Untuk menjangkau pelaku usaha kecil, Askrindo menghadirkan produk mikro “Asuransi Usahaku” dengan premi hanya Rp40.000 per tahun, namun memberikan pertanggungan hingga Rp5 juta untuk usaha menetap dan Rp2,5 juta untuk usaha bergerak.
“Askrindo ingin memastikan UMKM tetap bisa berdiri meski tertimpa musibah. Premi kecil, manfaat besar,” jelas Budhi Novianto, Direktur Bisnis Askrindo.
Selain itu, Askrindo juga menyediakan Asuransi Mikro Rumahku dan Asuransi Mikro Bahari bagi nelayan, sebagai bentuk komitmen melindungi masyarakat kecil di berbagai sektor.
IFG Bangun Ekosistem Digital Perlindungan Nasional
Sekretaris Perusahaan IFG, Denny S. Adji, menuturkan bahwa literasi dan digitalisasi adalah dua kunci penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
“Kami tidak hanya bicara teori. Kami buat simulasi nyata, seperti bagaimana asuransi bisa menyelamatkan warung dari musibah, atau bagaimana asuransi jiwa menjamin masa depan keluarga,” jelasnya.
Melalui holding IFG yang menaungi Askrindo, Jasindo, Jasa Raharja, IFG Life, dan Jasa Raharja Putera, masyarakat kini bisa mengakses produk asuransi terjangkau dan relevan dengan kebutuhan sehari-hari.
Salah satunya adalah LifeSAVER dari IFG Life dengan premi mulai Rp25.000 per bulan, dan Third Party Liability (TPL) dari Jasa Raharja Putera yang melindungi pengemudi dari tuntutan pihak ketiga akibat kecelakaan.
Sebagai bagian dari transformasi digital, IFG juga meluncurkan aplikasi “One by IFG”, super app keuangan yang mengintegrasikan layanan asuransi jiwa, umum, hingga konsultasi kesehatan online.
Hingga Oktober 2025, aplikasi ini telah digunakan oleh 300.000 pengguna aktif, melonjak tajam dari 22.000 pengguna di akhir 2024.
“Digitalisasi bukan sekadar kemudahan, tapi soal menghadirkan pengalaman yang manusiawi dan personal, terutama bagi segmen yang belum terjangkau,” ujar Denny.
Kesimpulan: Asuransi, Bukan Beban tapi Pelindung Nyata Bagi UMKM
Kisah David membuktikan bahwa asuransi bukan hanya urusan perusahaan besar. Bagi pelaku UMKM, ini adalah senjata bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi dan risiko usaha.
Dengan perlindungan yang tepat, pelaku usaha tak hanya selamat dari bencana, tapi juga bisa terus tumbuh, berinovasi, dan memberi manfaat bagi banyak keluarga.
Sebagaimana kata David, “Kalau dulu saya takut rugi karena bayar premi, sekarang saya tahu… justru karena asuransi, saya bisa bertahan.”
Aturan Baru OJK! Semua Asuransi Kesehatan Wajib Punya Dewan Medis Sendiri, Ini Dampaknya bagi Industri
Kewajiban pembentukan Dewan Penasihat Medis (DPM) atau Medical Advisory Board (MAB) di setiap perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi kesehatan kini tengah difinalisasi melalui SEOJK Nomor 7/2025, yang nantinya akan diatur lebih lanjut dalam POJK baru.
CEO Deswa Integra Group, Dedi Kristianto, menilai bahwa meskipun kebijakan ini berpotensi menambah beban biaya operasional, kehadiran MAB justru memberikan manfaat besar dalam jangka panjang. Menurutnya, MAB akan membantu perusahaan asuransi termasuk yang berskala kecil meningkatkan kualitas layanan medis serta memperkuat mitigasi risiko dalam pengelolaan klaim kesehatan.
“Selain karena diwajibkan oleh OJK, sebenarnya MAB ini juga kebutuhan internal perusahaan. Fungsinya menjembatani kesenjangan antara perusahaan asuransi dan rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan,” jelas Dedi seusai peluncuran MAB by Deswa di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Dedi menambahkan, regulasi dari OJK tidak membedakan antara perusahaan besar dan kecil semuanya wajib memiliki MAB. Namun, perusahaan dengan skala kecil bisa menyiasatinya dengan strategi yang sesuai kebutuhan. “Yang penting bukan besar kecilnya bisnis, tapi bagaimana mereka menyesuaikan. MAB by Deswa akan menyesuaikan dengan kebutuhan tiap perusahaan,” ujarnya.
Sebagai penyedia MAB independen pertama di Indonesia, Deswa berkomitmen memberikan solusi fleksibel agar perusahaan asuransi dapat memenuhi kewajiban ini tanpa terbebani secara finansial.
Sementara itu, Ketua MAB by Deswa, Nickolai Indrajasa, menegaskan bahwa keberadaan MAB menjadi langkah penting untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional. “Kalau asuransi tidak punya produk kesehatan yang sehat, nanti beban BPJS Kesehatan dan pemerintah akan semakin berat,” tegasnya.
Meski demikian, pengamat asuransi Wahju Rohmanti menilai bahwa kewajiban pembentukan MAB tidak serta merta akan memperbaiki kualitas perusahaan asuransi kecil. “Efeknya tidak bisa langsung dirasakan. MAB tidak otomatis membuat akurasi pengelolaan klaim oleh TPA menjadi lebih baik dibanding swakelola,” jelasnya.
Kehadiran MAB diharapkan menjadi langkah nyata dalam meningkatkan tata kelola, efisiensi, dan transparansi industri asuransi kesehatan di Indonesia.
Industri Asuransi Indonesia Masih Tahan Badai! AM Best Sebut Prospeknya Tetap Stabil di 2025
Lembaga pemeringkat global AM Best mempertahankan outlook stabil bagi industri asuransi umum (non-life insurance) di Indonesia. Optimisme ini didukung oleh pertumbuhan sektor yang solid, kebijakan regulator yang semakin kuat, serta hasil investasi yang positif sepanjang tahun.
Dalam laporan berjudul Market Segment Outlook: Indonesia Non-Life Insurance, AM Best menilai bahwa ekspansi industri asuransi umum nasional akan terus berlanjut, didorong oleh proyek infrastruktur yang masif, pengeluaran rumah tangga yang tetap kuat, serta investasi pemerintah yang berkelanjutan.
Dilansir dari Insurance Asia pada Rabu, 15 Oktober 2025, faktor-faktor tersebut dinilai akan menopang permintaan terhadap produk asuransi komersial, sementara kesadaran masyarakat terhadap kesehatan juga mendorong peningkatan premi di lini asuransi kesehatan.
Regulasi Ketat Perkuat Fondasi Industri
Dari sisi regulasi, AM Best mencatat bahwa sebagian besar perusahaan asuransi umum di Indonesia telah berhasil memenuhi tahap awal penerapan aturan modal minimum baru sesuai Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023.
Kebijakan ini dinilai memperkuat daya tahan dan kesehatan finansial industri dalam jangka panjang, meskipun menimbulkan tekanan sementara bagi perusahaan berskala kecil yang masih menyesuaikan diri.
Suku Bunga Tinggi Jadi Berkah untuk Hasil Investasi
Tingkat suku bunga domestik yang relatif tinggi juga disebut menjadi penopang utama bagi pendapatan investasi perusahaan asuransi. Pasalnya, mayoritas portofolio investasi mereka masih terkonsentrasi pada deposito berjangka dan instrumen pendapatan tetap yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Dengan kondisi tersebut, hasil investasi perusahaan asuransi umum di Indonesia tetap positif, meski pasar menghadapi dinamika ekonomi global yang fluktuatif.
Tantangan Masih Ada: Underwriting dan Tarif Wajib
Meski outlook stabil, AM Best mengingatkan adanya tantangan signifikan di beberapa lini bisnis, terutama pada asuransi kredit dan asuransi kesehatan.
Tekanan muncul akibat meningkatnya risiko kredit macet, inflasi biaya medis, hingga potensi kecurangan klaim yang masih membayangi industri.
Selain itu, adanya tarif wajib pada produk asuransi properti dan kendaraan bermotor juga dinilai membatasi fleksibilitas perusahaan dalam menentukan harga premi.
Sementara itu, tren adopsi kendaraan listrik membawa risiko baru yang membutuhkan penyesuaian tarif dan strategi penjaminan risiko yang lebih akurat.
Harapan Baru: Penyesuaian Tarif dan Reformasi Kebijakan
Meski begitu, AM Best tetap menilai prospek industri asuransi umum Indonesia akan terjaga stabil. Tinjauan regulasi yang sedang dilakukan oleh otoritas keuangan nasional berpotensi membuka ruang bagi penyesuaian tarif dan kebijakan yang lebih adaptif di masa depan.
Langkah tersebut diharapkan mampu meredakan tekanan profitabilitas sekaligus menjaga daya saing dan ketahanan industri asuransi nasional di tengah perubahan ekonomi dan teknologi yang cepat.
Perang Dagang & Konflik Dunia Bikin Industri Asuransi Perdagangan Ketar-Ketir, Asei Siapkan Strategi Mitigasi!
Ketegangan geopolitik global kian menjadi sorotan pelaku industri asuransi perdagangan.
PT Asuransi Asei Indonesia (Asei) menilai, konflik seperti perang dagang Amerika Serikat–China hingga perang Rusia–Ukraina menjadi faktor besar yang memengaruhi dinamika bisnis asuransi ekspor-impor saat ini.
Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis Asei, Agus Sulih Purwanto, mengatakan ketidakpastian global tidak hanya mengguncang stabilitas ekonomi, tetapi juga memunculkan risiko baru yang harus dimitigasi secara serius.
Menurutnya, ketegangan antarnegara bisa berubah sewaktu-waktu dan berdampak langsung terhadap arus perdagangan internasional.
“Perkembangan geopolitik bisa berubah kapan saja. Konflik Rusia–Ukraina belum usai, sementara di Timur Tengah potensi baru mulai muncul. Tapi semua itu tetap bagian dari risiko yang harus dimitigasi dan menjadi cakupan perlindungan kami,” ujar Agus kepada Media Asuransi di Tangerang, Kamis (16/10/2025).
Risiko Global Naik, Premi Asuransi Ikut Terkerek
Agus menjelaskan, semakin tinggi ketidakpastian geopolitik dunia, semakin besar pula potensi klaim yang harus ditanggung oleh perusahaan asuransi.
Situasi ini akhirnya mendorong Asei untuk menyesuaikan tarif premi, terutama bagi polis yang mencakup perdagangan ke negara-negara berisiko tinggi.
Dalam praktiknya, Asei membagi kategori risiko berdasarkan klasifikasi negara tujuan ekspor yang telah disepakati bersama mitra reasuransi internasional.
Negara-negara dengan ekonomi kuat dan stabil seperti Australia, negara-negara Eropa, Inggris, serta Amerika Serikat, tergolong dalam kategori aman.
Sementara itu, Asei tetap menyediakan perlindungan untuk negara dengan risiko tinggi, namun dengan tarif premi yang lebih besar.
“Negara seperti Afghanistan, Angola, Antigua, hingga Argentina termasuk kategori risiko tinggi. Kami tetap cover negara-negara tersebut, tapi dengan premi yang disesuaikan,” jelas Agus.
Asei Fokus pada Mitigasi dan Reasuransi
Sebagai pemain utama di lini asuransi perdagangan dan ekspor, Asei menegaskan bahwa pendekatan mitigasi risiko menjadi kunci utama menjaga stabilitas portofolio bisnis.
Kerja sama dengan perusahaan reasuransi global juga berperan penting dalam menjaga kapasitas dan keberlanjutan perlindungan.
Agus menambahkan, sinergi antara manajemen risiko, analisis geopolitik, dan dukungan reasuransi menjadi fondasi agar industri asuransi nasional tetap tangguh menghadapi ketidakpastian global.
Beragam peristiwa dalam sepekan terakhir menunjukkan bahwa industri asuransi Indonesia sedang bergerak menuju fase baru: lebih transparan, lebih adaptif, dan lebih terintegrasi dengan kebutuhan masyarakat serta ekonomi nasional. Regulasi yang diperketat, konsolidasi BUMN, hingga peningkatan literasi di kalangan UMKM menjadi sinyal kuat bahwa asuransi bukan lagi sekadar instrumen keuangan, melainkan fondasi penting bagi ketahanan ekonomi bangsa. Dengan langkah reformasi yang terus berjalan dan dukungan inovasi digital, masa depan industri asuransi Indonesia tampak semakin menjanjikan — selama seluruh pemangku kepentingan mampu menjaga kepercayaan dan kredibilitas publik.